Tag:
Islam 4 Beginner
Islampos.com
Pertemuan Kakek dan Nenek Umar bin Abdul Aziz
SUATU malam menjelang dinihari, Khalifah Umar bin Khattab bersama seorang pembantunya melakukan inspeksi ke pinggiran kota. Dari salah satu rumah yang dilewatinya, Umar mendengar percakapan dua orang wanita, ibu dan anaknya.“Campur saja susunya dengan air agar lebih banyak,” demikian suara si ibu.Mendengar ucapan demikian itu `Umar bin Khattab, yang sebelumnya telah mengeluarkan larangan mencampur susu dengan air dengan tujuan untuk diperdagangkan dan mendapatkan keuntungan besar, merapatkan telinganya ke dinding.BACA JUGA: Umar bin Abdul Aziz Menikmati Jawaban AllahTak lama kemudian, dia mendengar sang putri menjawab, “Ibu! Apakah Ibu belum mendengar pengumuman dari Amirul Mukminin `Umar bin Khattab?”“Pengumuman tentang apa, anakku?” tanya sang ibu.“Dia mengeluarkan larangan mencampur susu dengan air untuk meraih keuntungan yang besar,” jawab sang putri.“Campur saja susu itu dengan air! Amirul Mukminin kan jauh dari kita. Dia toh tak akan melihat kita,” perintah sang ibu.“Tidak, Ibu!” jawab sang putri menolak perintah ibun-danya. “Demi Allah, aku bukanlah macam orang yang patuh ketika berada di hadapannya, tapi melanggar perintahnya ketika jauh darinya. Andaikan `Umar tidak tahu, bukankah Tuhannya Amirul Mukminin tentu melihat kita?”Mendengar percakapan antara sang ibunda dan sang putri yang demikian itu, `Umar bin Khattab pun berkata lirih kepada Aslam bin Zaid, “Aslam! Coba besok pagi engkau teliti siapa kedua perempuan itu. Juga, apakah mereka mempunyai suami?”Esok harinya Aslam bin Zaid kemudian pergi mencari tahu tentang kedua perempuan itu. Selepas itu, dia kembali pada sang khalifah bahwa anak perempuan itu masih gadis dan tinggal bersama ibundanya yang telah tidak bersuami lagi.BACA JUGA: Umar bin Abdul Aziz Pecat Gubernur yang Baru Dilantiknya karena Hal IniSetibanya di rumah, `Umar bin Khattab kemudian memanggil putra-putranya. Selepas mereka berkumpul, mertua Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang memeluk Islam pada tahun keenam dakwah Islam itu pun menyatakan niatnya untuk menikahkan putranya yang belum menikah, yaitu Ashim, dengan gadis yang dikaguminya karena kejujurannya dan sikapnya yang teguh dalam memelihara amanat.Ashim pun menerima tawaran sang ayahanda. Kelak, dari perkawinan antara Ashim dan gadis itu lahir seorang anak perempuan bernama Laila Ummu Ashim binti Ashim bin `Umar bin Khattab yang kelak menjadi ibunda seorang khalifah yang terkenal bijak dan jujur: `Umar bin Abdul Aziz. []Sumber: Pesan Indah dari Makkah & Madinah/Karya: Ahmad Rofi’ Usmani/Penerbit: Mizania/2008
Islampos.com
Apakah Sepupu Termasuk Mahram?
