Tag:

API Jabar

Sambut Seruan Global Ismail Haniyah, API Jabar Gelar Aksi Bela Palestina

Bandung (SI Online) – Sejumlah umat Muslim dari berbagai elemen yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) menggelar aksi solidaritas untuk Palestina di depan Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/8/2024).API Jabar mengecam tindakan genosida yang dilakukan penjajah Israel terhadap rakyat Gaza, Palestina. Mereka juga menyampaikan taziyah dan doa atas syahidnya Pimpinan Gerakan Islam Hamas, Ismail Haniyah.“Aksi ini digelar sebagai respon atas amanah yang disampaikan beliau (Ismai Haniyah) yang menyerukan bahwa 3 Agustus itu sebagai hari seruan global untuk selamatkan Gaza dan bebaskan tawanan Palestina,” jelas Ketua API Jabar Ustaz Asep Syaripuddin.“Dan untuk itulah kami API Jabar menyambut seruan tersebut dengan menggelar aksi dengan tema “Resolusi Bandung untuk Pembebasan Al Aqsha dan Kemerdekaan Palestina,” tambahnya.Pihaknya menegaskan bahwa umat Islam khususnya di Bandung akan terus mendukung perjuangan Palestina, terutama memberi perhatian khusus kepada umat Islam di Gaza yang saat ini sedang diperangi. “Bahwasanya Bandung ini sahabat Gaza, kita mengutuk atas pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyah, itu merupakan cara-cara biadab dan merupakan pelanggaran internasional,” jelas Ustaz Asep.“Dan kita juga ingin menyerukan bahwasanya, meskipun Kepala Biro Politik Hamas telah syahid, perjuangan pembebasan Palestina akan terus berlanjut, dan kami dari API Jabar selalu mendukung para pejuang Palestina yaitu Hamas yang telah terbukti dan terpuji menjadi lokomotif gerakan untuk perlawanan pembebasan Baitul Maqdis dan kemerdekaan Palestina,” tegasnya.Ketua API Jabar Ustaz Asep SyaripuddinAPI Jabar mengingatkan bahwa memperjuangkan kemerdekaan Palestina terkhusus Baitul Maqdis atau Al quds atau Masjidil Aqsa itu bukan hanya kewajiban bangsa Palestina tetapi umat Islam seluruhnya.“Oleh karena itu kita serukan juga sekaligus kita mengajak kepada segenap komponen umat Islam khususnya di Indonesia untuk terus melakukan gerakan pembelaan dalam konteks membebaskan Masjidil Aqsa dan kemerdekaan Palestina,” tuturnya.Kepada pemerintah Indonesia, API Jabar menyerukan untuk lebih serius keterlibatannya untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. “Juga kepada negara-negara Arab, seharusnya mereka yang paling dekat di kawasan Timur Tengah untuk bisa membantu rakyat Palestina dengan tindakan nyata,” tandasnya.Aksi tersebut dihadiri jamaah dari berbagai kelompok seperti Ormas Islam, Majelis Taklim, DKM dan lainnya. Aksi ini juga dihadiri pimpinan ormas Islam, seperti Habib Zaki Al Idrus (Ketua DPD FPI JAbar), Dr KH Ahmad Rofi (Pimpinan MPUII), KH Ahmad Nahrowi (Ketua Majelis Syuro FPI Jabar), Ust haris (DPW Syarikat Islam Jabar), Ust Alimudin (FSUI Bandung Raya) dan lainnya.red: adhila

