Merenungi Al-Qur’an (8)

Share

Kini kita sampai dalam pembahasan surat al Baqarah ayat 6 dan 7. Alhamdulillah untuk membahas ayat ini saya dibantu dengan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka dan Tafsir fi Zhilalil Qur’an karya Sayid Qutb.

Allah SWT berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (al Baqarah 6-7)

Membaca ayat ini seolah-olah bahwa Allah lah yang mengunci mati hati orang kafir sehingga orang kafir tidak menerima hidayah (petunjuk). Padahal yang terjadi sebenarnya orang kafir itu sendiri yang mengunci hati mereka –Allah memberi kebebasan berbuat kepada manusia—kemudian baru Allah menguncinya. Kalau kita renungkan memang Allah tidak dibatasi waktu sebagaimana manusia. Allah memahami masa lalu dan masa mendatang, sedangkan manusia ‘hanya memahami masa lalu dan masa kini’. Yang terjadi besok secara pasti manusia tidak tahu.

Pembahasan ulama besar terkenal di tanah air, Buya Hamka menarik untuk ayat ini,

“Pada ayat-ayat yang tersebut di atas telah ditunjukkan bahwa orang yang akan bisa mendapat petunjuk ialah orang yang bertakwa, yaitu orang yang telah menyediakan dirinya buat percaya. Dia telah membuka hatinya untuk menerima petunjuk itu, sehingga selangkah demi selangkah, sesyarat demi sesyarat dapat mereka penuhi sehingga akhirnya beroleh untuk meneruskan dengan amal, pertama, amal amal beribadah shalat kepada Allah. Kedua, amal murah hati dan murah tangan memberi kepada sesama manusia. Namun orang yang kafir, sukarlah buat dimasuki oleh petunjuk itu.

Apa arti kafir?

Arti yang asli daripada kufur, yang pembuatnya dinamai kafir, ialah menimbuni atau menyembunyikan sehingga tidak kelihatan lagi. Disebut dalam Al-Qur’an sendiri dalam surah al Hadid 20 (Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu).

Peladang yang menugalkan benih, menanamkan benih lalu menimbunnya dengan tanah, sehingga benih itu terbenam di dalam tanah dinamai orang kuffar.

كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ

“Sebagai hujan yang menakjubkan pertumbuhannya itu bagi si penanam.”

Di sini kita melihat arti yang dalam sekalii dari kalimat kufur itu. Yakni bahwa di dalam hati sanubari itu ada kesediaan buat menerima kebenaran atau lebih tegas lagi di dalam hati tiap-tiap manusia itu ada tampang buat mengakui kebenaran. Akan tetapi oleh si kafiir tampang yang bisa tumbuh dengan baik itu ditimbunnya, dikemukakan berbagai alasan kebenaran dengan dengan berbagai cara. Namun bagi mereka sama saja, tidak ada yang mereka terima. Mereka telah mengkafiri suara hati mereka sendiri.

Apa sebab orang menjadi kafir? Orang menjadi kafir kadang-kadang ialah karena juhud, yaitu meskipun seruan yang disampaikan kepada mereka itu tidak dapat mereka tolak kebenarannya, tetapi karena mengganggu kedudukan dan perasaan tinggi diri mereka, kebenaran itu mereka tolak. Banyak pemuka Quraisy di Mekkah tidak mau menerima peringatan Nabi Muhammad saw, melarang mereka menyembah berhala atau memakan riba, karena keduanya itu amat bertali dengan kedudukan mereka. Pemuka-pemuka Yahudi di Madinah pun menolak kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw bukan karena yang beliau serukan itu tidak benar, melainkan karena hasad atau dengki dan iri hati. Mengapa seorang Arab mengakui diri menjadi Rasul Allah, padahal Nabi dan Rasul itu hendaklah dari Bani Israil?

Raja Heraclius di Syam pernah menerima surat dari Rasulullah Saw yang mengajaknya memeluk Islam. Karena pandainya utusan yang membawa surat, hatinya menerima bahkan tidak ada sikapnya yang menentang. Namun setelah dikajinya lebih mendalam kalau sekiranya dia masuk Islam, artinya kedudukannya sebagai raja akan terancam. Karena dibantah keras oleh pendeta dan orang-orang besar kerajaan, dia pun akhirnya menyatakan tidak akan menukar agamanya, hanya berkirim ucapan selamat saja kepada Rasulullah saw. Akan tetapi Kisra Abruiz (Raja Besar) Persia, demi dibacanya surat yang dikirimkan Nabi kepadanya, dengan murka dan kesombongan dia merobek surat itu dihadapan utusan, padahal tingkah laku yang demikian sangat melanggar sopan santun kerajaan. Sebab dia memandang sangat tidak pantas orang Arab yang hina itu berkirim surat kepadanya sebagai orang yang sama kedudukan, padahal dia raja besar.

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News