Sabtu, 28 Jumadil Awwal 1446 H / 30 November 2024 17:00 wib
24 views
<!–
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
–>
ALEPPO, SURIAH (voa-islam.com) – Koalisi pejuang oposisi Suriah telah melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pasukan rezim teroris Assad di Suriah barat laut, dan memperoleh kemajuan pesat yang signifikan.
Pejuang Suriah melancarkan serangan besar pertama mereka dalam empat tahun terhadap posisi pemerintah di Suriah barat laut dekat Aleppo, maju beberapa kilometer dan merebut puluhan desa dan markas militer penting.
Serangan yang dimulai pada hari Rabu (27/11/2024) itu telah mengejutkan rezim dan sekutunya, dengan pertempuran sengit yang menyebabkan lebih dari 130 orang tewas. Rezim Suriah dan pasukan Rusia telah melancarkan serangan udara di wilayah barat laut sebagai balasan.
Serangan oposisi sejauh ini telah mengakibatkan runtuhnya pertahanan rezim Assad di pedesaan barat Aleppo, yang memungkinkan pasukan oposisi untuk merebut beberapa desa dan kota, serta posisi militer rezim.
Sepanjang malam hingga Kamis pagi, pasukan oposisi mengamankan kendali atas desa-desa termasuk Arnaz, Sheikh Ali, Rif al-Muhandisin al-Thani, Basratun, dan pabrik minyak di sebelah barat Aleppo, yang telah diubah menjadi barak militer besar oleh pasukan rezim.
Sebuah pangkalan milik Divisi ke-46 Tentara Arab Suriah yang setia kepada Assad juga direbut oleh para pejuang oposisi.
The New Arab mengulas siapa pemberontak di balik serangan tersebut, serta apa tujuan mereka dan apa saja kemungkinan hasilnya?
Siapa saja pasukan oposisi yang terlibat dalam serangan tersebut?
Nama resmi serangan tersebut adalah “Operasi Pencegahan Agresi” dan diluncurkan oleh sekelompok pasukan oposisi dengan nama Ruang Operasi Fathul-Mubeen.
Aliansi pejuang oposisi ini dipimpin oleh kelompok jihadis Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), tetapi aliansi ini juga memiliki banyak faksi opsisi lainnya, mulai dari kelompok Islam moderat hingga kelompok nasionalis sekuler.
Selain HTS, faksi-faksi yang diketahui terlibat termasuk Ahrar al-Sham, Front Pembebasan Nasional, Jaish al-Izzeh, Al-Jabhat al-Shamiya, dan Harakat Nuruddin al-Zinki.
Selain itu, sumber-sumber mengonfirmasi partisipasi para pejuang dari faksi-faksi Tentara Nasional Suriah (SNA) nasionalis sekuler, termasuk “Pasukan Gabungan” yang berpengaruh, yang sangat dekat dengan Turki. Namun, meskipun SNA secara retoris mendukung operasi tersebut, SNA belum secara resmi mengonfirmasi partisipasinya, yang kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh Turki.
Di Idlib, yang merupakan wilayah terakhir Suriah yang dikuasai oleh oposisi, kelompok oposisiterbagi antara pasukan yang didukung Turki dan entitas independen seperti HTS dan lainnya.
Apa tujuan dari serangan oposisi?
Sebagaimana yang tersirat dalam nama operasi “Pencegahan Agresi”, para pejuang oposisi mengatakan bahwa serangan tersebut ditujukan untuk membatasi kemampuan Assad, Iran, dan Rusia dalam melancarkan perang di Idlib.
Seorang juru bicara kelompok oposisi Jaysh al-Izzah, Mustafa Bakkour, mengatakan kepada situs Al-Araby Al-Jadeed, bahwa operasi tersebut merupakan respons terhadap rezim dan sekutunya, Rusia dan Iran, yang mengerahkan pasukan dan melancarkan serangan di wilayah barat laut selama beberapa pekan terakhir.
Dengan mengarahkan serangan ke Aleppo, para pejuang oposisi menyerang pusat populasi terbesar yang dikuasai rezim teroris Assad di wilayah utara.
Sumber keamanan Turki mengatakan pada hari Kamis bahwa itu adalah “serangan terbatas” yang ditujukan untuk menghalangi rezim Assad menargetkan warga sipil di Idlib.
Namun, operasi tersebut tampaknya terus berkembang dan semakin gencar karena keberhasilannya yang cepat.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, aliansi oposisi telah berhasil memperoleh kemenangan cepat di medan perang, mengalahkan rezim Assad dan pasukan darat yang didukung Iran, serta merebut lokasi-lokasi strategis utama, termasuk pangkalan militer.
Kemenangan ini memungkinkan pasukan oposisi untuk bergerak lebih dekat dalam merebut dan memblokir jalan raya M-5, yang merupakan jalur utama Suriah yang menghubungkan Aleppo dan Damaskus.
Pasukan oposisi juga telah membuka front kedua di Idlib timur, maju ke kota Saraqib, yang diduduki oleh pasukan Rusia dan Iran.
Beberapa sumber mengatakan bahwa pejuang oposisi berharap untuk memulihkan garis zona de-eskalasi Idlib 2019, yang disetujui oleh Turki dan Rusia.
Namun, sejak 2020, pasukan rezim Iran dan Assad telah terang-terangan melanggar ketentuan perjanjian ini dengan merebut lebih banyak wilayah.
Serangan itu bisa jadi merupakan upaya untuk mengusir pasukan pro-Assad dari wilayah-wilayah ini dan membangun kembali batas-batas zona de-eskalasi.
Apa kemungkinan hasilnya?
Meskipun telah ada indikasi selama berminggu-minggu bahwa pasukan oposisi merencanakan serangan di wilayah-wilayah yang dilanda perang, sebagai tanggapan terhadap serangan terhadap Idlib dan wilayah lain yang dikuasai oposisi di barat laut, tidak seorang pun memperkirakan operasi sebesar ini akan terjadi.
Ini termasuk rezim Assad dan sekutunya. Oleh karena itu, hasilnya sulit untuk diukur, mengingat tidak diketahui berapa lama pejuang oposisi yang dipimpin HTS dapat mempertahankan serangan. Ini bergantung pada kemampuan mereka tidak hanya untuk mengambil posisi yang dikuasai rezim tetapi juga mempertahankannya dan mencegah wilayah yang dikuasai rezim dapat dengan mudah mendapatkan pasokan ulang. (TNA/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
<!–
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
–>
Sumber Klik disini