Fenomena unik terjadi di akhir masa kepemimpinam Jokowi, ribuan Hakim mogok massal mulai 7-11 Oktober 2024. Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menjelaskan maksud aksinya adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan dan tunjangan yang tidak pernah naik sejak 2012, itu dua tahun sebelum Jokowi naik tahta. Pihak MA menyebut mogok ini sebagai cuti yang waktumya bersamaan.
Mungkin tidak mau disamakan dengan kalimat “mogok” buruh atau karyawan sehingga digunakan istilah cuti bersamaan. Esensinya sama saja yakni tidak bekerja. Solidaritas Hakim Indonesia akan menemui Pimpinan MA, Ikahi dan Menkum HAM. Maklum orang hukum, dibangun kesan protes ini tergambar lebih soft. Mogok-mogok juga.
Betapa parah kondisi pemerintahan Jokowi ini. Jangankan buruh yang dinilai wajar jika menuntut peningkatan kesejahteraan, ini Hakim yang sebagian masyarakat menilai termasuk profesi dengan tingkat kemapanan lebih tinggi. Ruang Pengadilan telah dianggap tempat berputarnya uang-uang yang sebagiannya tentu masuk ke Panitera juga ke kantong Hakim.
Sebenarnya yang terpenting adalah pembersihan ruang Pengadilan. Gerakan ini lebih bermakna ketimbang Gerakan Cuti Bersamaan. Tapi apapun itu, menuntut adanya peningkatan kesejahteraan adalah hak. Mungkin para Hakim juga melihat banyak “profesi” dan “instansi” lain yang lebih lancar dan besar dalam pemasukan. Lebih mudah dan aman pula dalam tipu-tipu pelayanan.
Menurut Pasal 21 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, organisasi, administrasi dan finansial MA dan badan peradilan di bawahnya berada pada MA. Konsekuensinya memang tepat jika yang pertama “didemo” adalah MA. Namun urusan finansial keseluruhan tentu tergantung kepada porsi APBN, oleh karenanya Pemerintah dan DPR menjadi sasaran. Sayangnya Pemerintahan Jokowi sudah berada dalam status diujung tanduk. Entah tanduk banteng, kambing, atau tanduk setan.
Pesan dengan bahasa ringan “cuti bersamaan” para Hakim ini adalah protes atas kebobrokan Pemerintahan Jokowi yang tidak mampu mengelola finansial dengan baik sehingga harus “menelantarkan” para Hakim. Dosa politik Jokowi bertambah. Akan tetapi ini juga merupakan pesan serius bagi Pemerintahan baru yang akan dilantik nanti.
Tim Keuangan Prabowo sudah mengeluh dan panik dengan “sisa duit” yang ditinggalkan Jokowi. Sinyal buruk bagi kesuksesan pemerintahan yang akan datang, apalagi belum-belum sudah digeruduk oleh para Hakim yang uring-uringan. Di luar dugaan, gerakan para Hakim ini jauh lebih serius daripada realisasi “makan siang gratis” hasil kampanye omon-omon yang lalu.
Hakim mogok akan berefek domino pada mogoknya para pejabat publik lain. Hampir semua instansi memiliki persoalan serupa soal kesejahteraan. Para Hakim telah membuat preseden buruk. Tentara, guru, dokter, mungkin juga rohaniwan dan pegawai pajak segera bersiap-siap. Jangan-jangan besok ada demo anggota DPR “serakah” menuntut dana kesejahteraan yang lebih tinggi lagi.
Yang sudah jelas ada jaminan hukum untuk melakukan mogok adalah para buruh. Mogoknya para Hakim menjadi “energizer” kepada buruh untuk melakukan cuti eh mogok bersamaan untuk menuntut peningkatan kesejahteraan. Bagaimana dengan ojek online, sopir angkot, atau asisten rumah tangga jika melakukan “cuti bersamaan”? Wuih ramai sekali negara ini.
Suksesnya perjuangan para Hakim akan menjadi motivasi untuk gerakan cuti bersamaan para guru, tentara, polisi, buruh dan lain-lainnya.
Bravo pemerintahan Prabowo dan terkutuklah pemerintahan Jokowi.[]
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 8 Oktober 2024
Sumber Klik disini