Tag:
aliran sesat
Suaraislam.id
Sikapi Aliran Sesat, MUI Komitmen Jadi Garda Terdepan Lindungi Akidah Umat
Jakarta (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pengkajian dan Penelitian menyatakan komitmennya untuk terus menjadi garda terdepan untuk melindungi akidah umat.Ketua MUI Bidang Pengkajian dan Penelitian Prof Utang Ranuwijaya menyampaikan, hal ini tidak terlepas dari tugas dan fungsi MUI sebagai mitra pemerintah dan pelayan serta penjaga umat.Prof Utang menambahkan, dalam menjaga dan melayani umat, hal yang paling mendasar adalah menjaga umat dari aspek akidah. Oleh karena itu, tegasnya, MUI siap menjadi garda terdepan dalam menjaga akidah umat.“Jadi kita sebenarnya di garda terdepan agar umat akidahnya terjaga. Tidak ada yang menyesatkan dan terganggu, termasuk memurtadkan,” kata Prof Utang pada kamis (11/7/2024), dalam Refleksi Jelang Milad ke-49 MUI.Prof Utang menjelaskan, kasus menyesatkan dan memurtadkan umat sangat beririsan. Hal ini apabila ada aliran yang dinilai sesat, tetapi ada umat yang masuk ke dalam aliran tersebut, maka umat itu bukan hanya tersesat, tetapi juga murtad.“Sebagaimana orang masuk Ahmadiyah dan Gafatar. Meskipun kita mengatakan itu aliran sesat, tetapi umat kita dimurtadkan kalau masuk ke kelompok mereka sebenarnya,” tuturnya.Oleh karena itu, Prof Utang menekankan, pentingnya MUI Bidang Penelitian dan Pengkajian adalah menjadi garda terdepan dalam mengawal dan menjaga akidah umat.Lebih lanjut, Prof Utang mengatakan, pihaknya dalam melakukan pembinaan bersinergi dengan komisi-komisi yang ada di MUI. Misalnya, dalam melakukan pembinaan umat yang telah tersesat, pihaknya bekerja sama dengan Komisi Dakwah MUI.Prof Utang menyampaikan, pihaknya juga tengah melakukan pengawasan terhadap LDII dan GMI bersama dengan komisi lain yang ada di MUI. Selain itu, pihaknya juga sedang melakukan pengawasan terhadap kasus perorangan di masyarakat, seperti Ghufron.“Kasus yang seperti itu dan yang (seperti mengaku) Malaikat Jibril, Nabi Isa, nabi baru, Imam Mahdi, itu menjadi konsen bidang saya,” tuturnya.Prof Utang menegaskan, ketika masuk ke dalam pembinaan, bukan hanya bidangnya yang memiliki keterlibatan, tetapi juga sejumlah komisi yang ada di MUI.“Misalnya tim pembina dan pengawas LDII itu ada Komisi Pendidikan, Komisi Fatwa, Komisi Ekonomi dan lain-lain,” sambungnya.Begitu juga, dengan tim yang ada di GMI. Kemudian, tim-tim yang menangani kasus-kasus lain yang juga terdiri dari gabungan komisi.“Bidang Pengkajian dan Penelitian ini tetap akan konsen tugasnya menjaga akidah umat. Tentu saja ke depan itu, kemungkinan akan semakin berat masalah-masalah yang akan dihadapi umat (khususnya) persoalan akidah,” tegasnya.Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga menyoroti perkembangan media sosial (medsos) yang kerap beredar tayangan-tayangan yang mengganggu akidah umat.“Medsos ini belum begitu banyak dijamah kita. Untuk selanjutnua kita akan konsen di medsos memantau tayangan penyesatan, pemurtadan, dan penistaan terhadap akidah dan syariat Islam,” tandasnya.sumber: muidigital
Suaraislam.id
Ceramah Ghufron Resahkan Umat, Ketua MUI: Kita Selesaikan dengan Cara Dakwah Maupun Jalur Hukum
Jakarta (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan membina dan meluruskan kembali pemahaman Iyus Sugirman atau yang diperkanalkan di media sosial dengan sebutan Mama Ghufron, seiring dengan kontroversi-kontroversi yang ditimbulkannya.“Insyaallah terus akan kita tangani dengan cara dibina dan diluruskan pemahamannya. Kita akan gali sejauh mana ajaran-ajarannya. Kita selesaikan dengan cara dakwah maupun dengan menempuh jalur hukum,” ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/07/2024).Nama Mama Ghufron belakangan menjadi perbincangan di media sosial. Pasalnya, potongan-potongan videonya memunculkan kontroversi.Dalam potongan-potongan video yang beredar, Ghufron mengaku-ngaku bisa berbicara dengan semut, panggilan video dengan malaikat, dan kontroversi lainnya.Cholil Nafis mengatakan MUI tengah melakukan pengkajian lebih lanjut terkait ajaran yang dibawa oleh Ghufron. Ia mengaku terheran-heran saat melihat video Ghufron bisa melakukan panggilan video dengan malaikat.