Tag:
Asep Syaripuddin
Mediaislam.id
Umat Islam Harus Lakukan Perubahan untuk Indonesia Lebih Baik
Jakarta (Mediaislam.id) – Bangsa Indonesia itu identik dengan Islam, apapun yang terjadi dengan bangsa Indonesia yang paling berdampak adalah umat Islam.
“Oleh karena itu, umat Islam harus mampu berbuat sesuatu yang bisa membuat bangsa Indonesia lebih baik ke depannya,” demikian dikatakan Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan, Rabu (01/05/2024).
Dalam membangun bangsa, umat Islam tentunya harus mencontoh bagaimana Rasululllah Saw membangun peradaban yang mulia.
“Pada periode 13 tahun di Mekah, Nabi yang berdakwah di kampungnya sendiri dengan modal nasab yang mulia itu belum berhasil membangun peradaban. Tetapi ketika 10 tahun di Madinah itu Islam berkembang luas dan membangun peradaban, kenapa? Karena di Madinah Nabi memiliki otoritas,” jelas Ustaz Asep.
Menurutnya, ketika periode awal di Madinah umat Islam masih minoritas berjumlah 15% tapi memiliki kekuatan politik lewat Piagam Madinah.
“Ketika terjadi pemasalahan antar masyarakat yang plural, maka solusinya diserahkan kepada Nabi, dan Nabi menerapkan syariat Islam,” ujarnya.
“Kita saat ini di Indonesia mayoritas tapi syariat Islam belum tegak, yang menguasai bidang ekonomi dan politik bukan umat Islam, inilah yang harus jadi evaluasi, inilah yang harus diperbaiki,” tambah Ustaz Asep.
Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa tujuan Indonesia merdeka adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
“Lalu pertanyaannya, sejak Indonesia merdeka apakah tujuan itu sudah tercapai? apakah sudah tegak keadilan dan kemakmuran? belum. Karena itu kita harus terus berjuang mewujudkan itu,” tegasnya.
Dalam rangka perjuangan tersebut, kata Ustaz Asep, umat Islam harus melakukan taghyir (perubahan). Salah satu upaya perubahan adalah dengan melakukan amar makruf nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran).
Ustaz Asep kemudian membacakan hadis Nabi yang artinya: ‘Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman’.”
“Hadis tersebut menjelaskan juga tentang tingkatan keimanan, bukan pilihan, karena amar makruf nahi mungkar itu terkait dengan keimanan. Jika amar makruf nahi mungkar dengan hati maka itu selemah-lemahnya iman,” jelasnya.
Suaraislam.id
Tujuan Bernegara Belum Tercapai, Umat Islam Harus Melakukan Perubahan
Jakarta (SI Online) – Bangsa Indonesia itu identik dengan Islam, apapun yang terjadi dengan bangsa Indonesia yang paling berdampak adalah umat Islam.“Oleh karena itu, umat Islam harus mampu berbuat sesuatu yang bisa membuat bangsa Indonesia lebih baik ke depannya,” demikian dikatakan Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan, Rabu (1/5/2024).Dalam membangun bangsa, umat Islam tentunya harus mencontoh bagaimana Rasululllah SAW membangun peradaban yang mulia.“Pada periode 13 tahun di Mekah, Nabi yang berdakwah di kampungnya sendiri dengan modal nasab yang mulia itu belum berhasil membangun peradaban. Tetapi ketika 10 tahun di Madinah itu Islam berkembang luas dan membangun peradaban, kenapa? Karena di Madinah Nabi memiliki otoritas,” jelas Ustaz Asep.Menurutnya, ketika periode awal di Madinah umat Islam masih minoritas berjumlah 15% tapi memiliki kekuatan politik lewat Piagam Madinah. “Ketika terjadi pemasalahan antar masyarakat yang plural, maka solusinya diserahkan kepada Nabi, dan Nabi menerapkan syariat Islam,” ujarnya.