(Arrahmah.id) – Imam Ghazali menulis buku nasihat buat anak berjudul Ayyuhal Walad(Wahai Anak), membawakan kisah menarik diskusi antara seorang guru bernama Syaqiq Al-Balkhi (wafat tahun 194 H/810 M) dengan muridnya bernama Hatim Al-Asham (wafat tahun 237 H/851M). Sang guru bertanya kepada muridnya: Kamu sudah belajar denganku selama 30 tahun. Apa yang sudah kamu dapatkan? Sang murid menjawab 8 hal guru kesimpulan yang saya dapatkan.
Pertama:
Aku melihat, setiap orang memiliki kekasih yang dia cintai dan rindukan, sebagian dari kekasih itu ada yang menemaninya hanya sampai ketika sakit menjelang ajal, sebagian lagi ada yang mengantarkan sampai di pinggir kubur, kemudian kembali dan meninggalkannya dalam kesepian dan kesendirian, dan tidak ada seorang pun yang menyertainya masuk di dalam kubur.
Lalu aku berpikir dan berkata: Sebaik-baik kekasih adalah yang bisa ikut masuk di dalam kubur dan menyertaiku di sana, dan aku tidak menemukannya kecuali amal-amal shalih, maka aku menjadikannya sebagai kekasih agar bisa menjadi lampu penerang di dalam kuburku serta selalu akan menjadi penentram yang tidak akan meninggalkanku seorang diri.
Kedua:
Aku melihat banyak orang mengikuti hawa nafsu dan kesenangannya, lalu aku memikirkan firman Allah Ta’ala:
وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى (40) فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at, 79: 40-41).
Aku yakin Al-Qur’an adalah haq dan benar, kemudian diriku dengan segera melawan nafsuku dan dengan sekuat tenaga memerangi dan mencegah kesenangannya, sehingga nafsuku ridha dan menurut untuk taat kepada Allah.
Ketiga:
Aku melihat tiap-tiap manusia berusaha mengumpulkan harta dunia dan menyimpannya, lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala:
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍ
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl, 16: 96).
Kemudian aku menyerahkan semua harta yang aku hasilkan untuk memperoleh keridhaan Allah, lalu aku bagikan pada orang-orang miskin sebagai simpananku di sisi Allah.
Keempat:
Aku melihat sebagian manusia beranggapan bahwa kemuliaan dan keluhuran itu dengan banyaknya kaum dan keluarga, sebagian yang lain beranggapan bahwa kemuliaan dan keluhuran itu dengan banyaknya harta benda dan keturunan, lalu bisa membanggakannya, sebagian yang lain beranggapan bahwa kemuliaan itu jika bisa merampas harta orang lain, berbuat zalim, dan melakukan pembunuhan, sebagian yang lain hidup mewah dan berfoya-foya. Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala:
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat, 49: 13).
Lalu aku memilih takwa, menaati perintah Allah dan menjauhi laranganNya, dan aku berkeyakinan bahwa Alqur’an adalah haq dan benar, sedangkan persangkaan dan anggapan mereka semua adalah batal dan menyimpang.
Kelima:
Aku melihat sebagian manusia mencela dan menggunjing orang lain, dan aku menemukan penyebabnya adalah hasud, dengki, iri hati dalam harta, pangkat dan ilmu. Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ
“Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS. Az-Zukhruf, 43: 32).
Maka aku mengetahui bahwa penghidupan dunia adalah dari Allah sejak zaman azali, maka aku tidak hasud pada seseorang dan aku ridha dengan pembagian Allah.
Keenam:
Aku melihat sebagian manusia saling bermusuhan dengan yang lain karena suatu tujuan dan sebab. Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala:
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا
“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh.” (QS. Fathir, 35: 6).
Maka aku mengetahui bahwa manusia tidak boleh bermusuhan dengan yang lain selain dengan setan.
Ketujuh:
Aku melihat setiap manusia berusaha dengan sungguh-sungguh dan mereka bekerja dengan keras untuk memperoleh makanan dan mata pencaharian hingga ada yang terjatuh dalam syubhat (perkara yang tidak jelas halal dan haramnya) dan terjatuh dalam keharaman, menghinakan diri dan mengurangi derajatnya. Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala:
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” (QS. Hud, 11: 6).
Maka aku mengetahui bahwa rezekiku telah ditanggung oleh Allah, lalu aku mencurahkan waktuku untuk beribadah dan kuputuskan harapanku dari selain Allah.
Kedelapan:
Aku melihat setiap orang mengandalkan dengan sesuatu selain Allah, sebagian dari mereka mengandalkan dirham dan dinar, sebagian yang lain mengandalkan harta dan kekuasaan, sebagian lagi mengandalkan pekerjaan dan keahliannya, sebagian yang lain mengandalkan makhluk sesamanya.
Lalu aku merenungkan firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. Ath-Talaq, 65: 3).
Maka aku berserah diri pada Allah Dzat yang mencukupiku, dan sebaik-baiknya Dzat yang dipasrahi.
Kemudian Syaqiq Al-Balkhi berkata kepada muridnya Hatim Al-Asham, “Semoga Allah memberimu taufiq, aku telah melihat seluruh isi kitab Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an, dan aku menemukan keempat kitab tersebut isi pokoknya adalah delapan faidah tadi, barang siapa yang telah mengamalkan delapan faidah tersebut maka ia telah mengamalkan empat kitab itu.”
Betapa beruntungnya orang tua yang punya anak terdidik dengan matang ilmu agamanya terlebih ditambah penguasaan ilmu dunianya agar sukses dunia dan akhiratnya. Apalagi menjadi pemimpin ummat yang membawa kejayaan Islam. Allahu Akbar. (Rafa/arrahmah.id)
Sumber Klik disini