Mediaislam.id

Wasekjen MUI: Aksi Boikot Buat Masyarakat Geser ke Produk Lokal

Jakarta (MediaIslam.id) – Aksi boikot produk terafiliasi Israel yang terus digaungkan, dinilai berhasil membuat masyarakat bergeser pilihan ke produk-produk lokal. “Aksi boikot di Indonesia, membuat masyarakat sudah mulai bergeser dari menggunakan produk-produk global,” ungkap Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang hukum, Ikhsan Abdullah, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (17/12/2024). Ikhsan mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukannya, sekitar 85 persen masyarakat Indonesia ingin beralih dari produk global ke produk nasional. “Ini sangat positif,” kata dia. Menurut Ikhsan, semangat boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel harus terus dipelihara. Dengan demikian, diharapkan tak hanya sebagai bentuk protes atas aksi Israel pada masyarakat Palestina, tetapi juga untuk mendukung produk lokal dan nasional. Ikhsan juga mengimbau umat Islam agar mewaspadai aksi ‘Palestina Washing’, yakni manuver perusahaan multinasional asing dalam berkelit dari gerakan boikot produk pro Israel dengan aneka kegiatan yang seolah-olah bersimpati pada Palestina. “Ada banyak jenama global (multinasional asing) datang ke MUI meminta dukungan karena saham dan produk riil mereka terdampak gerakan boikot produk pro Israel. Semua mereka minta boikot segera diakhiri,” kata Ikhsan lagi. Gerakan boikot yang marak di berbagai belahan dunia telah berdampak signifikan, utamanya pada penjualan produk multinasional. “Prinsip kemanusiaan tak bisa ditinggalkan. Palestina ini isu kemanusiaan yang melintasi sekat-sekat agama,” tegasnya.[]

Childfree Imbas Kapitalisme

ISTILAH childfree, yakni sebuah pilihan dari pasangan menikah untuk tidak memiliki anak, belakangan menjadi perbincangan publik. Hal tersebut seiring dengan banyaknya fenomena tersebut di tengah masyarakat. Perbincangan soal childfree mencuat berawal dari seorang influencer, Gita Savitri, yang gencar menyuarakannya. Menurutnya, salah satu resep awet muda dirinya adalah dengan tidak memiliki anak karena terbebas dari stress akibat teriakan anak-anak dan kelelahan mengurus anak. Mirisnya, angka childfree di negeri ini kian tahun kian meningkat. Sebagaimana dilansir oleh cnnindonesia.com (13/11/2024) bahwa sebanyak sebanyak 71 ribu perempuan Indonesia berusia 15-49 tahun tidak ingin memiliki anak atau childfree. Temuan ini didapat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 berjudul “Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia”. Prevalensi childfree juga ditemukan meningkat selama empat tahun terakhir. Data SUSENAS mencatat, prevalensi childfree pada tahun 2019 sebesar 7 persen. Angka tersebut sempat menurun pada tahun 2020 menjadi 6,3 persen. Prevalensi childfree kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 6,5 persen dan melonjak jadi 8,2 persen pada tahun 2022. Ancaman Krisis Populasi Ide childfree yang belakangan ini banyak diadopsi pasangan muda, sungguh wajib diwaspadai. Sebab sejatinya hal tersebut bukan semata pilihan pribadi, namun juga menyangkut nasib peradaban di masa depan. Apalagi jika ide childfree ini lahir dari anggapan manusia yang bersifat emosional, seperti mengganggap bahwa anak adalah beban karena keberadaan seorang anak dalam sebuah keluarga akan menambah beban pengeluaran di keluarga tersebut. Padahal pilihan untuk childfree akan menjadi ancaman adanya krisis populasi di sebuah negara. Sementara krisis populasi akan memengaruhi kualitas sebuah peradaban. Karena hakikatnya kualitas dipengaruhi pula oleh kuantitas. Rendahnya populasi manusia di sebuah negara akan memengaruhi perekonomian di dalamnya. Sebagaimana diberitakan oleh CNBCIndonesia (04/08/2024), depopulasi mengancam beberapa negara dengan tingkat kelahiran rendah, seperti Jepang, China, dan Korsel. Sejak mencapai puncak populasi pada 2010, Jepang terus mengalami penyusutan. Populasi Jepang pada Oktober 2023 tercatat hanya sebesar 124,35 juta atau turun 3,71 juta dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Hal ini berdampak pada kebangkrutan perusahaan karena mereka tidak dapat memperoleh cukup tenaga kerja untuk mempertahankan operasi mereka. Tak hanya itu, China juga terus mengalami penurunan jumlah kelahiran, sebagaimana yang dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dinyatakan bahwa kemungkinan 50% China bisa kehilangan lebih dari setengah populasi saat ini pada akhir abad ini. More pages: 1 2 3