“Ada statemen yang menyatakan video call dengan malaikat maut. Gimana caranya? Di sini sudah tidak berdasar sama sekali apa yang diucapkan,” kata dia.Ketua Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan MUI Utang Ranuwijaya mengaku telah berkomunikasi dengan MUI Kabupaten Malang merespons kasus tersebut. Pasalnya, telah banyak pertanyaan dari masyarakat terkait Mama Ghufron.“Hadirnya seorang yang sangat kontroversial yang sangat meresahkan masyarakat. MUI Malang juga telah berupaya untuk bertemu dengan Mama Ghufron, tapi yang bersangkutan tidak menghadiri undangan tersebut,” kata Utang.Mangkirnya dari undangan MUI Malang tersebut, Utang menyampaikan bahwa hal ini menjadi framing bahwa yang bersangkutan seperti tidak ada masalah dengan MUI.Namun demikian, pihaknya dan tim masih terus berkoordinasi dengan MUI daerah untuk mencari penyelesaiannya. Upaya tersebut dilakukan sebagai langkah agar media sosial tidak memberikan dampak negatif terhadap pemahaman keagamaan yang salah.[]sumber: ANTARA
Suaraislam.id
Sesatkan Masyarakat, MUI Dorong Penyelesaian Polemik Mama Ghufron
Jakarta (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong adanya penyelesaian dalam menyikapi munculnya fenomena Mama Ghufron yang kontroversial.“Kami terus mengupayakan, terus koordinasi dengan MUI daerah. Kami dari pusat mendorong supaya ini ada penyelesaian. Karena ini sangat menyesatkan masyarakat,“ kata Ketua MUI Bidang Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan, Prof Utang Ranuwijaya, Selasa (9/7/2024).“Kalau ini tidak ditangani oleh teman-teman daerah tentu ini akan terus mempengaruhi dunia medsos dan akan memberi pengaruh yang negatif terhadap perkembangan pemahaman keagamaan,” imbuhnya.Kemunculan Gufron menurut MUI berpotensi memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan keagamaan. Kehadirannya membuat banyak kontroversi dan narasi yang menyesatkan di berbagai media, terlebih di media sosial.Menurut Prof Utang, saat ini MUI sedang berupaya membangun koordinasi dengan MUI Kabupaten Malang dan MUI Jawa Timur untuk berkomunikasi dengan pihak terkait agar segera melakukan penyelesaian terhadap masalah tersebut.“Kami dari bidang pengkajian melalui komisi pengkajian dan pengembangan sudah berkomunikasi dengan MUI Jawa Timur dan juga MUI Kabupaten Malang terkait hadirnya seorang yang sangat kontroversial dan meresahkan masyarakat. Kami melalui Komisi Pengkajian sudah memberi perintah supaya berkomunikasi dengan MUI malang. Menurut informasi, MUI malang juga sudah berusaha untuk bertemu dengan saudara Ghufron, hanya saja tidak bertemu orangnya,” tuturnya.Sementara itu, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH M Cholil Nafis PhD. Dia menyebut, MUI masih terus mengamati perkembangan berita di media terkait Mama Ghufron.“Ada statement yang menyatakan video call dengan malaikat maut. Gimana caranya? Di sini sudah tidak berdasar sama sekali apa yang diucapkan,” tegas Kiai Cholil di Jakarta, Selasa (9/7).Antusias warganet yang tidak terbendung merespons video viral ini, Ketua MUI Bidang Dakwah di sisi lain merasa khawatir masyarakat akan terbawa oleh ucapan-ucapan yang disampaikan Mama Ghufron.Kiai Cholil juga menambahkan MUI tetap berkomitmen untuk menjaga umat dari penyimpangan akidah. Jangan sampai ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menyebarluas.“Insya Allah terus akan kita tangani dengan cara dibina dan diluruskan pemahamannya. Kita akan gali sejauh mana ajaran-ajarannya. Kita selesaikan dengan cara dakwah maupun dengan menempuh jalur hukum,” kata dia.sumber: muidigital
Hidayatullah.com
Aliran Sesat Semakin Berani dan Bebas Merusak Agama Islam
Oleh: Risman Muchtar(Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat)
Di depan peserta pelatihan standardisasi Dai MUI saya pernah menyampaikan bahwa peluang dakwah di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Di Singapura dan di Malaysia jika anda mau ceramah atau Khutbah Jum’at harus ada lisensi atau surat izin dari pemerintah atau pemegang otoritas tempatan. Selain itu anda juga tidak bisa menyampaikan tema atau konten ceramah atau khutbah yang tidak sejalan dengan Mazhab yang diakui oleh Negara.
