Kematian, Takdir dari Allah SWT

Share

Baru-baru ini Indonesia berduka dengan kabar kecelakaan sebuah bus pariwisata berisi pelajar dari SMK Lingga Kencana Depok, Jawa Barat yang terjadi di Ciater, Subang, Jabar, Sabtu (11/5/2024). Kasat Lantas Polres Subang, AKP Undang Syarif Hidayat, saat dikonfirmasi, kecelakaan ini mengakibatkan sebelas orang tewas (Kompas.com, 12/5/2024).

Tak hanya itu, beberapa hari menjelang Idulfitri 1445 H terjadi kecelakaan serupa di KM 58 jalur contraflow tol Cikampek, Karawang Timur Jawa Barat, Senin (8/4/2024). Kecelakaan maut itu melibatkan 3 kendaraan, yaitu Daihatsu Grand Max, Daihatsu Terios, Bus Prima Jasa, setidaknya menewskan 12 orang dan ada beberapa orang yang mengalami luka berat. Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan setidaknya ada 12 orang yang dipastikan meninggal dalam kecelakaan maut ini (CNBC Indonesia, 8/4/2024).

Dua kasus tersebut mengingatkan kepada kita bahwa kematian bisa terjadi kapanpun dan di manapun, tidak mengenal ruang dan waktu. Kematian merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia dan mungkin sangat ditakuti oleh sebagian orang karena merasa belum siap menghadapinya. Beberapa manusia bahkan melakukan berbagai hal untuk menjaganya agar terhindar dari maut atau kematian. Seperti orang-orang kaya Barat yang sudah menyiapkan banker dan penjaga keamanan agar terhindar dari kiamat (kematian). Bagi seorang Muslim kematian adalah berakhirnya ajal seseorang karena Allah SWT telah mengambilnya dan sudah menetapkan waktunya di Lauhul Mahfudz.

Seberapa keras pun manusia berusaha menjaga dan menghindari diri dari kematian, jika Allah SWT sudah berkehendak maka kematian itu pasti terjadi. Sebagaimana firman Allah, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya” (TQS. Ali ‘Imran: 145)

Kembali teringat kisah pada masa Nabi Sulaiman, hiduplah seorang manusia yang bersahabat dengan nabi Allah tersebut. Hampir setiap hari ia berada di istana Sulaiman untuk belajar sekaligus membantu pekerjaan istana. Suatu ketika datanglah malaikat maut ke istana Sulaiman dalam wujud manusia. Sahabat Nabi Sulaiman tersebut melihat manusia yang aneh dan baru kali ini ia dilihatnya berada di istana. Orang aneh yang disebutkan tersebut (malaikat maut), terus memandang kepadanya dengan pandangan yang menakutkan. Usai pertemuan itu, dia bertanya kepada Nabi Sulaiman tentang manusia tersebut dan ternyata adalah malaikat maut.

Mengetahui bahwa yang dilihatnya adalah malaikat maut, dia semakin ketakutan dan mengira malaikat maut itu ingin mengambil nyawanya. Ketakutan inilah yang membuat ia meminta tolong kepada Nabi Sulaiman agar memerintahkan angin untuk membawanya ke suatu negeri yang jauh (India) untuk menghindarkan diri dari malaikat maut. Atas desakan tersebut Nabi Sulaiman akhirnya berkenan mengabulkan permintaan sahabatnya. Keesokan harinya, malaikat maut datang lagi ke istana Sulaiman dalam wujud yang sama.

Sesampainya di istana, Nabi Sulaiman bertanya kepada malaikat maut sebab dia memandang kepada sahabatnya dengan pandangan yang menyeramkan. Malaikat maut menjawab “Kemarin aku resah karena aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di India, namun dia masih berada di sini. Namun, pada jam dan saat yang telah ditentukan nyawanya dicabut, tiba-tiba saya telah menemukannya berada di India. Alhamdulillah, dia sudah meninggal dunia tepat pada waktu dan tempatnya,” tutur malaikat maut.

Cerita tersebut sesuai dengan firman Allah SWT, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal); maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (TQS. Al-‘Araaf: 34)

Kematian merupakan takdir atau qadha (ketetapan Allah SWT) yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Oleh sebab itu, tugas kita sebagai manusia bukan fokus pada ketakutan menghadapi kematian, tetapi fokus mempersiapkan bekal untuk kematian tersebut. Jika kita ingin meninggal dalam keadaan baik (khusnul khotimah), maka sudah sepatutnya kita membiasakan diri melakukan kebaikan-kebaikan dalam hidup ini.

Bekal amal kebaikan yang akan meringankan hisab kita kelak, dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Kenapa demikian? Karena kita akan dimatikan sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan selama hidup, jika terbiasa melakukan kebiasaan buruk maka ia akan di matikan ketika melakukan keburukan (su’ul khotimah), begitupun sebaliknya jika terbiasa melakukan kebiasaan baik maka insya allah akan di matikan ketika melakukan kebaikan (husnul khatimah).

Sebagaimana firman Alla SWT, “Setiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (TQS. Al-Mudatstsir: 38)

Oleh karena itu, mari kita fokuskan diri dalam memperbanyak amal kebaikan dalam hidup ini, karena kematian itu pasti dan kita tidak pernah tahu kapan datangnya.

Takdir Allah SWT tidak bisa diubah, tetapi kita bisa memaksimalkan diri dalam mempersiapkan takdir tersebut agar tidak menyesal kelak di Yaumul Hisab, dengan cara terus belajar tentang Islam dan berdakwah kepada masyarakat tentang Islam rahmatan lil ‘aalamiin.[]

Nida Salsabila, Guru di Jakarta.

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News