“Kita saat ini di Indonesia masyoritas tapi syariat Islam belum tegak, yang menguasai bidang ekonomi dan politik bukan umat Islam, inilah yang harus jadi evaluasi, inilah yang harus diperbaiki,” tambah Ustaz Asep.Ketua Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat itu menjelaskan, bahwa tujuan Indonesia merdeka adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. “Lalu pertanyaannya, sejak Indonesia merdeka apakah tujuan itu sudah tercapai? apakah sudah tegak keadilan dan kemakmuran? belum. Karena itu kita harus terus berjuang mewujudkan itu,” tegasnya.Dalam rangka perjuangan tersebut, kata Ustaz Asep, umat Islam harus melakukan taghyir (perubahan). Salah satu upaya perubahan adalah dengan melakukan amar makruf nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran).Ustaz Asep kemudian membacakan hadis Nabi yang artinya: ‘Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman’.”“Hadis tersebut menjelaskan juga tentang tingkatan keimanan, bukan pilihan, karena amar makruf nahi mungkar itu terkait dengan keimanan. Jika amar makruf nahi mungkar dengan hati maka itu selemah-lemahnya iman,” jelasnya.Ustaz Asep Syaripuddin bersama jamaah akhwatred: adhila
Suaraislam.id
Ketua API Jabar: Hari Kemerdekaan, 9 Ramadan Momentum Lawan Kezaliman
Jakarta (SI Online) – Bulan Ramadan juga disebut sebagai Syahrul Jihad wal Futuhat, yaitu bulan perjuangan dan penaklukan.Dahulu Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam pada tahun kedua hijrah atau 15 tahun kenabian bersama para sahabat melakukan perang Badar melawan orang-orang kafir.“Jumlah pasukan Rasulullah dan para sahabat hanya 313 orang, musuhnya seribu lebih, tapi dengan izin Allah bisa mengalahkan pasukan yang besar,” jelas Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) saat berorasi dalam aksi tolak pemilu curang di depan kantor KPU, Jakarta, Senin (18/3/2024).Dalam konteks Indonesia, kata Ustaz Asep, pada tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriyah itu dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertepatan pada hari Jumat, atau 17 Agustus 1945 masehi.“Maksud saya besok 9 Ramadan 1445 hijriah adalah usia 81 tahun kemerdekaan RI, besok adalah momentum mengusir penjajah. Maka kita berkomitmen memerdekaan Indonesia dari kezaliman,” jelasnya.Ia menjelaskan bahwa Pemilu adalah upaya melakukan perubahan. “Pemilu kita ikuti sebagai ikhtiar untuk menghentikan kezaliman,” tegas Ustaz Asep.Kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihaknya mengingatkan bahwas asas pemilu adalah luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).“Asas pemilu itu bukan tenang dan damai tetapi luber dan jurdil. Jika luber jurdil maka situasi akan damai dan tenang, akan tetapi jika terjadi kecurangan maka tidak akan ada ketenangan dan kedamaian,” jelas Ustaz Asep.Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan agar penyelenggara negara harus jurdil. “Jika tidak, jangan salahkan rakyat jika akan mengambil jalannya sendiri,” tandasnya.red: adhila
Suaraislam.id
Ketua API Jabar: Hari Kemerdekaan, 9 Ramadhan Momentum Lawan Kezaliman
Jakarta (SI Online) – Bulan Ramadan juga disebut sebagai Syahrul Jihad wal Futuhat, yaitu bulan perjuangan dan penaklukan.Dahulu Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam pada tahun kedua hijrah atau 15 tahun kenabian bersama para sahabat melakukan perang Badar melawan orang-orang kafir.“Jumlah pasukan Rasulullah dan para sahabat hanya 313 orang, musuhnya seribu lebih, tapi dengan izin Allah bisa mengalahkan pasukan yang besar,” jelas Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) saat berorasi dalam aksi tolak pemilu curang di depan kantor KPU, Jakarta, Senin (18/3/2024).Dalam konteks Indonesia, kata Ustaz Asep, pada tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriyah itu dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertepatan pada hari Jumat, atau 17 Agustus 1945 masehi.