Ketua API Jabar: Hari Kemerdekaan, 9 Ramadan Momentum Lawan Kezaliman

Jakarta (SI Online) – Bulan Ramadan juga disebut sebagai Syahrul Jihad wal Futuhat, yaitu bulan perjuangan dan penaklukan.Dahulu Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam pada tahun kedua hijrah atau 15 tahun kenabian bersama para sahabat melakukan perang Badar melawan orang-orang kafir.“Jumlah pasukan Rasulullah dan para sahabat hanya 313 orang, musuhnya seribu lebih, tapi dengan izin Allah bisa mengalahkan pasukan yang besar,” jelas Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) saat berorasi dalam aksi tolak pemilu curang di depan kantor KPU, Jakarta, Senin (18/3/2024).Dalam konteks Indonesia, kata Ustaz Asep, pada tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriyah itu dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertepatan pada hari Jumat, atau 17 Agustus 1945 masehi.“Maksud saya besok 9 Ramadan 1445 hijriah adalah usia 81 tahun kemerdekaan RI, besok adalah momentum mengusir penjajah. Maka kita berkomitmen memerdekaan Indonesia dari kezaliman,” jelasnya.Ia menjelaskan bahwa Pemilu adalah upaya melakukan perubahan. “Pemilu kita ikuti sebagai ikhtiar untuk menghentikan kezaliman,” tegas Ustaz Asep.Kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihaknya mengingatkan bahwas asas pemilu adalah luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).“Asas pemilu itu bukan tenang dan damai tetapi luber dan jurdil. Jika luber jurdil maka situasi akan damai dan tenang, akan tetapi jika terjadi kecurangan maka tidak akan ada ketenangan dan kedamaian,” jelas Ustaz Asep.Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan agar penyelenggara negara harus jurdil. “Jika tidak, jangan salahkan rakyat jika akan mengambil jalannya sendiri,” tandasnya.red: adhila

Ketua API Jabar: Hari Kemerdekaan, 9 Ramadhan Momentum Lawan Kezaliman

Jakarta (SI Online) – Bulan Ramadan juga disebut sebagai Syahrul Jihad wal Futuhat, yaitu bulan perjuangan dan penaklukan.Dahulu Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam pada tahun kedua hijrah atau 15 tahun kenabian bersama para sahabat melakukan perang Badar melawan orang-orang kafir.“Jumlah pasukan Rasulullah dan para sahabat hanya 313 orang, musuhnya seribu lebih, tapi dengan izin Allah bisa mengalahkan pasukan yang besar,” jelas Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) saat berorasi dalam aksi tolak pemilu curang di depan kantor KPU, Jakarta, Senin (18/3/2024).Dalam konteks Indonesia, kata Ustaz Asep, pada tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriyah itu dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertepatan pada hari Jumat, atau 17 Agustus 1945 masehi.“Maksud saya besok 9 Ramadan 1445 hijriah adalah usia 81 tahun kemerdekaan RI, besok adalah momentum mengusir penjajah. Maka kita berkomitmen memerdekaan Indonesia dari kezaliman,” jelasnya.Ia menjelaskan bahwa Pemilu adalah upaya melakukan perubahan. “Pemilu kita ikuti sebagai ikhtiar untuk menghentikan kezaliman,” tegas Ustaz Asep.Kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihaknya mengingatkan bahwas asas pemilu adalah luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).“Asas pemilu itu bukan tenang dan damai tetapi luber dan jurdil. Jika luber jurdil maka situasi akan damai dan tenang, akan tetapi jika terjadi kecurangan maka tidak akan ada ketenangan dan kedamaian,” jelas Ustaz Asep.Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan agar penyelenggara negara harus jurdil. “Jika tidak, jangan salahkan rakyat jika akan mengambil jalannya sendiri,” tandasnya.red: adhila

