Tag:
Australia
Suaraislam.id
Resmi, Australia Larang Anak-Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Medsos
Jakarta (SI Online) – Pemerintah Australia secara resmi mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan media sosial (medsos) bagi anak-anak di bawah 16 tahun.Regulasi ini dinilai menjadi salah satu kebijakan paling ketat di dunia dalam upaya mengontrol akses media sosial bagi anak di bawah umur.Itu artinya, UU akan memaksa platform media sosial seperti Instagram, Facebook, hingga Tiktok untuk melarang anak di bawah usia 16 tahun mengakses layanan mereka. Jika aturan dilanggar, maka perusahaan media sosial terancam denda hingga 49,5 juta dolar Australia (sekitar Rp510 miliar).Uji coba metode verifikasi usia akan dimulai pada Januari 2025, dan larangan ini akan berlaku penuh dalam waktu satu tahun.ADS: Untuk mendapatkan informasi seputar dunia medis, Anda dapat mengunjungi idibuntok.org.Undang-undang baru ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran negara-negara terhadap dampak penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental anak muda.Beberapa negara seperti Prancis dan sejumlah negara bagian di AS juga telah mengesahkan undang-undang untuk membatasi akses anak di bawah umur tanpa izin orang tua.Pengesahan undang-undang tersebut dianggap sebagai kemenangan politik bagi Perdana Menteri Anthony Albanese dari Partai Kiri-Tengah.Menurut jajak pendapat, seperti dilansir Reuters, Jumat (29/11/2024), 77 persen masyarakat Australia juga mendukung diberlakukannya aturan baru ini.Dukungan terhadap undang-undang ini diperkuat oleh hasil penyelidikan parlemen sepanjang 2024, yang mendengar kesaksian dari orang tua anak-anak yang mengalami perundungan di media sosial hingga menyebabkan mereka menyakiti diri sendiri.Namun, aturan ini juga bisa menimbulkan kekhawatiran hubungan dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat. Terlebih pemilik X, Elon Musk, menyebut aturan ini sebagai cara untuk mengontrol akses ke Internet oleh semua warga Australia.Aturan ini juga ditentang oleh Meta Platform, perusahaan induk Facebook dan Instagram, yang menilai Undang-undang ini terlalu terburu-buru. []
Hidayatullah.com
Australia Loloskan RUU Larangan Media Sosial Bagi Anak di Bawah Usia 16 Tahun
Hidayatullah.com– Wakil-wakil rakyat di parlemen Australia, hari Kamis (28/11/2024), meloloskan rancangan undang-undang yang akan melarang anak di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial.Legislasi itu, yang mengharuskan perusahaan media sosial untuk mengambil “langkah-langkah yang wajar” untuk mencegah remaja memiliki akun, disahkan di Senat dengan 34 suara mendukung dan 19 suara menolak, lansir AFP.Aturan baru tersebut sekarang akan dikembalikan ke majelis rendah – di mana para anggotanya sudah menyetujui RUU itu pada hari Rabu – untuk satu persetujuan akhir sebelum hampir dipastikan menjadi undang-undang.PM Anthony Albanese antusias mendukung RUU itu dan mengajak para orang tua Australia untuk berdiri di belakangnya.Menjelang pemungutan suara di parlemen, dia menggambarkan media sosial sebagai “platform tekanan teman sebaya”, yang mendorong anak dan remaja menjadi mudah resah dan gelisah, kendaraan bagi para pelaku penipu online untuk melancarkan aksinya, serta yang paling buruk, menjadi alat bagi para predator seks online.Albanese ingin anak-anak Australia melepaskan ketergantungan mereka terhadap ponsel dan aktif melakukan kegiatan fisik seperti bermain sepakbola, cricket, tenis, berenang dan lain sebagainya.Dengan ancaman denda sampai Aus$50 juta ($32,5 juta) bagi pengelola media sosial yang tidak mematuhi aturan, di atas kertas larangan itu merupakan yang paling garang di dunia.Namun, masih belum jelas bagaimana peraturan baru itu akan dilaksanakan, sehingga sebagian pihak menilai legislasi ini hanya bersifat simbolis yang tidak dapat diterapkan.Masih diperlukan waktu 12 bulan sebelum panduan pelaksanaannya dirumuskan oleh pihak regulator dan untuk berlaku efektif.Beberapa platform media sosial kemungkinan besar akan dikecualikan, seperti WhatsApp dan YouTube, karena dipergunakan juga oleh anak-anak untuk belajar dan berkomunikasi dengan temannya.Pakar media sosial Susan Grantham kepada AFP mengatakan bahwa program literasi digital yang mengajarkan anak-anak untuk berpikir kritis tentang apa yang dilihatnya secara online – seperti yang sudah diterapkan di Finlandia – perlu diperkenalkan kepada anak-anak.China sudah memberlakukan pembatasan akses media sosial bagi anak sejak 2021. Mereka yang berusia di bawah 14 tahun hanya diperbolehkan mengakses Douyin, semacam TikTok, selama 40 menit dalam sehari.Waktu bermain game online juga dibatasi di China.*
Hidayatullah.com
Australia Desak Warganya Tinggalkan Israel
Hidayatullah.com– Australia memperingatkan warganya untuk t0idak bepergian ke Israel dan mendesak warga Australia yang berada di sana untuk segera keluar selama penerbangan komersial masih tersedia, dengan alasan konflik antara Israel dan Hizbullah semakin memanas.“Pemerintah Australia sangat khawatir bahwa situasi keamanan di Israel dan Wilayah Palestina yang Diduduki dapat memburuk dengan cepat,” kata Menteri Luar Negeri Penny Wong lewat platform X Senin malam (14/10/2024).