Aksi Kemanusiaan DEMA Al-Hidayah Peduli Korban Bencana Sukabumi

Bogor (Mediaislam.id) – Dewan Eksekutif Mahasiswa STAI Al-Hidayah bersama menggelar aksi kemanusiaan untuk membantu korban banjir di Sukabumi. Kegiatan sosial berupa penggalangan dana ini berlangsung selama beberapa hari di berbagai lokasi, seperti di kelas-kelas, jalan raya dan tempat umum lainnya. Presiden Mahasiswa DEMA Al-Hidayah Zaqi Ramdani, mengatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas dan kepedulian mahasiswa terhadap masyarakat yang terdampak bencana alam. “Kami tergerak untuk membantu saudara-saudara kita di Sukabumi yang sedang mengalami musibah banjir. Sebagai mahasiswa, sudah sepatutnya kami turut hadir dan memberikan kontribusi nyata,” ujarnya. Banjir yang melanda beberapa wilayah di Sukabumi telah menyebabkan kerusakan infrastruktur, rumah warga, serta mengakibatkan banyak warga kehilangan tempat tinggal. Dalam aksi penggalangan dana ini, para mahasiswa membawa kotak donasi dan mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi. Aksi solidaritas ini mendapatkan sambutan positif dari mahasiswa & masyarakat. Banyak warga yang menyampaikan apresiasi atas inisiatif mahasiswa yang peduli terhadap sesama. Penggalangan dana ini diharapkan dapat meringankan beban para korban banjir di Sukabumi sekaligus menjadi inspirasi bagi komunitas lain untuk turut membantu. Selain penggalangan dana, DEMA Al-Hidayah juga berencana akan terjun langsung ke lokasi untuk membantu proses evakuasi dan distribusi bantuan di lokasi bencana. Mereka berharap aksi ini dapat menjadi wujud nyata kepedulian sosial mahasiswa terhadap permasalahan bangsa. [ ]

Pembunuhan Jurnalis Palestina adalah Kejahatan Perang

Gaza (Mediaislam.id) – Gerakan Perlawanan Islam, Hamas, menegaskan bahwa pembunuhan fotografer Al Jazeera, Ahmad Al-Louh, oleh tentara penjajah Israel merupakan “kejahatan perang”, dan merupakan bagian dari penargetan sistematis terhadap para jurnalis di Jalur Gaza. “Pembunuhan jurnalis bertujuan untuk meneror mereka dan menghalangi mereka untuk memenuhi peran dan misi mereka dalam mengekspos kejahatan dan kekejaman yang dilakukan oleh tentara penjajah terhadap rakyat dan tanah air kami.” kata Hamas dikutip dari Pusat Informasi Palestina, Senin (16/12). Pihaknya menyerukan kepada organisasi pers internasional untuk mengambil sikap tegas terhadap kejahatan penjajah yang sedang berlangsung terhadap para jurnalis, mendukung rekan-rekan jurnalis Palestina, dan memberikan semua bentuk bantuan dan solidaritas, sambil mengungkap kejahatan brutal penjajah terhadap mereka. Sebelumnya, wartawan Ahmad Al-Louh gugur syahid dalam serangan udara yang menargetkan titik pertahanan sipil di daerah Pasar Baru di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah pada hari Minggu, sehingga menambah jumlah wartawan yang gugur syahid menjadi 196 orang sejak dimulainya perang di Gaza. Seorang wartawan dari Kantor Berita SANAD mengutip sumber-sumber lokal yang mengatakan bahwa pesawat-pesawat penjajah Israel menargetkan sebuah titik pertahanan sipil di Nuseirat, yang mengakibatkan jatuhnya para syuhada, termasuk fotografer Al Jazeera, Ahmad Al Louh. [ ]

