Hidayatullah.com – Para pejabat tinggi keamanan nasional dari sejumlah negara Arab melakukan pertemuan rahasia di Riyadh untuk membahas rencana terhadap Gaza setelah perang, termasuk menempatkan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Mahmoud Abbas.
Tiga narasumber yang mengetahui pertemuan tersebut mengatakan kepada Axios bahwa negara Arab tersebut yakni Arab Saudi, Yordania, Mesir dan Otoritas Palestina (PA).
Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh penasihat keamanan nasional Arab Saudi, Musaed bin Mohammed al-Aiban, dan melibatkan direktur Badan Intelijen Umum Palestina, Majed Faraj, serta rekan-rekannya dari Mesir dan Yordania, kata sumber-sumber tersebut.
Media AS itu menambahkan bahwa sementara PA dan sekutu-sekutu Arabnya sedang membahas rencana saat konflik berakhir, pemerintah Israel menolak untuk mengklarifikasi rencana tersebut jika mereka berhasil mengalahkan Hamas.
Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu menentang menyerahkan Gaza kepada PA, namun ia belum secara terbuka mengusulkan alternatif.
Namun, sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Kementerian Intelijen “Israel” pada bulan Oktober merekomendasikan “Israel” untuk menduduki Gaza secara langsung dan memindahkan 2,3 juta penduduknya ke Semenanjung Sinai di Mesir.
Baca juga: Populernya Hamas, Meredupnya Otoritas Palestina dan Mahmoud Abbas
Beberapa menteri kabinet “Israel” dan anggota Knesset, termasuk Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, menghadiri Konferensi Kembali ke Gaza pada tanggal 28 Januari untuk mendiskusikan pembangunan pemukiman Yahudi di Gaza.
Gedung Putih menyatakan bahwa mereka ingin PA melakukan reformasi dan memiliki peran dalam mengatur Gaza pasca-perang, namun sejauh ini tunduk pada Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu dalam semua aspek perang, termasuk menyetujui pembunuhan sejumlah besar warga sipil Palestina.
Dalam pertemuan di Riyadh, para kepala keamanan Saudi, Mesir dan Yordania mengatakan kepada Faraj bahwa PA perlu melakukan reformasi yang serius, kata sumber-sumber tersebut.
Penasihat keamanan nasional Arab Saudi mengatakan pada pertemuan itu bahwa kerajaan masih ingin menormalkan hubungan dengan Israel “sebagai imbalan atas langkah-langkah praktis dan tidak dapat dibatalkan oleh Israel yang akan menciptakan jalan menuju negara Palestina, meskipun negara semacam itu tidak akan segera didirikan,” kata Axios.
.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Perjanjian Oslo 1993 juga menetapkan kerangka kerja bagi pembentukan negara Palestina di masa depan. Namun, pemimpin Israel pada saat itu, Yitzhak Rabin, mengakui bahwa ia tidak pernah berniat untuk mengizinkan berdirinya negara Palestina. Sebaliknya, Israel justru mempercepat pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki pada tahun-tahun setelah Oslo.*
Baca juga: Tak Ikut Berjuang, Otoritas Palestina Tegaskan Lagi Ingin Mengelola Gaza
Sumber Klik disini