Di Negara Saudi Arabia, jika anda berkhutbah dengan tema politik apalagi yang berisi kritik atau koreksi terhadap kebijakan pemerintah, ada harapan anda langsung diturunkan dari mimbar khutbah dan diganti dengan khatib yang lain, karena rakyat tidak boleh bicara politik sembarangan, urusan politik menjadi domain pemerintah.
Di Indonesia khutbah dan ceramah tidak perlu mendapat izin dari pemerintah, begitu juga tema dan konten dakwahnya tidak harus sejalan dengan Mazhab yang dianut oleh pemerintah, karena memang pemerintah tidak menentukan Mazhab resmi yang dianut oleh Negara, sekalipun umat Islam Indonesia mayoritas pengikut Mazhab Syafi’i dan beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sampai begitu bebasnya, orang gila dan sakit jiwa pun bebas bicara seenaknya mengatas-namakan agama; mengaku bisa mengatur Allah, malaikat, mengaku nabi, semua bisa selesai hanya dengan menyebut namanya. Herannya dapat panggung, dielu-elukan kedatangannya, sekalipun tidak ada tanda-tanda keulamaan di wajahnya, penampilannya dan cara bicaranya, tetapi masih saja ada yang percaya dan mendukungnya dan meyakini bahwa dia bisa menyelamatkan pengikutnya dari api neraka, karena dia sendiri yang akan menjaga neraka itu nantinya.
Sebenarnya di Indonesia ada UU No 1/PNPS 1965 yang mengatur tentang aliran sesat di mana salah satu tugas pokoknya adalah mengawasi munculnya aliran keagamaan yang menyimpang dari aslinya. Kondisi ini sering dijumpai di Indonesia, maka dibuatnya undang undang yang mengatur aliran sesat.
Berkaitan dengan pengawasan aliran sesat dan menyimpang ini dijelaskan dalam UU Kejaksaan sebagai berikut:Dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang UU Kejaksaan Pasal 30 ayat (3) huruf d dan e, berbunyi: “Kejaksaan mempunyai tugas dan kewenangan dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum dalam penyelenggaraan kegiatan pengawasan kepercayaan, yang dapat membahayakan masyarakat dan negara dan pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama”
Peraturan Jaksa Agung RI No: PER – 019/A/JA/09/2015 tentang tim koordinasi pengawasan aliran kepercayaan dan aliran keagamaan dalam masyarakat dan mewujudkan manajemen tim Pakem yang terintegrasi, tertib, terarah, dan akuntabel.Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai mitra strategis pemerintah dalam bidang keagamaan Islam bertugas untuk memberikan keputusan atau fatwa yang menyatakan bahwa suatu aliran atau kepercayaan di dalam Islam dipandang sesat dan menyimpag. Sebagai salah satu contoh; MUI pernah memfatwakan bahwa Islam Jama’ah atau sekarang lebih dikenal dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) adalah aliran sesat dan menyimpang, karena kelompok ini mengkafirkan orang-orang Islam di luar kelompoknya, dan menghukum mereka sebagai najis.
Sekarang mereka sudah memiliki paradigma baru, tetapi statusnya masih sebagai kelompok yang berada dalam pembinaan MUI, karena sebagian besar jama’ah mereka masih ada yang bersikap konservatif dan tetap dalam pandangan dan keyakinan yang lama, dan belum mau berbaur dalam pelaksanaan ibadah dengan kelompok lain (eksklusif) dan sebagian sudah ada yang bersikap moderat dan inklusif.
