Dalam sebuah momen yang membuat publik terkejut dan geram, Gus Miftah, seorang tokoh agama dan publik, mengucapkan perkataan yang kontroversial. Ia mengolok-olok penjual es teh di tengah kerumunan jamaah, yang kemudian menjadi sorotan luas.
Mengingat perannya sebagai Utusan Khusus Presiden dalam Bidang Kerukunan Beragama, seorang figur publik, serta pemuka agama, seharusnya lebih berhati-hati dalam berucap. Perkataan tersebut tidak mencerminkan sifat seorang pemuka agama.
Hadis Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga ucapan: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari). Hadis ini mengajarkan bahwa setiap kata yang diucapkan oleh seorang Muslim harus membawa kebaikan atau tidak diucapkan sama sekali jika tidak bermanfaat.
Dalam konteks pernyataan Miftah, prinsip ini sangat relevan, mengingat pernyataan yang mengolok-olok penjual es teh tersebut melukai perasaan orang lain. Seharusnya, ucapan seorang tokoh mencerminkan kebijaksanaan dan perhatian pada dampak yang ditimbulkan.
Sebagai tambahan, penting pula untuk mencermati surah Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi:
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الْسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ”
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.
Ayat ini mengingatkan kita agar tidak saling mengejek, menghina, atau merendahkan sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok.
Sebagai tokoh agama, Miftah seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat dalam mengedepankan adab dan sopan santun. Ucapan yang tidak bijak bisa menurunkan kredibilitas dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kepribadiannya. Meskipun niat awalnya mungkin hanya bercanda, sebagai figur publik, ia harus mempertimbangkan efek dari setiap kata yang diucapkan.
Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar selalu berbicara dengan penuh pertimbangan dan menjaga kehormatan sesama. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari), marilah kita jadikan prinsip ini sebagai pedoman dalam setiap interaksi kita.
Mesia Abdullah
Mahasiswa Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Kota Bogor
Sumber Klik disini