Soal Pembubaran Pengajian, API Jabar: Kedepankan Dialog dan Utamakan Persatuan

Bandung (Mediaislam.id) – Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) Ustaz Asep Syaripudin mengaku prihatin dengan terjadinya kembali pembubaran pengajian oleh organisasi masyarakat (ormas). Menurut Ustaz Asep, seharusnya jika ada perbedaan pendapat maka yang dilakukan adalah dialog, bukan kekerasan. “Seharusnya argumen dibalas dengan argumen, pendapat disikapi dengan pendapat, jangan pendapat direspon dengan kekerasan,” ujarnya dalam kajian online pada Jumat pagi (8/3/2024). Ustaz Asep menjelaskan bahwa dalam beragama harus dilandasi dengan dalil atau dasar hukum. “Dalam beragama itu harus berdalil, ketika beda dalil atau ada perbedaan dalam interpretasi terhadap dalil, maka harus saling menghargai, selama perbedaan itu ada dalilnya,” jelasnya. “Dan jika dalam perbedaan itu ditemukan kesalahan, maka yang dilakukan adalah dialog, ditunjukkan dimana kesalahannya sehingga ada perbaikan,” tambah Ustaz Asep. Dalam Islam, kata Ustaz Asep, ada yang namanya ushul (pokok, utama) dan furu (cabang). Dalam hal yang utama tidak boleh ada perbedaan, akan tetapi dalam wilayah furu maka boleh terjadi perbedaan (khilaf). “Contoh wilayah khilaf itu seperti qunut atau tidak qunut, maulid atau tidak maulid, itu hal-hal yang boleh berbeda dan bisa didiskusikan tidak boleh mutlak-mutlakan, harus saling menghargai dalam perbedaan,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa prinsip umat Islam harus sesuai perintah Al-Qur’an, yaitu keras kepada kaum kafir dan lemah lembut kepada sesama muslim. “Sesama umat Islam walaupun beda kelompok atau organisasi selama mereka ahlussunah wal jemaah mereka adalah Muslim meski ada perbedaan dalam metodologinya, dan sesama ahlussunnah wal jemaah itu harus mengedapankan persatuan, tidak boleh berpecah belah,” tuturnya. “Kecuali kepada kelompok yang jelas telah dinyatakan menyimpang oleh para ulama seperti Syiah dan Ahmadiyah, terhadap mereka harus tegas, tidak boleh dibiarkan ada penyimpangan,” tambahnya. Oleh karena itu, Ustaz Asep mengingatkan agar sesama umat Islam harus saling melengkapi dalam perbedaan dan menguatkan persatuan. Ia juga mengingatkan umat Islam untuk tidak berpecah-belah. Seperti diketahui, kasus pembubaran pengajian kembali terjadi baru-baru ini di Surabaya. Pengajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah di Masjid Assalam Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, dibubarkan anggota GP Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), pada Kamis (22/2/2024). Penolakan tersebut sempat diwarnai kericuhan antara personel Banser bersama GP Ansor Gunung Anyar dengan jemaah Masjid Assalam Purimas. [ ]

Prihatin dengan Pembubaran Pengajian, API Jabar Serukan Persatuan Umat Islam

Bandung (SI Online) – Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) Ustaz Asep Syaripudin mengaku prihatin dengan terjadinya kembali pembubaran pengajian oleh organisasi masyarakat (ormas).Menurut Ustaz Asep, seharusnya jika ada perbedaan pendapat maka yang dilakukan adalah dialog, bukan kekerasan. “Seharusnya argumen dibalas dengan argumen, pendapat disikapi dengan pendapat, jangan pendapat direspon dengan kekerasan,” ujarnya dalam kajian online pada Jumat pagi (8/3/2024).Ustaz Asep menjelaskan bahwa dalam beragama harus dilandasi dengan dalil atau dasar hukum, sementara dalam ajaran Islam dalil itu banyak ragamnya dan memiliki perbedaan.“Dalam beragama itu harus berdalil, dan dalam berdalil itu boleh ada yang beda, jika ada perbedaan maka harus saling menghargai, selama perbedaan itu ada dalilnya,” jelasnya.“Dan jika dalam perbedaan itu ditemukan kesalahan, maka yang dilakukan adalah dialog, ditunjukkan dimana kesalahannya sehingga ada perbaikan,” tambah Ustaz Asep.Dalam Islam, kata Ustaz Asep, ada yang namanya ushul (utama) dan furu (cabang). Dalam hal yang utama tidak boleh ada perbedaan, akan tetapi dalam wilayah furu maka boleh terjadi perbedaan (khilaf).“Contoh wilayah khilaf itu seperti qunut atau tidak qunut, maulid atau tidak maulid, itu hal-hal yang boleh berbeda dan bisa didiskusikan tidak boleh mutlak-mutlakan, harus saling menghargai dalam perbedaan,” jelasnya.Ia menegaskan bahwa prinsip umat Islam harus sesuai perintah Al-Qur’an, yaitu keras kepada kaum kafir dan lemah lembut kepada sesama muslim.“Sesama umat Islam walaupun beda kelompok atau organisasi selama mereka ahlussunah wal jemaah mereka adalah Muslim meski ada perbedaan dalam metodologinya, dan sesama ahlussunnah wal jemaah itu harus mengedapankan persatuan, tidak boleh berpecah belah,” tuturnya.“Kecuali kepada kelompok yang jelas telah dinyatakan menyimpang oleh para ulama seperti Syiah dan Ahmadiyah, terhadap mereka harus tegas, tidak boleh dibiarkan ada penyimpangan,” tambahnya.Oleh karena itu, Ustaz Asep mengingatkan agar sesama umat Islam harus saling melengkapi dalam perbedaan dan menguatkan persatuan. Ia juga mengingatkan umat Islam untuk tidak berpecah-belah.Seperti diketahui, kasus pembubaran pengajian kembali terjadi baru-baru ini di Surabaya.Pengajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah di Masjid Assalam Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, dibubarkan anggota GP Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), pada Kamis (22/2/2024).Penolakan tersebut sempat diwarnai kericuhan antara personel Banser bersama GP Ansor Gunung Anyar dengan jemaah Masjid Assalam Purimas.red: adhila

