AS-SUNNAH secara bahasa adalah metode dan jalan, baik terpuji atau tercela. Jamaknya adalah Sunan, seperti Ghurfah jamaknya Ghuraf.
Terdapat pemakaian kata tersebut dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabawi dengan makna ini. Dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, ‘Jika mereka berhenti, niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku sunnah orang-orang dahulu’” (QS. Al-Anfal: 38).
Dan Allah berfirman, “Sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu” (QS. Al-Isra’: 77).
Dan di dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh kamu akan mengikuti sunnah (kebiasaan) orang-orang sebelum kalian sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam lobang biawak sungguh kalian akan mengikutinya.” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah Yahudi dan Nashrani (Yang Anda maksud)?” Rasulullah menjawab, “Lalu siapa lagi?” (HR Muttafaq ‘Alaih)
Beliau bersabda, “Barangsiapa berperilaku dalam Islam dengan perilaku yang baik maka bagi dia pahalanya dan pahala orang mengerjakan perilaku baik tersebut sesudahnya tanpa mengurangi dari pahala pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang berperilaku dalam Islam dengan perilaku buruk, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakan perilaku buruk tersebut sesudahnya dengan tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikit pun”. (HR Muslim)
As-Sunnah menurut para fuqaha’ adalah suatu (perintah) yang berasal dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam namun tidak bersifat wajib. Dia adalah salah satu dari hukum hukum taklifi yang lima: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Namun terkadang mereka menggunakan istilah ini untuk kebalikan dari bid’ah. Mereka mengatakan -misalnya-, “Talak yang sesuai sunnah adalah demikian, dan talak bid’ah adalah demikian”.
Talak sunnah adalah yang terjadi sesuai dengan cara yang ditetapkan oleh syariat, yaitu bila seorang suami menjatuhkan talak satu untuk istrinya yang telah digauli ketika ia dalam keadaan suci dan ia belum menggaulinya dalam masa itu.
Sedangkan talak bid’ah adalah yang tidak seperti itu. Dia berbeda dengan talak sunnah yang dianjurkan, seperti bila seorang suami menjatuhkan talak tiga untuk istrinya dalam satu kalimat, atau menjatuhkan talak tiga secara terpisah dalam satu majlis, atau mentalaknya dalam keadaan haid atau nifas, atau dalam keadaan suci dari haidh dan dia menggaulinya dalam masa itu.
Kata “As-Sunnah” digunakan sebagai lawan dari “Al-Bid’ah” secara mutlak. Bila dikatakan, “Fulan di atas sunnah,” maka berarti dia berbuat sesuai yang dilakukan oleh Rasulullah, baik hal itu tertulis dalam Al-Qur’an ataupun tidak. Dan bila dikatakan, “Fulan di atas bid’ah,” maka berarti dia berbuat yang bertentangan dengan As-Sunnah, karena dia melakukan hal baru yang tidak termasuk dalam agama, dan setiap perbuatan yang baru dalam agama adalah bid’ah. Maka setiap hal baru dalam agama yang diperbuat orang yang tidak ada tuntunan dari Nabi, baik berupa ucapan ataupun perbuatan adalah bid’ah.
Kata “As-Sunnah” juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang dapat ditunjukkan oleh dalil syar’i, meskipun hal itu termasuk perbuatan sahabat dan ijtihad mereka, seperti: pengumpulan mushhaf, mengarahkan manusia pada bacaan dengan satu qira’at dari qira’at yang tujuh, membukukan administrasi kekhalifahan (dawawin), dan yang semacam dengan itu.
Sumber Klik disini