SAUDARA sepupu bukan termasuk mahram. Sehingga sangat mungkin untuk terjadinya pernikahan yang sah antara laki-laki dan wanita yang hubungannya saudara sepupu. Kalau kita perhatian daftar mahram di bawah ini, hubungan saudara sepupu tidak termasuk yang mahram.Siapa Saja Mahram?Ada dua jenis kemahraman. Pertama, kemahraman yang bersifat abadi dan tidak pernah berubah. Kedua, kemahraman yang bersifat sementara, bisa berubah menjadi tidak mahram.Jenis yang pertama, yaitu yang kemahramannya bersifat abadi bisa terjadi karena tiga hal. Yaitu hubungan nasab, hubungan karena pernikahan dan persusuan.BACA JUGA: Laki-laki dan Perempuan Bukan Mahram Berduaan Bisa Timbulkan FitnahDi antara hubungan mahram yang abadi karena nasab adalah hubungan seorang laki-laki dengan:1. Ibunya atau neneknya dan terus ke atas2. Anak perempuannya dan terus ke cucu perempuannya ke bawah3. Saudari perempuannya4. Bibinya dari pihak ayah5. Bibinya dari pihak ibu6. Anak wanita dari saudara laki-lakinya7. Anak wanita dari saudara perempuannyaSedangkan mahram yang abadi karena adanya pernikahan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan:1. Ibu dari isterinya (mertua wanita)2. Anak wanita dari isterinya (anak tiri)3. Isteri dari anak laki-lakinya (menantu peremuan)4. Isteri dari ayahnya (ibu tiri)Dan mahram yang abadi karena adanya hubungan persususuan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan:1. Ibu yang menyusuinya2. Ibu dari wanita yang menyusui (nenek)3. Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga)4. Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan)5. Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui6. Saudara wanita dari ibu yang menyusui.Di luar di luar dari hubungan mahram yang bersifat abadi, masih ada jenis mahram yang kedua, yaitu kemahraman yang tidak abadi. Jadi keharaman untuk terjadinya pernikahan hanya untuk sementara waktu saja, tapi karena keadaan tertentu, keharamannya menjadi hilang berganti menjadi boleh untuk terjadinya pernikahan.BACA JUGA: Muslim Harus Tahu 4 Hal soal Chattingan dengan Lawan Jenis yang Bukan MahramDi antaranya adalah hubungan seorang laki-laki dengan:1. Saudari perempuan isterinya, atau yang dikenal dengan adik/kakak ipar. Bila isteri wafat atau dicerai, maka mantan ipar bisa jadi isteri.2. Isteri orang lain, hukumnya haram dinikahi. Tetapi bila suaminya wafat atau wanita itu dicerai suaminya dan telah habis iddahnya, maka wanita itu boleh dinikahi.3. Mantan isteri yang ketika cerai dengan metode talak tiga. Hukumnya haram dinikahi, tetapi bila mantan isteri itu pernah menikah dengan laki-laki lain dan telah terjadi dukhul, lalu dicerai suaminya dan telah habis masa iddahnya, hukumnya kembali lagi boleh dinikahi.Dan masih banyak lagi contoh lainnya. Wallahu a’lam. []SUMBER: RUMAH FIQIH
Islampos.com
Apa Hukum Mencuri Uang Kotak Amal?
MENCURI merupakan perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar. Jika seseorang mencuri uang dari kotak amal, perbuatan ini tidak hanya melanggar hukum syariat, tetapi juga merugikan orang lain yang menjadi penerima manfaat dari amal tersebut. Berikut adalah penjelasan hukum mencuri uang kotak amal.1. Dosa BesarMencuri adalah dosa besar dalam Islam. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188).Selain itu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Allah melaknat pencuri…” (HR. Bukhari dan Muslim).BACA JUGA: Hukum Mengeringkan Air Wudhu2. Hukuman dalam IslamDalam hukum syariat, mencuri yang memenuhi syarat tertentu dapat dikenakan hukuman had (potong tangan), seperti yang disebutkan dalam QS. Al-Maidah: 38:“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan bagi apa yang mereka kerjakan..”Namun, hukuman ini hanya diterapkan jika syarat-syarat tertentu terpenuhi (misalnya, nilai barang yang dicuri mencapai nisab dan dilakukan tanpa syubhat).3. Pelanggaran AmanahUang di kotak amal merupakan amanah yang diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan. Mencuri dari kotak amal berarti mengkhianati amanah dan hak fakir miskin.BACA JUGA: Ini Hukum Intermitten Fasting dalam Islam4. Tanggung Jawab Taubat:Orang yang mencuri wajib bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Taubat meliputi:· Berhenti dari perbuatan tersebut.· Menyesali perbuatan yang telah dilakukan.· Bertekad tidak mengulanginya lagi.· Mengembalikan uang yang dicuri atau mengganti kerugian tersebut.Perbuatan mencuri dari kotak amal sangat buruk karena menyakiti banyak pihak, termasuk para pemberi amal, penerima manfaat, dan lembaga yang bertanggung jawab. Selain dosa kepada Allah, pelaku juga harus menyelesaikan hak manusia (haqqul adami) dengan mengembalikan harta yang dicuri. []REDAKTUR:JALAL HALIF
Islampos.com
10 Penyebab Matinya Hati
HATI yang mati itu tidak ada bedanya dengan jasad yang sudah tidak bernyawa. Walaupun dipukul, dicubit, bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa-apa. Ada beberapa ciri hati yang mati. Dan juga penyebab matinya hati.Sehingga ketika orang yang hatinya telah mati melakukan perbuatan baik atau pun buruk rasanya akan sama saja, biasa-biasa saja, dan tidak ada nilainya sama sekali. Ada dua ciri utama hati yang mati, yaitu:1- Selalu menolak akan kebenaran dari Allah.2- Selalu melakukan kerusakan / berlaku zhalim kepada sesama makhluk hidup bahkan terhadap dirinya sendiri.BACA JUGA: 6 Penyakit Hati Ini Sulit Disembuhkan, WaspadaiHati yang mati secara tersirat disinggung dalam surat Al-Baqarah ayat 7 yang artinya “Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang berat”.Serta dalam riwayat Ibrahim bin Adham atau dikenal juga dengan nama Abu Ishaq, yang sedang berjalan dipasar Bashrah, lalu orang-orang mengerumuninya dan seraya bertanya: “Wahai Abu Ishaq, sudah sejak lama kami memanjatkan do’a kepada Allah, tetapi mengapa do’a-do’a kami tidak di kabulkan? Padahal Allah telah berfirman dalam kitab-Nya; “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan do’a kalian.” (QS.Ghoofir : 60).Lalu Abu Ishaq menjawab, “Hal itu dikarenakan hati kalian telah mati dengan sepuluh perkara berikut:10 Penyebab Matinya HatiKalian mengenal Allah tetapi kalian tidak menunaikan kewajibannya.Kalian mengakui mencintai Rasulullah, tapi kalian meninggalkan sunnahnya.Kalian membaca Al-Qur’an, tapi kalian tidak mengamalkan isi kandungannya.Kalian sangat banyak diberi nikmat karunia, tapi kalian tidak mensyukurinya.Kalian selalu mengatakan bahwa syetan itu musuh kalian, tetapi kalian mengikuti langkahnya.BACA JUGA: 7 Penyakit Hati ManusiaKalian mempercayai surga itu ada, tetapi kalian tidak berbuat amal untuk mengantarkannya kesana.Kalian mempercayai neraka itu ada, tetapi kalian tidak lari dari panas siksanya.Kalian mengakui bahwa kematian itu benar adanya, tetapi kalian tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.Kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain, akan tetapi lupa pada kekurangan diri sendiri.Kalian mengubur jenazah, akan tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.Naudzubillah, Semoga saja kita bisa mengambil hikmahnya. Dan semoga kita tidak termasuk kedalam golongan orang dengan hati yang mati. []Sumber: Ebook Kultum Ramadhan/zonakeren.com
Islampos.com
Tahajud setelah Witir, Bolehkah?