Dugaan Penistaan Agama, Ketua API Jabar Jelaskan Delik Ucapan Zulhas

Jakarta (Mediaislam.id) – Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus di atas segala-galanya. Tidak boleh kecintaan kepada makhluk melebihi kecintaan kepada al Khaliq (sang maha pencipta) yaitu Allah SWT. “Seseorang boleh mencintai siapapun, kita mencintai ibu, ayah, anak, saudara, suami terhadap istri atau sebaliknya atau yang lainnya. Akan tetapi kecintaan kepada Allah itu harus di atas segala-galanya,” jelas Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian online pada Jumat (22/12/2023). Sehingga, kata Ustaz Asep, jika ada seseorang yang lebih cinta kepada makhluk dari pada kepada Allah, itu bermasalah dalam soal keimanan. Dalam kajian tersebut, seorang jemaah bertanya terkait polemik saat ini, yaitu ucapan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) soal ada yang tidak mengucapkan “amin” usai pembacaan Al Fatihah dan mengganti satu telunjuk menjadi dua telunjuk saat tasyahud. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Asep menjelaskan dimana letak permasalahannya. “Masalahnya ada di ucapan ‘saking cintanya’ kepada capres (calon presiden) tertentu, sampai-sampai tidak mau mengucapkan “amin” karena diidentikan kalimat dukungan untuk capres yang lain dan mengganti gerakan tasyahud dari satu jari telunjuk menjadi dua jari sebagai simbol dukungan kepada capres tertentu,” jelas Ustaz Asep. Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa gerakan shalat sudah ada aturan syariatnya yang tidak boleh diubah-ubah. “Shalat itu ibadah utama yang ada tata cara dan contohnya dari Nabi Muhammad SAW, shalat adalah momen kita berinteraksi kepada Allah, wujud cinta kepada Allah, tidak boleh diubah-ubah, apalagi dengan alasan cinta kepada makhluk,” tuturnya. “Jadi itu deliknya, mengganti gerakan shalat karena saking cintanya kepada makhluk, dalam hal ini kepada capres yang didukungnya. Mengganti gerakan shalat itu dilarang karena melanggar syariat,” tambah Ustaz Asep. Lain halnya jika yang diucapkan dalam bentuk kewaspadaan. “Misalnya dia mengatakan jangan sampai karena mendukung capres tertentu sampai-sampai tidak mengatakan “amin” dan mengganti gerakan tasyahud. Nah kalau seperti itu bisa dipahami, artinya dia sedang edukasi supaya tidak melanggar syariat hanya karena urusan politik,” jelas Ustaz Asep. “Akan tetapi ini yang diucapkan adalah karena saking cintanya kepada capres, sampai-sampai ada yang mengganti ucapan dan gerakan shalat, jadi seolah-olah ada kejadiannya,” tambahnya kemudian. Ia juga mempertanyakan, di mana dan kapan kejadian ada momen pergantian tata cara shalat tersebut? “Jangan-jangan dia ngarang, seolah-olah ada yang melakukan itu, kalau tidak ada mungkin karena sedang ‘menjilat’ capres yang didukungnya,” tutur Ustap Asep. Sehingga, lanjut dia, jika masalah ini sampai diproses hukum, maka di dalam pengadilan harus dibuktikan pernyataan tersebut. Ustaz Asep mengingatkan, bahwa fokus masalah ini tentang dugaan penistaan agama, jangan dibawa ke ranah politik karena bisa memecah belah masyarakat. “Siapapun orangnya, dari agama apapun dia, baik dalam momen kontestasi politik ataupun tidak, tidak boleh melakukan penistaan agama,” tandasnya. Sebelumnya, beredar video Zulhas yang mengungkapkan adanya fenomena dimana ada jemaah shalat tidak mau membaca “amin” usai pembacaan surat Al-Fatihah. Hal itu, disinyalir karena kata “amin” dianggap sebagai kalimat dukungan untuk pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin (AMIN), sementara yang shalat adalah pendukung Prabowo Subianto. “Jadi kalau shalat Maghrib baca Al Fatihah, ‘waladholin…. Ada yang diem sekarang pak. Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya. Kemudian Zulhas juga mengatakan ada fenomena yang duduk tahiyat menunjuk tidak lagi menggunakan satu jari tetapi dua jari. “Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah), saking apa itu ya,” ujar Zulhas. [ ]

