Hidayatullah.com– Pakistan mengeluarkan peringatan terakhir kepada semua pendatang ilegal untuk segera meninggalkan negaranya secara sukarela sebelum batas waktu 1 November. Pusat deportasi sudah didirikan untuk menahan mereka yang masih berada di Pakistan ketika izin tinggalnya sudah habis.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pihak berwenang mengatakan bahwa Pakistan sudah mencapai tahap akhir rencana pendeportasian imigran ilegal, termasuk 1,7 juta orang asal Afghanistan, mulai 1 November 2023.
Dalam konferensi pers di Islamabad hari Kamis (26/10/2023), pejabat pelaksana tugasmenteri dalam negeri Sarfraz Bugti mengatakan Pakistan bertekad mengeluarkan semua pendatang ilegal dari negaranya.
“Semua imigran gelap sudah teridentifikasi. Negara punya data yang lengkap,” kata Bugti, seperti dilansir DW.
“Saya ingin mengimbau sekali lagi agar semua imigran ilegal segera meninggalkan negara ini secara sukarela sesuai tenggat waktu yang ditentukan,” imbuhnya.
Islamabad sebelumnya pada bulan ini sudah mengumumkan rencana pendeportasian para pendatang asing tak berdokumen.
Menurut Bugti, tidak akan ada masa perpanjangan tenggat waktu. Dia juga menegaskan bahwa ada sanksi hukum bagi para pihak yang menyembunyikan atau membantu imigran ilegal.
Pihak berwenang mengatakan bahwa para pendatang asing gelap yang sudah tinggal di Pakistan selama bertahun-tahun akan dibantu apabila mereka bersedia angkat kaki secara sukarela. Namun, siapa saja yang kedapatan berada di Pakistan secara ilegal setelah Rabu 1 November maka akan ditangkap.
Menurut Jan Achakzai, seorang jubir untuk pemerintah daerah Baluchistan, tiga pusat deportasi sedang didirikan di provinsinya. Salah satunya terletak di Quetta, ibukota Provinsi Baluchistan
Azam Khan, pelaksana tugas kepala daerah Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, mengatakan wilayahnya ada memiliki tiga pusat deportasi.
Lebih dari 60.000 orang Afganistan sudah kembali ke negara asalnya sejak rencana deportasi dan penangkapan diumumkan.
Pakistan menampung jutaan orang Afganistan yang meninggalkan negaranya selama penduduk Uni Soviet 1979-1989. Jumlah pendatang dari negara tetangga itu bertambah setelah Taliban berkuasa kembali di Afghanistan pada Agustus 2021.
Pakistan membantah kebijakan tersebut sengaja menarget orang Afganistan, menegaskan bahwa 1,4 juta orang Afganistan yang tercatat sebagai pengungsi di negara itu tidak perlu khawatir.
Pemerintah Pakistan mengatakan mereka mengambil keputusan tersebut setelah warga negara Afghanistan diketahui terlibat dalam banyak kejahatan, penyelundupan, dan serangan terhadap pemerintah dan tentara, termasuk 14 dari 24 bom bunuh diri yang terjadi tahun ini saja.
Pekan lalu, sekelompok mantan diplomat Amerika Serikat dan perwakilan organisasi pemukiman kembali mendesak Pakistan untuk tidak mendeportasi warga Afghanistan yang menunggu visa AS di bawah program pemukiman kembali pengungsi yang rentan, yang melarikan diri dari kekuasaan Taliban. Sebagaimana diketahui, banyak orang Afganistan menjadi mata-mata atau bekerja untuk kepentingan pasukan asing, NATO dan AS sejak pasukan asing pimpinan AS menginvasi Afghanistan pada 2001 (ketika Taliban berkuasa) dengan dalih memburu teroris, menyusul runtuhnya gedung WTC di New York.
PBB juga mengeluarkan seruan serupa, dengan mengatakan bahwa tindakan keras Pakistan tersebut dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pemisahan keluarga.*
Sumber Klik disini