IBU mana yang tega membiarkan anaknya dinodai? Ibu mana yang tega menjerumuskan anaknya pada keburukan?
Harusnya tidak ada, namun hari ini ternyata ada ibu yang berbuat demikian. Dimanakah naluri keibuannya? Apakah naluri keibuannya telah mati?
Seorang ibu berinisial E (41) di Sumenep, Jawa Timur menyerahkan anaknya untuk dicabuli oleh kepala sekolah sang anak. Diketahui bahwa sejak Februari 2024, oknum kepala sekolah berinisial (J) ini telah mencabuli korban sebanyak 5 kali. Miris, Kepala Sub-Bagian Hubungan Masyarakat Polres Sumenep, AKP Widiarti, mengatakan bahwa sang ibu menyerahkan anaknya, T (13) untuk dicabuli dengan dalih ritual pensucian.
Kasus pencabulan dilakukan di rumah J hingga sebuah hotel di Surabaya, Jawa Timur. Kasus ini terungkap setelah korban menceritakan perbuatan J ke ayah kandungnya, P. J kemudian ditangkap di rumahnya pada Kamis (29/8/2024) sekitar pukul 15.00 WIB (Tribunnews, 02/09/2024).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) berharap hukuman terhadap J (41) dan E (41), agar diperberat. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sumenep untuk melakukan pendampingan serta pemulihan psikologis terhadap korban. Pasalnya, akibat kekerasan seksual tersebut, korban mengalami trauma psikis. Miris, E tega membiarkan anaknya diperkosa karena diduga diiming-iming oleh J dengan sejumlah uang dan satu unit sepeda motor (Suarasurabaya, 04/09/2024).
Peran Ibu Terampas
Tak habis pikir, seorang ibu tega melakukan perbuatan keji, bahkan mengorbankan anaknya pada tindakan amoral. Ibu yang seharusnya menjadi pelindung, pendidik utama dan pertama justru melakukan kekejian luar biasa.
Kasus Ini menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya dan menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi ibu dan masyarakat setelah sebelumnya terjadi peristiwa seorang ibu yang membuang anaknya, menyiksanya, mencabulinya bahkan membunuhnya.
Kejadian-kejadian serupa bukan lagi kasus di tengah masyarakat tapi sudah menjadi fenomena dengan jumlah yang cukup banyak. Ini menunjukkan adanya persoalan sistemis; Sistem yang diterapkan hari ini, terbukti gagal memanusiakan manusia. Banyak ibu yang tak paham agama sehingga anaknya pun jauh dari agama. Banyak ibu yang tidak paham dan lalai tugas utamanya sehingga menjerumuskan anaknya pada keburukan. Padahal sebuah negara akan maju tatkala generasinya tumbuh dengan baik dan kuncinya terletak pada ibu.
Akan tetapi, sistem kapitalisme saat ini telah menjadikan para ibu berpikiran materialistis. Anak dianggap sebagai aset yang bisa dimanfaatkan demi meraih materi dan memuaskan nafsu dunia. Sekularisme telah menjauhkan para ibu dari agama. Mereka tidak memahami bahwa anak adalah anugerah dan amanah dari Allah SWT. untuk dijaga dan dididik dengan baik.
Peran Hakiki Ibu
Islam menetapkan peran seorang ibu adalah sebagai pendidik yang pertama dan utama. Ibu bertanggung jawab dalam membentuk pondasi akidah anak, dan memberikan tsaqofah Islam sehingga ia menjadi anak yang bertakwa. Dengan penanaman akidah yang kuat, seorang anak menjadi yakin akan keberadaan Al-Khaliq sehingga ia takut untuk berbuat dosa dan kesalahan. Seorang ibu akan menjadi teladan bagi anaknya. Jika ibunya baik, anak pun akan meneladaninya. Namun sebaliknya, jika ibunya buruk tentu anak pun akan memiliki sifat buruk pula.
Sumber Klik disini