Ketua API Jabar Jelaskan Delik dari Ucapan Zulhas yang Diduga Menista Agama

Jakarta (SI Online) – Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus di atas segala-galanya. Tidak boleh kecintaan kepada makhluk melebihi kecintaan kepada al Khaliq (maha pencipta) yaitu Allah SWT.“Seseorang boleh mencintai siapapaun, kita mencintai ibu, ayah, saudara dan yang lainnya. Akan tetapi kecintaan kepada Allah itu harus di atas segala-galanya,” jelas Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian online pada Jumat pagi (22/12/2023).Sehingga, kata Ustaz Asep, jika ada seseorang yang lebih cinta kepada makhluk dari pada kepada Allah, itu bermasalah dalam soal keimanan.Dalam kajian tersebut, seorang jemaah bertanya terkait polemik saat ini, yaitu ucapan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) soal ada yang tidak mengucapkan “amin” usai pembacaan Al Fatihah dan mengganti satu telunjuk menjadi dua telunjuk saat tasyahud. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Asep menjelaskan dimana letak permasalahannya.“Masalahnya ada di ucapan ‘saking cintanya’ kepada capres (calon presiden) tertentu, sampai-sampai tidak mau mengucapkan “amin” karena diidentikan kalimat dukungan untuk capres yang lain dan mengganti gerakan tasyahud dari satu jari telunjuk menjadi dua jari sebagai simbol dukungan kepada capres tertentu,” jelas Ustaz Asep.Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa gerakan shalat sudah ada aturan syariatnya yang tidak boleh diubah-ubah. “Shalat itu ibadah utama yang ada tata cara dan contohnya dari Nabi Muhammad SAW, shalat adalah momen kita berinteraksi kepada Allah, wujud cinta kepada Allah, tidak boleh diubah-ubah, apalagi dengan alasan cinta kepada makhluk,” tuturnya.“Jadi itu deliknya, mengganti gerakan shalat karena saking cintanya kepada makhluk, dalam hal ini kepada capres yang didukungnya. Mengganti gerakan shalat itu dilarang karena melanggar syariat,” tambah Ustaz Asep.Lain halnya jika yang diucapkan dalam bentuk kewaspadaan. “Misalnya dia mengatakan jangan sampai karena mendukung capres tertentu sampai-sampai tidak mengatakan “amin” dan mengganti gerakan tasyahud. Nah kalau seperti itu bisa dipahami, artinya dia sedang edukasi supaya tidak melanggar syariat hanya karena urusan politik,” jelas Ustaz Asep.“Akan tetapi ini yang diucapkan adalah karena saking cintanya kepada capres, sampai-sampai ada yang mengganti ucapan dan gerakan shalat, jadi seolah-olah ada kejadiannya,” tambahnya kemudian.Ia juga mempertanyakan, di mana dan kapan kejadian ada momen pergantian tata cara shalat tersebut. “Jangan-jangan dia ngarang, seolah-olah ada yang melakukan itu, kalau tidak ada mungkin karena sedang ‘menjilat’ capres yang didukungnya,” tutur Ustap Asep.Sehingga, lanjut dia, jika masalah ini sampai diproses hukum, maka di dalam pengadilan harus dibuktikan pernyataan tersebut.Ustaz Asep mengingatkan, bahwa fokus masalah ini tentang dugaan penistaan agama, jangan dibawa ke ranah politik karena bisa memecah belah masyarakat. “Siapapun orangnya, dari agama apapun dia, baik dalam momen kontestasi politik ataupun tidak, tidak boleh melakukan penistaan agama,” tandasnya.Sebelumnya, beredar video Zulhas yang mengungkapkan adanya fenomena dimana ada jemaah shalat tidak mau membaca “amin” usai pembacaan surat Al-Fatihah. Hal itu, disinyalir karena kata “amin” dianggap sebagai kalimat dukungan untuk pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin (AMIN), sementara yang shalat adalah pendukung Prabowo Subianto.“Jadi kalau shalat Maghrib baca Al Fatihah, ‘waladholin…. Ada yang diem sekarang pak. Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya.Kemudian Zulhas juga mengatakan ada fenomena yang duduk tahiyat menunjuk tidak lagi menggunakan satu jari tetapi dua jari.“Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah), saking apa itu ya,” ujar Zulhas.red: adhila

