Semakin banyak waktu dihabiskan di platform media sosial, menyebabkan orang kurang terisolasi dan kurang bersosialisasi di kehidupan nyata
Hidayatullah.com | BERAPA lama waktu dibutuhkan orang ‘bercengkrama’ dengan media social (medsos)?. Laporan “Digital 2024: Indonesia” yang dirilis oleh We Are Social, warganet Indonesia menghabiskan waktu hingga 7 jam 38 menit per hari untuk internetan.
Durasi ini tercatat berkurang 1% atau 4 menit dari tahun sebelumnya. Dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk menggunakan internet, media sosial adalah layanan yang paling sering dibuka setiap harinya.
Pada tahun 2024, orang Indonesia menghabiskan rata-rata 3 jam 11 menit di media sosial setiap harinya. Durasi ini bisa terbilang cukup tinggi mengingat waktu rata-rata global untuk menggunakan media sosial hanya 2 jam 31 menit.
Alasan utama orang Indonesia banyak menghabiskan waktu untuk bermain media sosial adalah untuk mengisi waktu luang. Orang Indonesia juga merasa membutuhkan media sosial agar tetap terhubung dengan teman dan keluarga serta untuk melihat apa yang sedang dibicarakan.
Jika rata-rata orang di seluruh dunia menghabiskan hampir dua setengah jam per hari di media sosial, bagaimana hal itu memengaruhi mereka?
Forbes menyebut Generasi Z (mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012) sebagai “generasi pertama Digital Natives sejati,” yang berarti mereka tidak mengenal dunia tanpa teknologi internet.
Gen Z tumbuh dengan memiliki atau berada di sekitar komputer, ponsel pintar, akses internet, dan media sosial. Sekitar 98% Gen Z memiliki telepon pintar, menurut Forbes.
Medsos dan perilaku anti-sosial
Menurut berbagai laporan, baik Gen Z atau Generasi Milenial menghindari panggilan telepon dan lebih memilih obrolan media sosial atau email.
Survei tahun 2022 menemukan bahwa 57% Gen Z lebih suka dihubungi oleh merek melalui email. Media sosial adalah metode penjangkauan kedua yang disukai, yaitu sebesar 44%. (Statista)
Banyak hasil survei menunjukkan Generasi Milenial dan Gen Z menghabiskan lebih banyak waktu di platform media sosial, menyebabkan mereka kurang bersosialisasi di kehidupan nyata.
Studi yang dilakukan oleh Flashgap, dengan aplikasi berbagi foto dengan lebih dari 150.000 pengguna, menemukan bahwa 87 persen Generasi Milenial mengaku kehilangan percakapan (tatap muka) karena mereka teralihkan oleh ponsel mereka.
Sementara itu, 54 persen mengatakan mereka mengalami rasa takut kehilangan jika tidak mengecek jejaring sosial.
Hampir 3.000 peserta ditanyai tentang perasaan mereka terhadap media sosial dalam lingkungan sosial, dan menemukan bahwa pelaku yang paling bersalah sering kali adalah perempuan.
Studi tersebut menemukan 76 persen perempuan mengecek platform media sosial sedikitnya 10 kali saat keluar bersama teman, dibandingkan dengan 54 persen laki-laki.
Aplikasi yang paling sering digunakan di lingkungan sosial di kalangan Generasi Milenial dan Gen Z adalah Snapchat, Tinder, Facebook, Messenger dan Instagram.
Julian Kabab, salah satu pendiri FlashGap mengatakan terlalu berlebihan dan hanya fokus melihat media sosial dapat merugikan mereka dalam hal interaksi social (kehidupan nyata).
“Orang-orang tidak menghadiri pesta karena mereka ingin melihat apa yang sedang terjadi di jejaring sosial, mengambil foto selfie yang indah, dan menambahkan filter pada foto mereka,” katanya kepada CNBC.
Temuan FlashGap tahun 2014 menunjukkan bahwa ponsel semakin merusak interaksi pribadi.
Laporan Virginia Tech University mengatakan bahwa “kehadiran teknologi seluler berpotensi mengalihkan individu dari interaksi tatap muka, sehingga merusak karakter dan kedalaman hubungan ini.”
Penelitian juga menunjukkan bahwa banyak orang yang menghabiskan banyak waktu di media sosial setidaknya dua kali lebih mungkin merasa terisolasi secara sosial.
Masalahnya, penggunaan medsos berlebihan menyebabkan semakin sedikitnya waktu untuk berinteraksi di dunia nyata.
“Ketika seseorang menghabiskan semakin banyak waktu di media sosial, mereka terputus dari kehidupan nyata dan merasa kurang terhubung dengan diri mereka sendiri,” kata Shannon Poppito, PhD, psikolog klinis dan staf medis di Baylor University Medical Center di Dallas.
Departemen Komunikasi Massa di Lahore College for Women University (LCWU), Lahore, Pakistan, melakukan studi yang menyelidiki peran media sosial dalam menciptakan perilaku antisosial di antara pengguna medsos yang aktif.
Para peneliti melakukan survei untuk memahami perbedaan antara kepribadian nyata dan virtual para pengguna medsos dengan melibatkan 256 mahasiswa — berusia 17 hingga 25 tahun — yang terdaftar di berbagai universitas di Lahore.
Dengan melakukan uji chi-square, penelitian berjudul: “Identitas Nyata vs. Identitas Virtual: Analisis Kontemporer tentang Perpindahan Sosial yang Mempercepat Perilaku Antisosial di Kalangan Pemuda” ini menyimpulkan bahwa penggunaan media sosial yang lebih tinggi membuka jalan bagi para pengguna untuk terisolasi dari dunia nyata — menunjuk pada keterasingan dari pertemuan sosial.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa seorang individu haruslah menjaga keseimbangan antara identitas nyata dan virtual (termasuk penggunaan medsos).*
Sumber Klik disini