Hidayatullah.com—Yayasan Khidmat Indonesia untuk Tanah Amanah (KITA), yang dikelola relawan muda organisasi Sahabat Al-Aqsha, melakukan kunjungan di dua lokasi penampungan pengungsi (muhajirin) Rohingya di Kabupaten Pidie dan Kota Lhokseumawe, 23-26 Desember 2023.
Menurut anggota Tim Media Yayasan KITA, Kholish Chered, kedua lokasi yang relatif layak ditempati para muhajirin Rohingya, yaitu bangunan di Pidie merupakan bekas panti asuhan (Mina Raya), sedangkan di Lhokseumawe bekas kantor imigrasi.
“Staff UNHCR yang kami temui, yang merupakan warga Aceh, mengatakan, aktivitas di kamp Lhokseumawe dan Pidie sudah relatif berjalan baik dan stabil. Pemerintah dan warga sekitar menyambut baik para muhajirin,” ujar Kholish di Banda Aceh, Kamis, (27/12/2023).
Pada sisi lain, ujarnya, ribuan muhajirin Rohingya lainnya masih berada di tempat-tempat yang belum tetap dan rawan dipindahkan, termasuk di kawasan pesisir Aceh.
Kholish mengatakan, penelusuran di lapangan, kelas Al-Quran di pengungsian sudah dilakukan swadaya oleh beberapa muhajirin penghafal Al-Quran di kamp Pidie, namun belum terkoordinir. Sedangkan di Lhokseumawe, baru dilakukan kelas tahsin Surah Al-Fatihah oleh guru dari luar kamp.
“Informasi yang kami himpun di Mina Raya terdapat 141 warga yang sudah bertahan sejak 2022, bahkan terdapat lebih dari 20 hafizh Al-Quran. Di Lhokseumawe dengan 473 warga terdapat empat hafizh Al-Quran. Ini merupakan potensi yang sangat baik,” ujarnya.
Yayasan KITA berharap adanya Madrasah Al-Quran di dua kamp pengungsian tersebut, yang nantinya bisa mendidik anak-anak muhajirin Rohingya, sekaligus terbuka untuk anak-anak warga Aceh sekitar.
Kholish menjelaskan, sebelumnya organisasi Sahabat Al-Aqsha telah mendirikan madrasah Al-Quran di kamp pengungsian Cox’s Bazar di Bangladesh, yang kini dikelola oleh Yayasan KITA. Sudah puluhan orang lulus program tahfizh 30 juz Al-Quran.
“Kami mempertimbangkan langkah-langkah pendirian Madrasah Al-Quran di kamp Pidie dan Lhokseumawe dan sangat terbuka berkolaborasi dengan pihak-pihak yang mendukung. Tentu dukungan masyarakat Aceh dan pemerintah yang paling utama kami butuhkan,” ujar Kholish.
Sementara terkait kebutuhan riil di kamp, pihak UNHCR mengatakan, saat ini para muhajirin membutuhkan perlengkapan shalat (mukena dan sarung). Juga diperlukan tambahan mushaf Al-Quran, karena kondisi mushaf di kamp hanya sedikit dan sebagian tidak layak.*/Sayed M. Husen (Aceh)
Sumber Klik disini