API Jabar Tuntut Ormas Pro Israel Dibubarkan

Jakarta (Mediaislam.id) – Saat ini bangsa Indonesia termasuk pemerintah di dalamnya sedang menunjukkan solidaritasnya untuk bangsa Palestina yang sedang diperangi oleh penjajah zionis Israel. “Oleh karena itu mereka yang menyerang massa yang melakukan aksi mendukung Palestina itu sedang menunjukkan penentangan terhadap pemerintah dan bangsa Indonesia secara umum,” ujar Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) Ustaz Asep Syaripuddin dalam sebuah diskusi bertajuk “Tragedi Bitung: Aksi Bela Palestina Dipersekusi, Negara Gagal Melindungi Rakyat?” pada Senin malam (27/11/2023). Apalagi, kata Ustaz Asep, dalam konstitusi negara kita jelas tercatat bahwa bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan. “Nah mereka itu (yang melakukan penyerangan) di Bitung telah melakukan tindakan yang mendistorsi komitmen kebangsaan Indonesia,” jelasnya. Para pelaku penyerangan membawa senjata tajam dan mengibarkan bendera Israel. Hal itu menunjukkan sikap mendukung penjajah yang itu bertentangan dengan konstitusi dan melanggar larangan pengibaran bendera Israel. “Oleh karena itu, API Jabar menuntut agar pelaku yang melakukan tindakan pembantaian semuanya harus segera ditangkap dan dihukum berat,” tegas Ustaz Asep. “Kedua API Jabar menuntut agar ormas yang mendukung Israel seperti itu harus dibubarkan apalagi membakar bendera Palestina,” tambahnya. Terkait tuntutan pembubaran ormas ini, Ustaz Asep mengingatkan prinsip equality before the law (persamaan di depan hukum) kepada Menkopolhukam Mahfud MD. “Pemerintah pernah dengan otoriteria melakukan pembubaran terhadap dua ormas Islam yaitu HTI dan FPI, padahal sepengatahuan saya mereka tidak pernah melakukan pembantaian terhadap penganut agama lain. Justru yang lebih dikenal masyarakat adalah kegiatan sosial mereka yang aktif menolong masyarakat yang terkena bencana,” jelasnya. Selain itu, Ustaz Asep juga menyinggung soal museum Holocaust di Minahasa. “Di Minahasa ada museum Holocaust yang merupakan propaganda Zionis Israel, saya melihat terjadinya peristiwa penyerangan terhadap massa aksi bela Palestina bukan hanya sesuatu yang salah paham, bisa jadi ini merupakan ekspresi mereka yang sedang melakukan pembelaan terhadap Israel,” ujarnya. Menurutnya, keberadaan museum Holocaust di Minahasa merupakan simbol bahwa di sana ada yang mendukung Zionis Israel. “Oleh karena itu, melalui peristiwa ini tidak boleh dilihat hanya pristiwa kriminal yang harus dihukum, tapi prinsipnya di sana ada sekelompok orang yang menjadi simpatisan atau bahkan agen zionis,” ungkap Ustaz Asep. “Ini ironi jika ada sekelompok pendukung penjajah di negara mayoritas Muslim yang konstitusinya menentang penjajahan,” tambahnya. “Oleh karena itu kita meminta sebaiknya museum Holocoust itu ditutup saja, tidak boleh ada museum yang merupakan simbol propaganda zionis Israel di negeri yang anti penjajahan ini,” tegas Ustaz Asep. Terkait aksi peduli Palestina di Bitung, Ustaz Asep mengatakan bahwa massa tersebut sedang mengekspresikan keimanannya dengan mempedulikan saudara-saudara di Palestina. “Orang yang sedang mengekspresikan keimanan kemudian diserang itu artinya menujukkan permusuhan kepada Islam. Ini tirani minoritas, ini tragedi yang luar biasa, ada di sebuah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim tapi diserang oleh orang diluar Islam, ini memilukan,” tuturnya. Oleh karena, kata Ustaz Asepp, aparat harus bersikap tegas agar keadilan hukum bisa diperlihatkan dan bisa meredam kemarahan masyarakat Muslim yang tidak terima saudaranya di Bitung dizalimi. “Sebelum ini akan menyulut dengan kemudian menimbulkan konflik yang lebih besar maka aparat penegak hukum harus bersikap tegas,” tandas Ustaz Asep. [ ]