Aksi di Sejumlah Kota, Warga Spanyol Protes Penjualan Senjata ke Israel

Madrid (Mediaislam.id) – Sejumlah kota di Spanyol pada Sabtu dan Ahad kemarin diwarnai aksi protes dan kecaman serta penolakak penjualan senjata ke “Israel”, di mana para pengunjuk rasa menyerukan sanksi terhadap Tel Aviv karena kejahatannya di Jalur Gaza. Protes tersebut mencakup kota-kota pesisir Spanyol, seperti: Barcelona, Valencia, dan Cartagena, serta ibu kotanya, Madrid. Warga dan aktivis Spanyol turun ke jalan sebagai tanggapan atas seruan dua organisasi “Jaringan Solidaritas Anti Pendudukan Palestina” dan “Reli Perlawanan Palestina,” yang menuntut diakhirinya penjualan senjata yang memicu genosida yang dilakukan “Israel” telah melancarkan serangan terhadap Gaza selama lebih dari setahun. Dalam protes di Madrid, pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung Kedutaan Besar AS dan berbaris menuju gedung Kementerian Pertahanan sambil membawa bendera Palestina di tangan mereka. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti, “Hentikan genosida di Palestina,” “Boikot Israel,” “Tidak ada sanksi terhadap Israel,” dan “Bebaskan Palestina.” Dengan dukungan Amerika, “Israel” telah melakukan genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, menyebabkan lebih dari 151.000 warga Palestina menjadi martir dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan. Bencana ini menewaskan puluhan anak-anak dan orang lanjut usia, yang merupakan salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. “Israel” melanjutkan pembantaiannya, mengabaikan dua surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional pada tanggal 21 November, terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant, karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga Palestina di Gaza sumber: infopalestina

Gelar Mukernas ke-4, MUI Susun Program Kerja Kawal Pembangunan Era Prabowo

Jakarta (MediaIslam.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) ke-4 di Jakarta pada 17-19 Desember 2024. Pembukaan Mukernas dilakukan pada Selasa, 17 Desember 2024. Ketua Umum MUI KH M Anwar Iskandar mengatakan, aspek keagamaan, pendidikan, ekonomi dan persatuan Indonesia akan menjadi perhatian khusus dalam program kerja MUI setidaknya dalam satu tahun ke depan. MUI sebagai organisasi pelayan umat (khadimul ummah) dan mitra pemerintah (shadiqul hukumah) memiliki setidaknya dua hal yang akan dipedomani dalam menjalankan program kerja tersebut. “Pertama memberikan contoh dedikasi kepada masyarakat, dan kedua menjadikan kinerja antara pemerintah-ulama semakin baik, hingga dapat membawa Indonesia yang kuat, maju dan di Ridhoi Allah subhanahu wa ta’ala,” kata Kiai Anwar di Jakarta, Selasa sore (17/12). Menurut dia, untuk mendapatkan ridho hingga dapat mencapai tujuan pembangunan tersebut maka syaratnya adalah harus bersih dari korupsi, manipulasi atau perbuatan bertentangan dengan norma sebagaimana yang selalu digaungkan oleh Presiden Prabowo dalam setiap kesempatan. “Jadi tidak berlebihan apabila Majelis Ulama, cendekiawan Muslim mempunyai kepedulian yang besar (menyusun program kerja) terhadap bagaimana meningkatkan kualitas umat, memerangi kebodohan dengan pendidikan, dan pendekatan agama untuk perbaikan karakter bangsa,” ucapnya. Sebagai informasi, Mukernas MUI ke-4 diikuti 304 peserta yang terdiri dari Dewan Pertimbangan MUI, Dewan Pimpinan MUI, Pimpinan MUI Provinsi seluruh Indonesia, perwakilan ormas Islam dan tamu lainnya. Pembukaan Mukernas MUI dihadiri oleh mantan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Menteri Agama KH Nasaruddin Umar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi, Gubernur Lemhanas RI Ace Hasan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Agus Subiyanto, dan sejumlah Duta Besar negara sahabat. [ANTARA]

