Hidayatullah.com – Gumpalan asap mengepul di langit Gaza yang berkabut. Di sebuah kamp tenda yang berlokasi di dekat sekolah PBB, sejumlah orang sibuk menyiapkan roti tradisional ‘taboon’ di atas oven tanah liat berbahan bakar kayu.
Empat bulan sudah agresi militer penjajah “Israel” di Gaza, sarapan tidak lagi menjadi kegiatan menyenangkan bagi keluarga-keluarga Palestina yang berkumpul untuk memulai dan merencanakan hari.
Kini, sarapan hanya menjadi pengingat akan kehidupan jutaan warga Palestina, yang terancam kematian dan kekurangan akibat salah satu serangan paling brutal terhadap masyarakat modern.
Membuat roti juga telah menjadi tugas yang sulit – sebuah tantangan bagi para ibu yang kelelahan dan para ayah yang putus asa untuk menafkahi anak-anak mereka.
Dengan hampir semua toko roti di Gaza berhenti beroperasi, oven tanah liat tradisional telah muncul sebagai penyelamat bagi warga Palestina yang terjebak dalam perang – diusir dari rumah mereka dan dipaksa mencari perlindungan di rumah sakit dan sekolah.
“Oven tanah liat tidak cocok untuk saya karena saya menderita asma. Asap yang keluar dari pembakaran kayu bakar memperparah sakit dada saya. Sayangnya, saya tidak punya pilihan lain,” kata Um Firas, seorang ibu dari tujuh anak, yang terpaksa meninggalkan rumahnya di perbatasan timur Rafah menuju sekolah yang dikelola UNRWA di lingkungan Al Zuhur di kota itu.
“Saya mengunjungi apotek untuk membeli obat untuk mengatasi sesak di dada, tetapi tidak tersedia karena pengepungan Israel,” katanya kepada TRT World.
Tradisi Palestina
Warga Palestina telah menggunakan oven tanah liat selama beberapa generasi, namun tidak dalam skala yang sama dengan yang digunakan di tengah perang.
Pada masa damai di Gaza – meskipun perdamaian selalu menjadi istilah yang tidak jelas di sini – sebagian besar warga Palestina lebih suka membeli roti dari toko roti di sekitar mereka.
Dari sekitar 130 toko roti di Gaza sebelum dimulainya perang, semuanya yang berada di bagian utara telah berhenti beroperasi, sementara hanya enam yang masih beroperasi di bagian selatan, menurut Program Pangan Dunia.
Sejumlah besar toko roti dibom, dan yang lainnya harus menutup toko setelah Israel memutus pasokan bahan bakar.
Dengan “Israel” yang hanya mengizinkan sedikit bantuan masuk ke Gaza, PBB dan lembaga-lembaga lain mengatakan bahwa kelaparan mengintai jutaan warga Palestina, dengan laporan bahwa orang-orang bahkan beralih ke pakan ternak untuk bertahan hidup. Beberapa orang makan sayuran mentah karena kurangnya kayu bakar atau bahan bakar untuk memasak.
Bagi mereka yang mencoba memanggang roti, perjuangan untuk menemukan tepung dan kayu bakar adalah hal yang biasa.
Hanaa, 65 tahun, yang mengidentifikasi dirinya hanya dengan nama depannya, mengatakan bahwa mereka “menghadapi banyak kesulitan… Bahkan untuk mendapatkan kebutuhan dasar roti saja sudah merupakan perjuangan yang berat bagi kami.” Sebagai ibu dari tujuh anak, Hanaa dan keluarganya pindah dari kota asalnya, Khan Younis, untuk berlindung di Rafah.
Baca juga: Al-Azhar Peringatkan Agresi ‘Israel’ di Rafah Ancam Kemanusiaan
“Kami menghadapi banyak kesulitan … Bahkan untuk mendapatkan kebutuhan dasar seperti roti saja merupakan perjuangan yang berat bagi kami,” katanya kepada TRT World.
Terpaksa menggunakan oven tanah liat di tempat penampungan, Hanaa mengatakan bahwa anak-anaknya membantunya menyalakan kayu bakar – yang juga menjadi “sangat mahal dan semakin langka” – untuk membuat roti dengan jumlah tepung yang terbatas.
.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tugas ini sangat menantang, terutama karena ruang hidup kami yang terbatas dan banyaknya orang di tempat penampungan kami… Proses memanggang roti dalam oven tanah liat memakan waktu lama. Hal ini sangat mengganggu cucu-cucu saya, karena mereka merasa bau asapnya tak tertahankan,” tambahnya kepada Aseel Mousa, jurnalis TRT World.
Banyak orang, seperti Hanaa, telah melihat kehidupan mereka menjadi kacau karena gangguan yang disebabkan oleh perang – pemadaman listrik yang sering terjadi dan kekurangan gas untuk memasak.
“Sebelum perang, saya tidak pernah merasakan beratnya beban mencuci pakaian atau tanggung jawab menyediakan roti. Saya mengandalkan kenyamanan mesin cuci otomatis dan membeli roti dari toko roti,” katanya.
“Namun, karena pemadaman listrik dan kurangnya gas untuk memasak, saya terpaksa mencuci pakaian dengan tangan dan memanggang roti dengan oven tanah liat.”
Baca juga: “Pahlawan Khan Younis” Amira al-Assouli yang Tak Takut Mati
Sumber Klik disini