Ancaman serangan militer dan teroris terhadap Israel dan kepentingan Israel di seluruh kawasan itu masih tinggi, menurut nasihat perjalanan yang dikeluarkan pemerintah Australia seperti dilansir Reuters.
Israel pada hari Senin memperluas targetnya dalam perang dengan Hizbullah, menewaskan sedikitnya 21 orang dalam serangan udara di Libanon bagian utara, kata pejabat kesehatan setempat, sementara jutaan warga Israel berlindung dari serangan udara lawan.
Empat tentara Israel tewas pada hari Ahad setelah serangan pesawat tak berawak Hizbullah menyerang bagian tengah wilayah yang dikuasai Israel.*
Hidayatullah.com
Ribuan Warga Australia Minta Dievakuasi dari Libanon
Hidayatullah.com– Pemerintah Australia mengadakan dua pesawat sewaan untuk mengangkut warganya keluar dari Libanon, sementara ribuan orang sudah mendaftarkan diri untuk dipulangkan.
Sampai 500 warga negara Australia dan kerabatnya diterbangkan menggunakan dua penerbangan sewaan dari Beirut pada hari Sabtu (5/10/2024), lansir The Guardian.
Penerbangan pertama dijadwalkan berangkat dari Beirut dan mendarat di Siprus sekitar pukul 11.30 waktu setempat (18.30 AEST). Dari sana, dua penerbangan Qantas akan membawa penumpang ke Sydney pada hari Selasa dan Rabu.
Berbicara kepada wartawan pada hari Sabtu, Menteri Infrastruktur Federal Catherine King mengatakan pesan pemerintah kepada warga Australia di Libanon adalah “jangan menunggu”, seraya menambahkan tidak ada jaminan semua orang akan dapat dievakuasi.
Diperkirakan sekitar 15.000 warga Australia saat ini berada di Libanon.
Per Sabtu petang, sebanyak 4.901 orang Australia mendaftarkan diri untuk dievakuasi, jauh lebih banyak dibandingkan hari Jumat yang mencapai 2.300 pendaftar.
Dari jumlah itu, sebanyak 3.088 mendaftarkan untuk segera diberangkatkan, dan 1.813 masih sekedar mencari informasi. Lebih dari 700 orang sudah berangkat atau menutup sendiri pendaftarannya.
“Jangan menunggu untuk mendapatkan penerbangan pulang yang sempurna yang menghubungkan Anda ke mana-mana,” kata King.
“Jika Anda ditawari penerbangan, maka Anda harus pergi. Anda harus pergi sekarang dan manfaatkan kesempatan pertama yang tersedia. Situasi di lapangan sangat serius dan kami tidak dapat menjamin bahwa kami dapat mengeluarkan semua orang,” kata King.
Penumpang yang rentan dan mereka yang siap berangkat segera diprioritaskan untuk mendapatkan akses.Penerbangan tersebut gratis bagi warga negara Australia yang memenuhi syarat, penduduk tetap, dan anggota keluarga dekat mereka yang memiliki hak masuk ke Australia, kata Menteri Luar Negeri Penny Wong.*
Hidayatullah.com
Orkestra Australia Gelar Konser Amal untuk Palestina, Menampilkan 200 Musisi
Hidayatullah.com – Orkestra Voces Caelestium Australia menggelar konser amal untuk Palestina di Sydney, yang menampilkan lebih dari 200 musisi dari berbagai orkestra dan paduan suara pada Rabu (25/09/2024).Konser amal tersebut digagas oleh kondukter berdarah Korea-Australia Taesoo Kim bekerja sama dengan komposer dan pianis Serbia-Australia Pavle Kajic. Taesoo telah merencanakan konser amal untuk Palestina itu sejak November tahun lalu.
Konser ini bertujuan untuk mendukung Palestine Children’s Relief Fund dan upayanya untuk memberikan bantuan penting bagi anak-anak korban kekejaman ‘Israel’ di Gaza dan Tepi Barat.