Kunjungi BPJPH, Pendeta Gilbert: Halal untuk Kita Semua

Jakarta, Mediaislam.id–Berkunjung ke kantor Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Pendeta Gilbert Lumoindong menyatakan bahwa halal atau keterjaminan kehalalan suatu produk merupakan suatu bentuk kenyamanan bagi kita semua. Halal, menurutnya, juga bukanlah suatu ancaman. “Saya pikir halal itu tidak boleh menakutkan karena halal itu buat semua. Jadi tidak menakutkan bagi banyak orang. Jadi kalau aduh ini berarti islamisasi, enggak juga kan. Gak ada urusannya ini urusan (produk) makanan,” kata Pendeta Gilbert, di kantor BPJPH, hari ini Selasa (17/12/2024). “Jadi saya ingatkan halal itu bukan ancaman. Jadi kalau Babe Haikal mendorong halal halal, jadi itu bukan ancaman tetapi itu kenyamanan. Karena, halal is for everyone. (Halal untuk kita semua),” tegasnya. Pendeta Gilbert lebih lanjut menjelaskan, bahwa jika ada yang mengasumsikan halal sebagai ancaman maka itu keliru. Sebab, halal telah menjadi suatu standar produk yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan, yang dipakai oleh siapapun, bukan hanya bagi umat Muslim semata. “Saya pikir halal itu tidak boleh menakutkan karena halal itu buat semua. Jadi tidak menakutkan bagi banyak orang. Jadi kalau, aduh, ini (halal) berarti islamisasi, enggak juga kan. Enggak ada urusannya, ini urusan (produk) makanan. Dan halal itu, yang pertama terkait kebersihannya, kesehatannya, prosesnya. Prosesnya gitu, diharapkan sesehat-sehatnya, sebaik-baiknya.” terangnya menjelaskan. Sementara itu, Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hassan yang menerima kunjungan Pendeta Gilbert mengungkapkan sangat senang atas kunjungan Pendeta Kristen Protestan tersebut ke kantor BPJPH. “Saya pagi ini mendapatkan kehormatan tamu yang luar biasa. Jadi beliau datang ke BPJPH untuk melihat bagaimana sebuah proses halal ini,” kata pria yang akrab disapa Babe Haikal tersebut. “Jadi masukan dari Pak Pendeta itu, halal is clean, halal is process, halal is not for Muslim only, halal id for everybody, halal is healthy. Ya seperti apa yang saya katakan bahwa halal itu modern civilization,” kata Babe Haikal. Lebih lanjut, Babe Haikal juga mengimbau kepada para pelaku usaha di seluruh Indonesia untuk mengurus sertifikasi halal produknya. Sebab, selain sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, sertifikasi halal juga merupakan bagian dari layanan prima pelaku usaha dalam menyediakan produk yang terjamin kehalalnnya, baik berupa produk barang ataupun jasa. Selain itu, dengan bersertifikat halal, maka produk akan memiliki nilai tambah secara ekonomi dan semakin mampu bersaing di pasaran.*