Sebagai aktifis di Muhammadiyah dan juga di Majelis Ulama Indonesia saya mengusulkan agar UU yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan aliran sesat dan menyimpang ini diaktifkan kembali, sehingga aliran sesat dan menyimpang ini dapat ditertibkan, karena bila dibiarkan akan berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan yang dapat mengganggu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian disampaikan secara terbuka kepada semua pihak terkait, agar menjadi perhatian untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Wallahu a’lamu Bish-shawab. Nashrun Minallahi Wafathun Qarieb
Arrahmah.id
Iran Tangkap Ratusan Pengikut Satanisme dan Kaum Telanjang
TEHERAN (Arrahmah.id) — Polisi Iran mengumumkan pada Jumat (17/5/2024) bahwa mereka menangkap lebih dari 250 orang, termasuk tiga orang asing, karena mempromosikan “satanisme” di sebelah barat ibu kota Iran, Teheran, media pemerintah melaporkan. “Pusat Informasi Polisi mengumumkan pengidentifikasian, pembongkaran, dan penangkapan luas terhadap anggota jaringan setan,” ungkap kantor berita negara IRNA (17/5), mengutip pernyataan polisi. […]
Hidayatullah.com
Inilah 10 Kreteria Aliran Sesat dari MUI
Hidayatullah.com—Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof. Dr. KH. Asrorun Niam Sholeh menyampaikan 10 kriteria aliran sesat yang menjadi parameter dalam menetapkan fatwa terkait akidah.
Selain itu, MUI juga telah menetapkan kriteria penetapan kafir, kriteria tidak mudah mengkafirkan seseorang, dan kriteria penodaan agama yang juga dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia.
Hal ini ia ungkapkan dalam kegiatan Upgrading dan Silaturahmi Alumni Standardisasi Dai MUI di Wisma Mandiri Jakarta, Senin (25/3/2024).
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan alasan mengapa keyakinan yang merupakan ranah akidah bisa menjadi bagian fatwa MUI.
Bahwa dalam hukum Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ahkam khuluqiyyah (hukum-hukum terkait akhlaq), ahkam amaliyyah (hukum-hukum terkait perbuatan), dan ahkam i’tiqadiyyah (hukum-hukum terkait akidah).
Hukum-hukum ini berdiri dalam ranahnya masing-masing. Tetapi selama ini, kebanyakan fatwa MUI berada dalam posisi ahkam amaliyyah.
“Salah satu yang menjadi tugas MUI adalah melakukan perlindungan kepada umat dari akidah yang salah dan sesat. Karenanya, dalam fatwa MUI juga membahas dan menetapkan terkait masalah-masalah akidah dan aliran keagamaan,” ungkapnya.
Dirinya mengakui bahwa akidah dan kepercayaan merupakan ranah privat yang sulit mendeteksi hukum yang dapat difatwakan. Namun, ranah ini akan menjadi bagian dari fatwa MUI jika akidah yang diyakini seseorang disebarkan dan disampaikan di ruang publik.
Akidah dan keyakinan yang telah manifest, bukan lagi bergerak dalam posisi ahkam i’tiqad tetapi berubah menjadi ahkam amaliyah. Artinya, sudah dalam domain fiqh yang bisa difatwakan MUI.
“Kalau dia menjadi keyakinan yang ada di dalam dada, fiqh tidak bisa menjangkau, tetapi jika keyakinan ini dituliskan, diekspesikan, didakwahkan, dan kemudian disebarkan itu sudah manifest menjadi a’malul jawarih (perilaku yang jelas) yang kemudian bisa difatwakan.” jelasnya.
Selama ini, MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa terkait hukum akidah seperti fatwa mengenai Jemaat Ahmadiyah, fatwa mengenai Gafatar, dan yang terbaru fatwa mengenai kasus Panji Gumilang.
Kyai Niam menegaskan bahwa dalam menetapkan fatwa tersebut, tentunya MUI tidak sembarangan. MUI melakukan banyak kajian dan tabayyun sebelum akhirnya fatwa dikeluarkan.
“Butuh pemahaman utuh untuk memahami asas penetapan fatwa mengenai akidah dan aliran keagamaan”, imbuhnya.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Inilah 10 kriteria, yang merupakan hasil yang disepakati dalam rapat kerja nasional MUI:
1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam.
2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i.
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Al-Quran.