Komunitas Palestina di Australia menyatakan bahwa konser tersebut berhasil meningkatkan kesadaran tentang penderitaan rakyat mereka dan menggalang dana untuk Palestine Children’s Relief Fund.
Australia membatasi penjualan senjata ke “Israel”
Australia bersama Inggris dan sekutu lainnya berupaya “menekan” entitas Zionis untuk meringankan penderitaan warga sipil Palestina di Gaza dan menghentikan pasukan “Israel” membunuh pekerja bantuan, menurut The Guardian.
Pemerintah Australia secara resmi mendukung keputusan Inggris untuk membatasi pasokan senjata ke “Israel”. Sikap Inggris bertentangan dengan AS, yang disebut secara diam-diam mendesak Britania Raya agar tidak melakukan tindakan tersebut.
Penny Wong, menteri luar negeri Australia, mengatakan kepada The Guardian, “Australia bekerja sama dengan para mitra, termasuk Inggris, untuk memberikan tekanan pada perubahan nyata dalam situasi di Gaza.”
Pernyataan ini dapat dilihat sebagai sikap keras pemerintah Australia terhadap serangan “Israel” di Gaza, di mana sekitar 41.467 warga Palestina telah dibunuh selama 11 bulan terakhir dan lebih dari 95.921 orang telah terluka.*
Hidayatullah.com
Diskon Palsu Dua Supermarket Terbesar Australia Digugat
Hidayatullah.com– Lembaga konsumen Australia menggugat dua jaringan supermarket terbesar di negara itu, dengan tuduhan mereka memberikan diskon palsu harga ratusan barang yang dijualnya.Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) mengklaim jaringan supermarket Coles dan Woolworths melanggar UU perlindungan konsumen dengan menaikkan sementara harga sebelum menurunkannya sehingga harga menjadi sama atau lebih tinggi dari harga semula.
Kedua supermarket besar itu, yang menguasai dua pertiga pasar Australia, mendapat sorotan tajam tahun lalu menyusul dugaan penipuan harga dan praktik anti persaingan usaha.
Pimpinan ACCC Gina Cass-Gottlieb mengatakan Coles dan Woolworths selama bertahun-tahun memasarkan promosi ‘Prices Dropped’ dan ‘Down Down’ di mana masyarakat mengira mereka mendapatkan potongan harga padahal pada kenyataannya “seringkali diskon itu hanyalah ilusi”.
Hasil investigasi, yang dipicu banyaknya pengaduan yang masuk dan hasil pemantauan ACCC sendiri, mendapati Woolworths mengelabui pelanggan tentang harga sekitar 266 produk selama 20 bulan, dan Coles untuk 245 produk kurun 15 bulan. Produknya meliputi berbagai jenis mulai dari makanan hewan peliharaan, plester luka Band-Aid dan obat kumur, hingga makanan favorit masyarakat Australia seperti biskuit Tim Tam Arnott, Keju Bega, dan sereal Kellogg.
ACCC memperkirakan kedua perusahaan tersebut “menjual puluhan juta” produk yang terdampak dan “memperoleh pendapatan signifikan dari penjualan tersebut”.
“Banyak konsumen mengandalkan diskon supaya anggaran belanja mencukupi kebutuhan, terutama di masa tekanan biaya hidup seperti saat ini,” kata Cass-Gottlieb.
“Sangat penting bagi konsumen Australia untuk dapat mengandalkan keakuratan harga dan berbagai klaim diskon.”
ACCC meminta Pengadilan Federal Australia untuk menjatuhkan sanksi yang “berat” kepada kedua perusahaan tersebut, dan memerintahkan mereka untuk menambah program pengiriman makanan amal mereka.
Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan dugaan tindakan itu, jika terbukti benar, “sama sekali tidak dapat diterima” karena bertentangan dengan semangat bangsa Australia. “Masyarakat tidak boleh diperlakukan seperti orang bodoh,” ujarnya, dalam konferensi pers seperti dilansir BBC Senin (23/9/2024).
Di tengah meningkatnya sorotan terhadap supermarket, pemerintah meminta supaya dilakukan peninjauan terhadap legislasi yang ada sekarang yaitu Food and Grocery Code of Conduct.
Hasil peninjauan tersebut merekomendasikan pemberlakuan kode etik yang lebih tegas dan bersifat wajib di bawah pengawasan oleh ACCC, sehingga lembaga itu dapat melindungi pemasok sekaligus konsumen.
