Islam bisa sampai kepada kita karena ada yang berdakwah. Tanpa usaha, perjuangan dan pengorbanan untuk mendakwahkan Islam di Tanah Air, bisa jadi kita masih belum mengenal Allah dan menyembahnya.
Inilah urgensinya dalam berdakwah, yaitu melanjutkan risalah dakwah yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Meski begitu, kita perlu memetik ibrah dari kisahnya para nabi beserta kaumnya. Karena, pada kisah-kisah tersebut terdapat pengajaran bagi yang sangat berharga.
Perumpamaan dakwah para nabi ibarat sebuah bangunan. Rasulullah Saw bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi terdahulu ibarat seseorang membangun rumah lalu menyempurnakan dan memperindahnya. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mengaguminya, seraya berkata: “Kita tidak pernah melihat bangunan yang lebih indah dari bangunan ini sebelumnya, hanya saja ada satu batu bata (yang belum diletakkan)”, satu bata tersebut adalah aku.” (HR Muslim).
Di antara kisah dakwah yang perlu diteladani adalah keteguhan dakwah Nabi Nuh AS, berdakwah malam dan siang dalam masa yang panjang. Disebutkan selama 950 tahun, Nabi Nuh menyeru kaumnya untuk menyembah Allah dan mentaatinya, namun kaumnya malah lari.
Kisah tersebut digambarkan dalam Al-Qur’an surah Nuh ayat 5-7. Aneka cara dilakukan, dakwah secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi, hingga mengkombinasikan keduanya agar kaumnya menyembah Allah namun tetap hanya sedikit yang beriman.
Dalam Tafsir Qurthubi disebutkan, Nabi Nuh AS sampai mendatangi rumah kaumnya satu persatu. Namun para pimpinan mereka melakukan provokasi agar tidak menghiraukan Nabi Nuh AS dan orang yang beriman bersamanya. Mereka melakukan tipu daya dan segala sesuatu yang sangat buruk untuk menghalangi dakwah Nabi Nuh AS.
Tidak hanya sampai itu, justru mereka malah membuat dakwah tandingan agar menolak dakwah Nabi Nuh AS dan tetap menyembah berhala. Ini mengisyaratkan bahwa dakwah yang hak dan dakwah yang bathil akan terus ada di tengah masyarakat.
Keteguhan Nabi Nuh AS bukan hanya karena beliau Rasul yang diutus Allah. Tetapi memang Nabi Nuh sayang kepada kaumnya, tidak ingin mereka terkena siksa. Kata ‘Ya Qaumi’ yang berarti wahai kaumku, mengisyaratkan bahwa Nabi Nuh AS merasa bagian dari kaumnya.
Karena itu, dalam dakwah mesti ada rasa simpati, empati dan rasa memiliki. Kemudian, wahai kaumku sebagaimana ungkapan wahai anakku dan wahai keluargaku, mengindikasikan bentuk sapaan untuk mendekatkan hati, adanya kasih sayang dan cinta. Ini pelajaran bagi siapa pun yang berdakwah mesti didasari kasih sayang dan penuh kecintaan.
Dalam berdakwah jangan ungkapkan sesuatu yang bisa menjauhkan seorang dai dengan orang yang didakwahi. Apalagi ungkapan yang menyiratkan kebencian dan permusuhan. Nabi Nuh AS mengajak kaumnya menyembah Allah dan mengakui keesaan-Nya, bertaqwa kepada-Nya dan mentaati Nabi Nuh AS. Inilah inti ajaran Islam yang diajarkan para rasul, dakwah tauhid dan menjadikan seluruh aktivitas karena Allah SWT.
Berdakwah, salah satunya untuk mengingatkan manusia agar terhindar dari siksa yang dapat diperolehnya baik di dunia maupun di akhirat. Dengan dakwah manusia tidak terjebak dalam kubangan materialistik, hedonistik dan sekularistik.
Ketulusan inilah yang membuat Nabi Nuh AS teguh berdakwah beratus tahun lamanya. Ketulusan dan keteguhan hati ini menjadi pelajaran bagi para dai setelahnya. Jangan berdakwah dengan mengharapkan pujian, komentar baik, tepuk tangan atau apresiasi secara material, karena balasan kebaikan yang hakiki dari Allah SWT.
Sumber Klik disini