4. Mengingkari otentisitas dari kebenaran Al-Quran.
5. Melakukan penafsiran Al-Quran yang tidak berdasar kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam.
7. Melecehkan atau mendustakan Nabi.
8. Mengingkari Nabi Muhammad ﷺ sebagai nabi terakhir.
9. Mengurangi atau menambah pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah. 10. Mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan bagian dari kelompoknya.*
Hidayatullah.com
Inilah 10 Kriteria Aliran Sesat dari MUI
Hidayatullah.com—Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof. Dr. KH. Asrorun Niam Sholeh menyampaikan 10 kriteria aliran sesat yang menjadi parameter dalam menetapkan fatwa terkait akidah.
Selain itu, MUI juga telah menetapkan kriteria penetapan kafir, kriteria tidak mudah mengkafirkan seseorang, dan kriteria penodaan agama yang juga dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia.
Hal ini ia ungkapkan dalam kegiatan Upgrading dan Silaturahmi Alumni Standardisasi Dai MUI di Wisma Mandiri Jakarta, Senin (25/3/2024).
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan alasan mengapa keyakinan yang merupakan ranah akidah bisa menjadi bagian fatwa MUI.
Bahwa dalam hukum Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ahkam khuluqiyyah (hukum-hukum terkait akhlaq), ahkam amaliyyah (hukum-hukum terkait perbuatan), dan ahkam i’tiqadiyyah (hukum-hukum terkait akidah).
Hukum-hukum ini berdiri dalam ranahnya masing-masing. Tetapi selama ini, kebanyakan fatwa MUI berada dalam posisi ahkam amaliyyah.
“Salah satu yang menjadi tugas MUI adalah melakukan perlindungan kepada umat dari akidah yang salah dan sesat. Karenanya, dalam fatwa MUI juga membahas dan menetapkan terkait masalah-masalah akidah dan aliran keagamaan,” ungkapnya.
Dirinya mengakui bahwa akidah dan kepercayaan merupakan ranah privat yang sulit mendeteksi hukum yang dapat difatwakan. Namun, ranah ini akan menjadi bagian dari fatwa MUI jika akidah yang diyakini seseorang disebarkan dan disampaikan di ruang publik.
Akidah dan keyakinan yang telah manifest, bukan lagi bergerak dalam posisi ahkam i’tiqad tetapi berubah menjadi ahkam amaliyah. Artinya, sudah dalam domain fiqh yang bisa difatwakan MUI.
“Kalau dia menjadi keyakinan yang ada di dalam dada, fiqh tidak bisa menjangkau, tetapi jika keyakinan ini dituliskan, diekspesikan, didakwahkan, dan kemudian disebarkan itu sudah manifest menjadi a’malul jawarih (perilaku yang jelas) yang kemudian bisa difatwakan.” jelasnya.
Selama ini, MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa terkait hukum akidah seperti fatwa mengenai Jemaat Ahmadiyah, fatwa mengenai Gafatar, dan yang terbaru fatwa mengenai kasus Panji Gumilang.
Kyai Niam menegaskan bahwa dalam menetapkan fatwa tersebut, tentunya MUI tidak sembarangan. MUI melakukan banyak kajian dan tabayyun sebelum akhirnya fatwa dikeluarkan.
“Butuh pemahaman utuh untuk memahami asas penetapan fatwa mengenai akidah dan aliran keagamaan”, imbuhnya.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Inilah 10 kriteria, yang merupakan hasil yang disepakati dalam rapat kerja nasional MUI:
1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam.
2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i.
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Al-Quran.
4. Mengingkari otentisitas dari kebenaran Al-Quran.
5. Melakukan penafsiran Al-Quran yang tidak berdasar kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam.
7. Melecehkan atau mendustakan Nabi.
8. Mengingkari Nabi Muhammad ﷺ sebagai nabi terakhir.
9. Mengurangi atau menambah pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah. 10. Mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan bagian dari kelompoknya.*
Arrahmah.id
Viral, Aliran Sesat Bolehkan Jemaahnya Tukar Pasangan Asal Suka Sama Suka
JAKARTA (Arrahmah.id) – Kelompok aliran sesat lagi-lagi muncul di tengah masyarakat. Kali ini mereka menggembar-gemborkan “halal” bertukar pasangan dan menjamin perbuatan tersebut dapat membawa seseorang ke surga. Hal ini menjadi sorotan setelah video yang menampilkan kelompok aliran sesat ini dibagikan akun Instagram @terangmedia, Senin (26/2/2024). “Rekaman video sebuah aliran baru yang memperbolehkan tukar pasangan meski tidak […]