Sekulerisme Melahirkan Generasi Sadis

SETIAP orang tua tentu memiliki harapan besar akan kesuksesan anak-anaknya pada masa mendatang. Berharap kesuksesan anak-anaknya lebih dari apa yang mereka capai hari ini. Sehingga tidak sedikit dari para orang tua mengupayakan hal-hal yang dianggap baik demi menunjang kesuksesan buah hatinya. Sayangnya, kerap kali maksud hati orang tua tak sejalan dengan kenyataan, seperti peristiwa nahas yang dialami satu keluarga di Lebak Bulus. Seorang remaja berusia 14 tahun diduga tega membunuh ayah dan neneknya, serta menikam ibu kandungnya dengan sebilah pisau hingga mengalami luka berat. (beritasatu.com, 30/11/2024). Ya, kasus anak membunuh orang tua atau kerabat dekat tidak hanya terjadi satu dua kali. Namun, seolah menjadi fenomena yang berulang saat ini. Fakta demi fakta yang memilukan yang menjerat anak-anak dan remaja menjadi pelaku aksi kriminalitas di lingkungan keluarga dan masyarakat menjadi sinyal bahwa fenomena ini tidak hanya menjadi persoalan person to person, tetapi sudah menjadi problem karena persoalan sistemik. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa semua ini sering terjadi.Jika kita telaah, tampak nyata bahwa paham sekuler telah sukses membentuk karakteristik generasi yang begitu rapuh. Tak jarang mereka dijuluki sebagai generasi stroberi, yakni generasi yang tampak mulus di luarnya dengan berbagai kreativitas yang menakjubkan, tetapi begitu rapuh jika sedikit saja mendapat tekanan. Sehingga seringkali terkena mental health, karena tidak memiliki pijakan yang jelas. Peran orang tua yang seharusnya menjadi tempat bersandar, mencurahkan kasih sayang, menjadi teladan kebaikan, kini luntur bahkan hilang karena difokuskan untuk mencari nafkah. Mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup. Lembaga pendidikan yang menjadi harapan para orang tua sebagai perantara mendidik dan membina anak-anak, agar menjadi generasi unggul pun terbentur dengan sistem pendidikan yang terus berganti setiap kali ganti menteri. Alhasil, entah akan dibawa ke mana nasib generasi muda bangsa ini. Kehidupan yang serba bebas dan tanpa aturan yang jelas, melahirkan standar di tengah masyarakat, bahwa tolok ukur kebahagian dan keberhasilan seseorang adalah nilai rapor yang tinggi dan juga pundi-pundi yang dihasilkan. Makin banyak pundi-pundi rupiah yang dapat dihasilkan maka makin bahagia kehidupan seseorang. Begitulah sistem sekuler kapitalisme menjadikan msemua hal saling berkelindan. Mirisnya, semua itu terkait dengan sistem hari ini yang merusak fitrah manusia, termasuk mengubah karakter masyarakat menjadi masyarakat yang terbiasa dengan kekerasan. Harga sebuah nyawa menjadi terasa murah. Padahal, dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa membunuh satu nyawa manusia sama nilainya dengan membunuh manusia seluruhnya. Kondisi ini diperparah dengan negara yang tidak menjalankan fungsinya, termasuk dalam menyelenggarakan sistem pendidikan yang memiliki visi membina kepribadian dan menjaga kesehatan mental generasi. Sungguh sangat kontras dengan paradigma Islam yang menjadikan pemimpin sebagai raa’in (pengurus) yang bertanggung jawab atas rakyatnya, termasuk membangun generasi unggul. Kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas melalui penerapan berbagai sistem kehidupan yang berasaskan dengan aturan Islam. Kepemimpinan ini mengharuskan negara membangun sistem pendidikan yang berasas akidah Islam. Tujuan pendidikan pun diarahkan untuk mencetak generasi yang bersyaksiyah islamiyah, yakni pribadi yang berpola sikap dan berpola pikir sesuai dengan syariat. Sehingga segala tindak dan tanduknya jelas terikat dengan aturan Sang Pencipta, Allah Al-Khaliq dan Al-Mudabbir. Standar benar dan salah juga tidak hanya disandarkan kepada akal semata, tetapi berdasarkan syariat. Sehingga mampu menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa, menguasai iptek, kuat fisik dan mentalnya, serta berjiwa pemimpin. Sejarah panjang penerapan Islam telah membuktikan lahirnya banyak sosok ilmuwan yang juga menguasai ilmu agama dan optimal berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ibnu Rusydi, Al-Farabi, dan masih banyak lagi. Sungguh, bukankah kita merindukan sistem yang menjaga fitrah dan mampu mencetak genersi unggul nan cemerlang tersebut? Maka, kini saatnya kita berjuang dalam mengembalikan kemuliaan tersebut, agar Allah SWT Rida dan segera menurunkan pertolongannya dengan mengembalikan kemuliaan Islam di tengah-tengah kehidupan umat manusia. Wallahualam bissawab.* Riani Andriyantih, A. Md. Kom (Pemerhati Remaja)