Beberapa hari ini masyarakat menyaksikan calon menteri dan wakil menteri dipanggil ke rumah calon presiden terpilih, Prabowo Subianto. Kemarin, mereka semua diundang ke rumah Prabowo di Hambalang, Bogor, untuk diberikan pengarahan. Nama-nama menteri kini sudah beredar luas di masyarakat via handphone.
Bila dicermati kabinet yang akan disusun Prabowo, maka kabinet ini banyak disorot karena terlalu gemuk atau gemoy. Ekonom senior Kwik Kian Gie menyoroti kegemukan kabinet ini. Karena dengan banyaknya menteri ini maka otomatis pengeluaran APBN akan bertambah. Padahal belanja rutin pemerintah tiap tahun saja bisa sampai 60-80 persen.
Ekonomi yang dipegang kembali oleh Sri Mulyani, nampaknya akan stagnan. Target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang dicanangkan Prabowo, tidak mudah untuk dicapai.
Seperti kita ketahui Sri Mulyani ini kreativitasnya kurang dalam mengelola keuangan. Ia paling akan menggenjot pajak kembali. Utang luar negeri pun hal yang biasa bagi Sri Mulyani. Cuma ada harapan, Timur Tengah yang kini menjadi perhatian khusus Prabowo mungkin bisa menjadi alternatif investor yang besar untuk tanah air.
Di bidang hukum yang mungkin cukup menggembirakan. Yusril Ihza Mahendra yang kini memegang Menko Hukum dan HAM nampaknya tidak akan mengulangi kesalahan menteri di era Jokowi. Di era Jokowi, dua ormas Islam dibubarkan dan tokoh tokoh dan aktivis Islam ditangkapin. Kemungkinan hal itu tidak terjadi kembali.
Di samping itu pemudahan kedatangan ribuan tenaga kasar dari China juga kemungkinan tidak terjadi kembali. Prabowo mungkin akan mencari investor dari Eropa, Amerika, Timur Tengah dll. Tidak seperti Jokowi (dan Luhut) yang selalu menghamba pada China.
Umat Islam tentu ingin nilai-nilai Islam masuk lebih luas dalam bidang hukum. Setelah UU tentang jaminan produk halal mungkin akan ada RUU tentang perlindungan terhadap tokoh tokoh agama. Atau mungkin juga RUU terhadap hukuman koruptor lebih keras lagi dengan hukuman potong tangan atau hukuman mati. Yusril, punya pengalaman menyusun RUU tentang Aceh Darussalam yang kini banyak nilai-nilai Islam berlaku di sana.
Prabowo meski juga perhatian terhadap toleransi dan moderatisme, nampaknya ia tidak akan menjadikan deradikalisasi sebagai program utamanya. Program Jokowi ini menjadikan banyak tokoh umat yang dipenjara. Juga membuat pimpinan pimpinan kampus ketakutan sehingga mereka membatasi aktivitas keislaman mahasiswa di kampus. Menggunakan LSM Setara pemerintah Jokowi mengecap kampus kampus negeri ternama di Indonesia terkena gerakan fundamentalis atau intoleran.
Bidang yang mungkin menggembirakan lainnya adalah bidang kebudayaan. Fadli Zon sebagai dirijennya, mungkin akan lebih kreatif dalam mengembangkan kebudayaan Indonesia. Fadli diharapkan mengangkat tokoh tokoh umat menjadi film yang menarik. Mohammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara, Teuku Umar dan lain lain sangat layak untuk dibuat film biografinya. Film film yang bermutu harus diperbanyak menggantikan film film sampah horor yang banyak beredar di era Jokowi.
Fadli juga mungkin akan mengembangkan budaya baca atau budaya buku lebih kreatif dari sebelumnya. Sebagai penggemar buku dan tokoh intelektual, Fadli diharapkan dapat membuat buku kembali diminati masyarakat. Begitu juga dengan musik yang lebih bermutu dan lain lain. Mudah-mudahan Fadli juga mengevaluasi adanya perusak akhlak lewat budaya ini.
Di bidang HAM mungkin juga penanganannya lebih baik dari masa Jokowi. Prabowo yang punya pengalaman hidup di Barat, tentu tidak akan menanggapi para pendemo atau mereka yang bersuara kritis terhadapnya. Tidak seperti di era Jokowi. Beberapa orang yang bersikap kritis dimasukkan dalam kerangkeng besi.
Papua juga mungkin akan ditangani secara baik. Para teroris yang terus menerus membunuh rakyat, harus ditindak tegas agar perdamaian bisa terjadi di sana. Bila mereka tidak bisa diajak damai dan terus menerus menebar teror dan pembunuhan, maka saatnya TNI bertindak tegas dan keras kepada mereka. Prabowo tentu lebih berpengalaman dalam mengatasi krisis seperti ini.
Sumber Klik disini