“Maksud saya besok 9 Ramadan 1445 hijriah adalah usia 81 tahun kemerdekaan RI, besok adalah momentum mengusir penjajah. Maka kita berkomitmen memerdekaan Indonesia dari kezaliman,” jelasnya.Ia menjelaskan bahwa Pemilu adalah upaya melakukan perubahan. “Pemilu kita ikuti sebagai ikhtiar untuk menghentikan kezaliman,” tegas Ustaz Asep.Kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihaknya mengingatkan bahwas asas pemilu adalah luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).“Asas pemilu itu bukan tenang dan damai tetapi luber dan jurdil. Jika luber jurdil maka situasi akan damai dan tenang, akan tetapi jika terjadi kecurangan maka tidak akan ada ketenangan dan kedamaian,” jelas Ustaz Asep.Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan agar penyelenggara negara harus jurdil. “Jika tidak, jangan salahkan rakyat jika akan mengambil jalannya sendiri,” tandasnya.red: adhila
Mediaislam.id
Soal Pembubaran Pengajian, API Jabar: Kedepankan Dialog dan Utamakan Persatuan
Bandung (Mediaislam.id) – Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) Ustaz Asep Syaripudin mengaku prihatin dengan terjadinya kembali pembubaran pengajian oleh organisasi masyarakat (ormas).
Menurut Ustaz Asep, seharusnya jika ada perbedaan pendapat maka yang dilakukan adalah dialog, bukan kekerasan. “Seharusnya argumen dibalas dengan argumen, pendapat disikapi dengan pendapat, jangan pendapat direspon dengan kekerasan,” ujarnya dalam kajian online pada Jumat pagi (8/3/2024).
Ustaz Asep menjelaskan bahwa dalam beragama harus dilandasi dengan dalil atau dasar hukum. “Dalam beragama itu harus berdalil, ketika beda dalil atau ada perbedaan dalam interpretasi terhadap dalil, maka harus saling menghargai, selama perbedaan itu ada dalilnya,” jelasnya.
“Dan jika dalam perbedaan itu ditemukan kesalahan, maka yang dilakukan adalah dialog, ditunjukkan dimana kesalahannya sehingga ada perbaikan,” tambah Ustaz Asep.
Dalam Islam, kata Ustaz Asep, ada yang namanya ushul (pokok, utama) dan furu (cabang). Dalam hal yang utama tidak boleh ada perbedaan, akan tetapi dalam wilayah furu maka boleh terjadi perbedaan (khilaf).
“Contoh wilayah khilaf itu seperti qunut atau tidak qunut, maulid atau tidak maulid, itu hal-hal yang boleh berbeda dan bisa didiskusikan tidak boleh mutlak-mutlakan, harus saling menghargai dalam perbedaan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa prinsip umat Islam harus sesuai perintah Al-Qur’an, yaitu keras kepada kaum kafir dan lemah lembut kepada sesama muslim.
“Sesama umat Islam walaupun beda kelompok atau organisasi selama mereka ahlussunah wal jemaah mereka adalah Muslim meski ada perbedaan dalam metodologinya, dan sesama ahlussunnah wal jemaah itu harus mengedapankan persatuan, tidak boleh berpecah belah,” tuturnya.
“Kecuali kepada kelompok yang jelas telah dinyatakan menyimpang oleh para ulama seperti Syiah dan Ahmadiyah, terhadap mereka harus tegas, tidak boleh dibiarkan ada penyimpangan,” tambahnya.
Oleh karena itu, Ustaz Asep mengingatkan agar sesama umat Islam harus saling melengkapi dalam perbedaan dan menguatkan persatuan. Ia juga mengingatkan umat Islam untuk tidak berpecah-belah.
Seperti diketahui, kasus pembubaran pengajian kembali terjadi baru-baru ini di Surabaya.
Pengajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah di Masjid Assalam Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, dibubarkan anggota GP Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), pada Kamis (22/2/2024).