Kode baru tersebut akan menetapkan standar bagi perusahaan yang berurusan dengan pihak pemasok barang – yang saat ini mengklaim bahwa mereka diperas secara tidak adil – dan mengatur sanksi denda besar jika ditemukan adanya pelanggaran.*
Arrahmah.id
Lakukan Kejahatan Perang, Australia Cabut Medali Komandan Perang Afghanistan
CANBERRA (Arrahmah.id) — Australia telah mengambil langkah untuk mencabut medali dinas kehormatan perwira militer senior atas dugaan kejahatan perang yang dilakukannya saat bertugas di Afghanistan. Pengumuman pada hari Kamis (12/9/2024) itu muncul setelah Laporan Brereton 2020 menemukan bukti kredibel bahwa personel Angkatan Pertahanan Australia (ADF) di Afghanistan terlibat dalam pembunuhan tidak sah terhadap 39 tahanan […]
Hidayatullah.com
Australia Cabut Medali Penghargaan Komandan Pasukannya di Afghanistan
Hidayatullah.com– Australia hari Kamis (12/9/2024) mencabut medali penghargaan dari para komandan perang yang ditugaskan di Afghanistan yang unitnya terlibat dalam dugaan kejahatan perang dan “perilaku melanggar hukum.”Menteri Pertahanan Richard Marles mengatakan keputusan tersebut – terkait dengan komandan unit tertentu yang bertugas antara tahun 2005 dan 2016 – perlu diambil untuk “mengatasi kesalahan di masa lalu.”
Jumlah komandan yang akan dicabut medalinya kurang dari 10, tetapi nama-nama mereka tidak akan dipublikasikan dengan alasan privasi, lapor AFP.
Penyelidikan resmi dilakukan selama 11 tahun guna menelusuri dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap 39 warga sipil dan tahanan di Afghanistan oleh pasukan khusus elit Australia.
Hasil temuan yang dirilis pada tahun 2020 mengungkap “subkultur elitisme dan penyimpangan dari standar selayaknya,” kata Marles, masalah yang “memerlukan respons paling serius, penuh pertimbangan, dan menyeluruh.”
Hampir semua dari 143 rekomendasi yang diajukan dalam laporan hasil penyelidikan tersebut sudah dilakukan, termasuk usulan peninjauan kembali terhadap medali penghargaan yang diberikan kepada personel militer, pembuatan skema kompensasi dan reformasi budaya di lingkungan kemiliteran.
Hasil penyelidikan itu juga merekomendasikan supaya 19 individu diserahkan ke Kepolisian Federal Australia, tetapi proses ini berjalan sangat lambat.
Polisi sejauh ini baru memproses hukum satu orang bekas anggota pasukan khusus SAS, yang sampai sekarang berkas perkaranya belum ditangani oleh pengadilan.
Bekas kopral SAS penerima medali Victoria Cross, Ben Roberts-Smith, tahun lalu kalah dalam gugatan pencemaran nama baik terkait tuduhan bahwa dia telah membunuh empat tahanan Afghanistan. Meskipun demikian, dia sampai saat ini tidak menghadapi gugatan pidana dan tidak disebut dalam laporan pemerintah perihal kesalahan-kesalahan yang dilakukan personel militer.
Meskipun telah mendapat penghargaan atas pengabdiannya di Afghanistan, Roberts-Smith diketahui tidak itu terdampak oleh keputusan terbaru yang mencabut medali penghargaan para komandan unit.
Marles mengatakan para komandan yang terkena keputusan pencabutan medali hari Kamis itu mungkin tidak menyadari kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh unit mereka, namun sebagai seorang komandan mereka diharapkan mengetahui apa yang terjadi di lapangan.
Gubernur Jenderal Australia, sebagai pemangku jabatan kepala negara yang juga perwakilan raja di negara Persemakmuran itu, yang diberi wewenang untuk menentukan bagaimana dan kapan medali tersebut diserahkan kembali kepada penerimanya.
Greg Melick, presiden kelompok pendukung veteran tentara Returned and Services League of Australia, mengatakan seharusnya tidak boleh ada medali yang direnggut dari penerimanya sampai semua proses investigasi dan hukum benar-benar tuntas.
Menurut Melick, pencabutan medali penghargaan dapat memicu stres dan berdampak pada kesehatan mental prajurit atau veteran, termasuk mereka yang tidak terlibat dalam kesalahan yang dituduhkan.
Menyusul serangan 11 September 2001 atas menara kembar WTC di New York, lebih dari 26.000 personel militer berseragam Australia dikerahkan ke Afghanistan sebagai bagian dari pasukan internasional pimpinan Amerika Serikat dengan dalih memburu teroris di sarangnya. Pasukan internasional itu memerangi Taliban, Al-Qaeda dan kelompok-kelompok bersenjata Muslim lainnya.
Pasukan tempur Australia secara resmi ditarik dari Afghanistan pada akhir 2023, tetapi sejak itu pula bermunculan tuduhan pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh personel militer Australia, termasuk unit pasukan khususnya.*