Media Sosial Pengaruhi Kosakata Baru Generasi Alpha

Share

Hidayatullah.com—Guru Besar Bidang Ilmu Etnolinguistik Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Dra Ni Wayan Sartini MHum, mengatakan, kosakata baru Generasi Apha (Gen Apha) terbentuk akibat pengaru pratform digital dan perkembangan media sosial.

“Di era digital ini, banyak model bahasa baru bermunculan. Salah satunya bahasa Gen Alpha. Sebenarnya, cikal bakal tersebut adalah dari bahasa gaul kemudian berkembang sampai kepada Gen-Z dan Gen Alpha,” katanya dikutip laman resmi Unair.

Menurut Prof Wayan, bahasa Gen Alpha tidak lepas dari pengaruh media sosial dan teknologi. Tumbuh dalam ekosistem digital, membuat generasi alpha terbiasa dengan pemakaian kosakata unik ini.

Menurutnya, bahasa setiap generasi selalu mengalami perubahan. Tidak terkecuali, bahasa-bahasa yang muncul dalam keseharian. Hal ini disampaikan menanggapi berbagai kosakata baru yang muncul, seperti mewing, rizz, sigma, dan skibidi, muncul yang banyak digunakan Gen Alpha saat berkomunikasi.

Prof Wayan menyebut, perkembangan masyarakat yang kian kompleks juga menjadi pemicu dari perubahan model komunikasi ini.

“Gen Alpha cenderung terhubung satu sama lain karena pengaruh interaksi dalam berbagai platform. Mereka yang sedang mencari jati diri, punya cara berkomunikasi khas lewat kata-kata baru, emoji, emoticon, sebagai kemudahan-kemudahan pengucapan dari bahasa aslinya sehingga itu mempercepat komunikasi,” ujarnya.

Tak hanya itu, Prof Wayan juga menyoroti penggunaan istilah populer, seperti mewing yang merujuk pada teknik memperbaiki bentuk wajah dan rizz yang merupakan kependekan dari karisma. Kosakata tersebut baginya menunjukkan sisi kreativitas Gen Alpha.

Ia menyebut bahwa fenomena ini adalah bagian dari inovasi bahasa yang lahir dari komunitas tersebut.

Prof Wayan juga menyebut bahwa bahasa Gen Alpha hanya bersifat temporer. “Sah-sah saja ketika Gen Alpha menggunakan bahasa itu dalam komunikasi mereka sesuai dengan usianya.

Namun, seperti bahasa gaul sebelumnya, bahasa Gen Alpha kemungkinan akan hilang seiring mereka beranjak dewasa kemudian menghadapi konteks kehidupan berbeda ataupun semakin sedikit penuturnya,” tambahnya.

Dalam keterangannya, Prof Wayan menjelaskan bahwa bahasa dan budaya selalu berjalan seiring dan sesuai konteks zamannya.

“Bahasa Gen Alpha adalah identitas sosial mereka. Tidak ada pengaruh negatif terhadap budaya, selama penggunaan bahasa ini masih dalam ranah informal,” ujarnya.

Terakhir, Prof Wayan juga mengingatkan bahwa penggunaan bahasa harus sesuai dengan konteks, baik formal maupun informal.

“Tidak akan merusak bahasa Indonesia selagi penggunaan itu hanya dalam konteks komunikasi mereka. Tapi jangan sampai merembes ke dalam ranah formal. Maka perlu penyesuaian kepada siapa dan kapan kita berbicara,” pungkasnya.*

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News