Penolakan tersebut sempat diwarnai kericuhan antara personel Banser bersama GP Ansor Gunung Anyar dengan jemaah Masjid Assalam Purimas. [ ]
Suaraislam.id
Prihatin dengan Pembubaran Pengajian, API Jabar Serukan Persatuan Umat Islam
Bandung (SI Online) – Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) Ustaz Asep Syaripudin mengaku prihatin dengan terjadinya kembali pembubaran pengajian oleh organisasi masyarakat (ormas).Menurut Ustaz Asep, seharusnya jika ada perbedaan pendapat maka yang dilakukan adalah dialog, bukan kekerasan. “Seharusnya argumen dibalas dengan argumen, pendapat disikapi dengan pendapat, jangan pendapat direspon dengan kekerasan,” ujarnya dalam kajian online pada Jumat pagi (8/3/2024).Ustaz Asep menjelaskan bahwa dalam beragama harus dilandasi dengan dalil atau dasar hukum, sementara dalam ajaran Islam dalil itu banyak ragamnya dan memiliki perbedaan.“Dalam beragama itu harus berdalil, dan dalam berdalil itu boleh ada yang beda, jika ada perbedaan maka harus saling menghargai, selama perbedaan itu ada dalilnya,” jelasnya.“Dan jika dalam perbedaan itu ditemukan kesalahan, maka yang dilakukan adalah dialog, ditunjukkan dimana kesalahannya sehingga ada perbaikan,” tambah Ustaz Asep.Dalam Islam, kata Ustaz Asep, ada yang namanya ushul (utama) dan furu (cabang). Dalam hal yang utama tidak boleh ada perbedaan, akan tetapi dalam wilayah furu maka boleh terjadi perbedaan (khilaf).“Contoh wilayah khilaf itu seperti qunut atau tidak qunut, maulid atau tidak maulid, itu hal-hal yang boleh berbeda dan bisa didiskusikan tidak boleh mutlak-mutlakan, harus saling menghargai dalam perbedaan,” jelasnya.Ia menegaskan bahwa prinsip umat Islam harus sesuai perintah Al-Qur’an, yaitu keras kepada kaum kafir dan lemah lembut kepada sesama muslim.“Sesama umat Islam walaupun beda kelompok atau organisasi selama mereka ahlussunah wal jemaah mereka adalah Muslim meski ada perbedaan dalam metodologinya, dan sesama ahlussunnah wal jemaah itu harus mengedapankan persatuan, tidak boleh berpecah belah,” tuturnya.“Kecuali kepada kelompok yang jelas telah dinyatakan menyimpang oleh para ulama seperti Syiah dan Ahmadiyah, terhadap mereka harus tegas, tidak boleh dibiarkan ada penyimpangan,” tambahnya.Oleh karena itu, Ustaz Asep mengingatkan agar sesama umat Islam harus saling melengkapi dalam perbedaan dan menguatkan persatuan. Ia juga mengingatkan umat Islam untuk tidak berpecah-belah.Seperti diketahui, kasus pembubaran pengajian kembali terjadi baru-baru ini di Surabaya.Pengajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah di Masjid Assalam Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, dibubarkan anggota GP Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), pada Kamis (22/2/2024).Penolakan tersebut sempat diwarnai kericuhan antara personel Banser bersama GP Ansor Gunung Anyar dengan jemaah Masjid Assalam Purimas.red: adhila
Mediaislam.id
Dugaan Penistaan Agama, Ketua API Jabar Jelaskan Delik Ucapan Zulhas
Jakarta (Mediaislam.id) – Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus di atas segala-galanya. Tidak boleh kecintaan kepada makhluk melebihi kecintaan kepada al Khaliq (sang maha pencipta) yaitu Allah SWT.
“Seseorang boleh mencintai siapapun, kita mencintai ibu, ayah, anak, saudara, suami terhadap istri atau sebaliknya atau yang lainnya. Akan tetapi kecintaan kepada Allah itu harus di atas segala-galanya,” jelas Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian online pada Jumat (22/12/2023).
