Asal Usul Kata “Tarhib Ramadhan”

Share

Para salaf shaleh, selama enam bulan sebelum memasuki Ramadhan, sudah melakukan tarhib, memohon pada Allah agar berada di bulan yang dikeberkahi

Hidayatullah.com | DI INDONESIA beberapa tahun terakhir kita dengar istilah baru ketika fajar Ramadhan akan datang bertandang yaitu “Tarhib Ramadhan”. Tarhib berasal dari bahasa Arab, seperti kata shaum dan  shalat.

Tarhib (ترحيب). Artinya penyambutan. Bila ditilik lebih jauh, kata ini dari Rahiba-Yarhabu-Rahaban (رحبا) bermakna Ittasa’a (melebarkan, meluaskan, melapangkan).

Kata ini dalam bahasa Arab digunakan untuk sambutan, sambutan apa saja. Bukan diperuntukkan untuk Ramadhan saja. Seperti kalamat al-Tarhib (kata sambutan), menyambut mudir, presiden, dan lainnya.

Atau mudahnya, kata tarhib adalah ungkapan selamat datang atas kedatangan seseorang, atau kehadiran sesuatu yang indah. Sama dengan ungkapan “Marhaban”, yaitu “Aku sambut engkau dengan penuh kelapangan hati dan pikiran, juga aku sambut engkau dengan seluruh jiwa dan ragaku”.  

Ada pula yang masih terkait dengan kata ini, yaitu rihab (رحاب), ruhbah (رحبة), tarhab (ترحاب.) dan beberapa kata lainnya, yang artinya tidak jauh berbeda; tanah lapang, luas, tempat yang luasa, ramah, senang, bahagia, dengan tangan terbuka.

Tarhib Ramadhan. Adalah menyambut bulan Ramadhan dengan senang hati, dengan tangan terbuka, dengan penuh kebahagiaan baik jiwa dan raga.

Bagaimana tarhib Ramadhan di Indonesia?. Sesuai dengan kreasi masyarakat yang menyambutnya. Ada dengan kajian-kajian fiqih puasa. Ada pula dengan halaqah-halaqah seputar bulan Ramadhan, dan lainnya.

Di Indonesia, kata tarhibnya mungkin baru. Tetapi tradisi sambutan sudah lama, walau kegiatannya berbeda-beda, dengan istilah yang berbeda-beda pula.

Ada megengan, tradisi Jawa, yang dimulai dari ziarah kubur kemudian mengundang makan bersama dengan makanan tertentu yang dipenuhi dengan filosofis.

Megengan, menahan. Menahan dari hal-hal yang mengurangi pahala puasa, atau yang membatalkan puasa.

Dalam masyarakat Sunda juga dikenal dengan istilah munggahan. Munggah, naik.

Maksudnya naik pada derajat berikutnya. Naik ke bulan suci. Bentuk kegiatannya juga bervareasi.

Dan demikian pula dalam masyarakat lainnya di wilayah Indonesia. Kaya tradisi. Berbagai sambutan untuk bukan suci.

Menyambut Ramadhan bukan untuk leha-leha, atau berhura-hura, atau bersorak-sarai, atau gagap gembita seperti menyambut artis.

.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

Ia datang untuk disyukuri. Ia datang untuk disambut dengan berbagai keindahan yang dicintai oleh Pemilik Semesta.

Bagaimana kita menyambutnya? Nabi menganjurkan untuk kita menyambutnya dengan banyak berpuasa sebelum bulan ini tiba.

Caranya bertaubat, memperbaiki ibadah kita. Dan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya.

Doa-doa di bulan Rajab dan Sya’ban dilantunkan, agar kita berada di dalam bulan suci. Salaf shaleh, enam bulan sebelum memasuki Ramadhan, sudah memohon kepada Allah agar dapat berada di bulan yang dipenuhi dengan keberkahan ini.

كان السلف الصالح يسألون الله ستة أشهر أن يبلغهم رمضان، ثم يسألونه ستة أشهر أن يتقبله منهم.

Ya Rabb, ballighna Ramadhan.*/ Dr. Halimi Zuhdy

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News