Hidayatullah.com – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendukung keputusan Perdana Menteri Italia Giogia Meloni untuk melindungi konsep keluarga tradisional.
Melalui panggilan telepon, pada Selasa (22/10/2024) Erdogan mengapresiasi keputusan Meloni yang telah mendukung konsep keluarga yang bertentangan dengan para pendukung LGBT.
Italia baru-baru ini mengesahkan undang-undang yang melarang surrogate mother atau ibu pengganti, sebagai upaya untuk menindak tegas pasangan sesama jenis yang mencoba mengadopsi.
Undang-undang baru Italia ini tidak membedakan antara pasangan sesama jenis dan heteroseksual, atau antara ibu pengganti yang altruistik atau berbayar, namun akan memberi dampak yang besar pada komunitas LGBT.
Italia sudah melarang pasangan gay untuk mengadopsi anak. Tahun lalu negara ini mulai menghapus nama ibu lesbian dari beberapa pendaftaran kelahiran jika mereka bukan orang tua kandung.
Banyak pemerintah daerah telah mengubah pencatatan kelahiran dengan hanya mencantumkan “ibu” dan “ayah” daripada “orang tua 1” dan “orang tua 2”, yang diterima secara luas di seluruh Uni Eropa.
Italia adalah salah satu negara Eropa Barat terakhir yang melegalkan hubungan sesama jenis, yang dilakukan pada tahun 2016, tetapi tidak mengakui pernikahan sesama jenis.
Nyawa bukanlah komoditas
Italia telah memperluas larangannya terhadap praktik kontroversial surrogate mother atau ibu pengganti, di mana embrio ditanamkan ke dalam rahim wanita yang tidak memiliki hubungan biologis dengan janin yang dikandungnya.
Keputusan ini disambut baik para ahli yang menyebutnya sebagai langkah penting dalam melindungi hubungan ibu-anak dan melindungi wanita yang kurang mampu agar tidak menjadi sasaran ekploitasi.
Awalnya Italia hanya melarang praktik ibu pengganti di negara itu, namun pada pekan lalu Senat mensahkan UU yang melarang warga Italia mencari ibu pengganti di negara lain.
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni memuji pengesahan UU tersebut, menyebutnya sebagai “aturan akal sehat yang menentang komodifikasi tubuh perempuan dan anak-anak. Nyawa manusia tidak memiliki harga dan bukan komoditas.”
Meskipun beberapa negara Eropa lainnya seperti Prancis, Jerman, dan Spanyol juga memiliki UU yang melarang ibu pengganti, namun sebagian besar tidak memiliki regulasi yang mengaturnya. Dalam dua tahun terakhir, industri ibu pengganti telah berkembang dari $4 miliar (Rp 62,5 triliun) menjadi $14 miliar (Rp 218,7 triliun).
Dalam banyak kasus, wanita yang hidup dalam kemiskinan di negara-negara seperti Ukraina setuju untuk menyewakan rahim mereka kepada pasangan kaya yang ingin memiliki anak.
Ibu pengganti adalah perbudakan modern
Para pengamat juga menunjukkan “penelitian dan realitas ilmiah tentang trauma seumur hidup yang diakibatkan oleh luka mendalam akibat pemisahan bayi yang baru lahir. … Data menunjukkan bahwa ketika bayi dipisahkan dari ibu kandungnya saat lahir, hal itu membawa konsekuensi negatif yang berlangsung lama.”
Terlepas dari banyaknya bahaya ibu pengganti, tidak ada hukum federal yang melarang praktik ini di AS. Saat ini, 47 negara bagian “mengizinkan dan mengatur ibu pengganti atau tidak secara tegas melarangnya.” Kurangnya peraturan yang konsisten mengenai perlindungan hukum bagi ibu pengganti dan tidak adanya batasan jumlah kompensasi yang dapat mereka terima “membuat khawatir beberapa ahli bioetika, yang khawatir wanita berpenghasilan rendah dapat dipaksa menjadi ibu pengganti hanya karena kebutuhan finansial.”
Mary Szoch, direktur Family Research Council’s Center for Human Dignity, memuji perluasan larangan ibu pengganti di Italia, dengan alasan bahwa praktik ini sangat merugikan ibu dan bayi dan harus dilarang di AS.
“Ibu pengganti adalah bentuk perbudakan modern,” katanya kepada The Washington Stand. “Praktik tersebut memangsa wanita miskin, dan dengan begitu, menghancurkan hubungan yang paling sakral – hubungan antara ibu dan anak. Ketika seorang wanita menjadi ibu pengganti, setelah kelahiran anaknya, bayinya diambil darinya yang menyebabkan rasa sakit fisik dan emosional bagi ibu dan anak.”
“Tidak ada harga yang bisa ditukar dengan nyawa seorang anak,” Szoch menyimpulkan. “Tidak ada jumlah uang yang dapat menyembuhkan rasa sakit yang merupakan hasil dari pemisahan seorang ibu dan bayinya. Larangan Italia terhadap ibu pengganti harus dipuji, dan AS – di mana tidak ada peraturan tentang ibu pengganti atau program bayi tabung – sebaiknya mengikuti contoh Italia.”
Sumber Klik disini