Sehingga, kata Ustaz Asep, jika ada seseorang yang lebih cinta kepada makhluk dari pada kepada Allah, itu bermasalah dalam soal keimanan.
Dalam kajian tersebut, seorang jemaah bertanya terkait polemik saat ini, yaitu ucapan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) soal ada yang tidak mengucapkan “amin” usai pembacaan Al Fatihah dan mengganti satu telunjuk menjadi dua telunjuk saat tasyahud. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Asep menjelaskan dimana letak permasalahannya.
“Masalahnya ada di ucapan ‘saking cintanya’ kepada capres (calon presiden) tertentu, sampai-sampai tidak mau mengucapkan “amin” karena diidentikan kalimat dukungan untuk capres yang lain dan mengganti gerakan tasyahud dari satu jari telunjuk menjadi dua jari sebagai simbol dukungan kepada capres tertentu,” jelas Ustaz Asep.
Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa gerakan shalat sudah ada aturan syariatnya yang tidak boleh diubah-ubah. “Shalat itu ibadah utama yang ada tata cara dan contohnya dari Nabi Muhammad SAW, shalat adalah momen kita berinteraksi kepada Allah, wujud cinta kepada Allah, tidak boleh diubah-ubah, apalagi dengan alasan cinta kepada makhluk,” tuturnya.
“Jadi itu deliknya, mengganti gerakan shalat karena saking cintanya kepada makhluk, dalam hal ini kepada capres yang didukungnya. Mengganti gerakan shalat itu dilarang karena melanggar syariat,” tambah Ustaz Asep.
Lain halnya jika yang diucapkan dalam bentuk kewaspadaan. “Misalnya dia mengatakan jangan sampai karena mendukung capres tertentu sampai-sampai tidak mengatakan “amin” dan mengganti gerakan tasyahud. Nah kalau seperti itu bisa dipahami, artinya dia sedang edukasi supaya tidak melanggar syariat hanya karena urusan politik,” jelas Ustaz Asep.
“Akan tetapi ini yang diucapkan adalah karena saking cintanya kepada capres, sampai-sampai ada yang mengganti ucapan dan gerakan shalat, jadi seolah-olah ada kejadiannya,” tambahnya kemudian.
Ia juga mempertanyakan, di mana dan kapan kejadian ada momen pergantian tata cara shalat tersebut? “Jangan-jangan dia ngarang, seolah-olah ada yang melakukan itu, kalau tidak ada mungkin karena sedang ‘menjilat’ capres yang didukungnya,” tutur Ustap Asep.
Sehingga, lanjut dia, jika masalah ini sampai diproses hukum, maka di dalam pengadilan harus dibuktikan pernyataan tersebut.
Ustaz Asep mengingatkan, bahwa fokus masalah ini tentang dugaan penistaan agama, jangan dibawa ke ranah politik karena bisa memecah belah masyarakat. “Siapapun orangnya, dari agama apapun dia, baik dalam momen kontestasi politik ataupun tidak, tidak boleh melakukan penistaan agama,” tandasnya.
Sebelumnya, beredar video Zulhas yang mengungkapkan adanya fenomena dimana ada jemaah shalat tidak mau membaca “amin” usai pembacaan surat Al-Fatihah. Hal itu, disinyalir karena kata “amin” dianggap sebagai kalimat dukungan untuk pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin (AMIN), sementara yang shalat adalah pendukung Prabowo Subianto.
“Jadi kalau shalat Maghrib baca Al Fatihah, ‘waladholin…. Ada yang diem sekarang pak. Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya.
Kemudian Zulhas juga mengatakan ada fenomena yang duduk tahiyat menunjuk tidak lagi menggunakan satu jari tetapi dua jari.
“Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah), saking apa itu ya,” ujar Zulhas. [ ]
Suaraislam.id
Ketua API Jabar Jelaskan Delik dari Ucapan Zulhas yang Diduga Menista Agama
Jakarta (SI Online) – Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus di atas segala-galanya. Tidak boleh kecintaan kepada makhluk melebihi kecintaan kepada al Khaliq (maha pencipta) yaitu Allah SWT.“Seseorang boleh mencintai siapapaun, kita mencintai ibu, ayah, saudara dan yang lainnya. Akan tetapi kecintaan kepada Allah itu harus di atas segala-galanya,” jelas Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian online pada Jumat pagi (22/12/2023).Sehingga, kata Ustaz Asep, jika ada seseorang yang lebih cinta kepada makhluk dari pada kepada Allah, itu bermasalah dalam soal keimanan.Dalam kajian tersebut, seorang jemaah bertanya terkait polemik saat ini, yaitu ucapan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) soal ada yang tidak mengucapkan “amin” usai pembacaan Al Fatihah dan mengganti satu telunjuk menjadi dua telunjuk saat tasyahud. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Asep menjelaskan dimana letak permasalahannya.“Masalahnya ada di ucapan ‘saking cintanya’ kepada capres (calon presiden) tertentu, sampai-sampai tidak mau mengucapkan “amin” karena diidentikan kalimat dukungan untuk capres yang lain dan mengganti gerakan tasyahud dari satu jari telunjuk menjadi dua jari sebagai simbol dukungan kepada capres tertentu,” jelas Ustaz Asep.Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa gerakan shalat sudah ada aturan syariatnya yang tidak boleh diubah-ubah. “Shalat itu ibadah utama yang ada tata cara dan contohnya dari Nabi Muhammad SAW, shalat adalah momen kita berinteraksi kepada Allah, wujud cinta kepada Allah, tidak boleh diubah-ubah, apalagi dengan alasan cinta kepada makhluk,” tuturnya.“Jadi itu deliknya, mengganti gerakan shalat karena saking cintanya kepada makhluk, dalam hal ini kepada capres yang didukungnya. Mengganti gerakan shalat itu dilarang karena melanggar syariat,” tambah Ustaz Asep.Lain halnya jika yang diucapkan dalam bentuk kewaspadaan. “Misalnya dia mengatakan jangan sampai karena mendukung capres tertentu sampai-sampai tidak mengatakan “amin” dan mengganti gerakan tasyahud. Nah kalau seperti itu bisa dipahami, artinya dia sedang edukasi supaya tidak melanggar syariat hanya karena urusan politik,” jelas Ustaz Asep.“Akan tetapi ini yang diucapkan adalah karena saking cintanya kepada capres, sampai-sampai ada yang mengganti ucapan dan gerakan shalat, jadi seolah-olah ada kejadiannya,” tambahnya kemudian.Ia juga mempertanyakan, di mana dan kapan kejadian ada momen pergantian tata cara shalat tersebut. “Jangan-jangan dia ngarang, seolah-olah ada yang melakukan itu, kalau tidak ada mungkin karena sedang ‘menjilat’ capres yang didukungnya,” tutur Ustap Asep.Sehingga, lanjut dia, jika masalah ini sampai diproses hukum, maka di dalam pengadilan harus dibuktikan pernyataan tersebut.Ustaz Asep mengingatkan, bahwa fokus masalah ini tentang dugaan penistaan agama, jangan dibawa ke ranah politik karena bisa memecah belah masyarakat. “Siapapun orangnya, dari agama apapun dia, baik dalam momen kontestasi politik ataupun tidak, tidak boleh melakukan penistaan agama,” tandasnya.Sebelumnya, beredar video Zulhas yang mengungkapkan adanya fenomena dimana ada jemaah shalat tidak mau membaca “amin” usai pembacaan surat Al-Fatihah. Hal itu, disinyalir karena kata “amin” dianggap sebagai kalimat dukungan untuk pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin (AMIN), sementara yang shalat adalah pendukung Prabowo Subianto.“Jadi kalau shalat Maghrib baca Al Fatihah, ‘waladholin…. Ada yang diem sekarang pak. Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya.Kemudian Zulhas juga mengatakan ada fenomena yang duduk tahiyat menunjuk tidak lagi menggunakan satu jari tetapi dua jari.“Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah), saking apa itu ya,” ujar Zulhas.red: adhila