APA hukum tahajud setelah witir? Seperti kita tahu, shalat witir merupakan penutup shalat. Nah, bagaimana jika setelah melaksanakan witir, kita melaksanakan tahajud?Mengenai hukum orang yang sudah witir di awal malam, kemudian hendak tahajud di akhir malam, At-Turmudzi dalam sunannya menyebutkan bahwa ada perbedaan pandangan ulama.Pertama, sebagian sahabat dan ulama generasi setelahnya berpendapat, bahwa witir di awal malam harus dibatalkan.Dengan cara, dia shalat 1 rakaat sebagai penggenap dari witir yang dia lakukan di awal malam. Selanjutnya dia bisa shalat tahajud sesuai yang dia inginkan, kemudian witir lagi di akhir malam. Kata Turmudzi, ini adalah pendapat Ishaq bin Rahuyah.BACA JUGA: Shalat Tahajjud, Apakah Harus Tidur Dulu? Kedua, pendapat ulama lain di kalangan para sahabat dan generasi setelahnya.Mereka semua mengatakan, orang yang sudah witir di awal malam kemudian hendak tahajud di akhir malam, maka dia bisa langsung shalat sesuai yang dia inginkan, dan tidak perlu membatalkan witirnya. Hanya saja, dia tidak boleh witir lagi.Ini adalah pendapat Sufyan at-Tsauri, Imam Malik, Ibnul Mubarok, Imam Syafii, ulama kufah, dan Imam Ahmad.Turmudzi menyimpulkan bahwa pendapat kedua lebih kuat. Karena terdapat beberapa riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shalat setelah witir. (Sunan at-Turmudzi, 2/318).Perhatikan 2 Hal IniOleh karena itu, diperbolehkan bagi orang yang sudah melaksanakan shalat tarawih untuk menambah shalat malam dengan shalat tahajud. Namun ada dua hal yang perlu diperhatikan.Pertama, hendaknya ikut imam sampai selesai, dan jangan pulang sebelum imam melakukan witir. Tujuannya, agar kita mendapatkan keutamaan berupa pahala seperti shalat semalam suntuk. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis dari Abu Dzar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.” (HR. Nasai 1605, Turmudzi 811; dan disahihkan Syu’aib al-Arnauth)Kedua, tidak boleh melakukan witir dua kali. Jika sudah witir bersama imam maka ketika tahajud tidak boleh witir lagi. Ini berdasarkan hadis, “Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Abu Daud 1441, Nasai 1679; dan disahihkan Syu’aib al-Arnauth)BACA JUGA: 3 Waktu Shalat Tahajjud, Mana yang Terbaik?Menurut Fatwa Lajnah DaimahDalam Fatwa Lajnah Daimah disebutkan, “Jika Anda shalat tarawih bersama imam maka yang lebih utama adalah melakukan witir bersama imam, agar mendapatkan pahala sempurna, sebagaimana disebutkan dalam hadis, ‘Barang siapa yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.’ (HR. Abu Daud dan Turmudzi).Jika bangun di akhir malam dan ingin menambah shalat maka silakan shalat sesuai keinginan, namun tanpa witir, karena tidak ada witir dalam semalam.” (Fatwa Lajnah Daimah, 6/45). []SUMBER: KONSULTASI SYARIAH
Islampos.com
Nama Suami Tidak Boleh Ditambahkan pada Nama Istri?
APA hukum menambahkan nama suami di belakang nama istri?Dalam agama Islam yang sempurna, Islam sangat menjujung tinggi kemaslahatan antar manusia di muka bumi. Oleh karena itu, lewat agama Islam yang sempurna yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Salam, Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia.Mulai dari berbagai adab antar sesama manusia sampai hukum menisbatkan nama suami dibelakang nama istri.Pada umumnya, menisbatkan nama suami dibelakang nama istri merupakan kebiasaan beberapa orang fasik, menunjukan rasa kasih sayang mereka pada pasangannya. Namun ternyata hal ini bertolak belakang dengan hukum Islam.BACA JUGA: Penting Diketahui oleh Suami Istri 7 Adab JimaRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah,” (HR. Muslim dlm al-Hajj (3327) dan Tirmidzi).Hadits riwayat muslim tersebut sangat jelas memaparkan bagaimana Allah sangat tidak menyukai kebiasaan menambahkan nama suami dibelakang nama istri. Bagi orang-orang yang tetap menjalankan hal tersebut, laknat Allah yang sangat mengerikan berlaku padanya. Bahkan tidak hanya dilaknat, dalam hadits lain ancaman Allah lebih dasyat lagi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda:“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.” (HR Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982)Hukum Menambahkan Nama Suami di Belakang Nama Istri: Muliakan Ayah Kandung IstriIslam melarang seorang istri menambahkan nama suaminya, disebabkan untuk memuliakan kedudukan ayah kandung istri tersebut.Bahkan Allah Subhanallahu wa Ta’alla berfirman tentang etika menisbatkan nama anak angkat dengan nama bapak kandungnya:BACA JUGA: Istri Tak Cantik, Suami Nikah Lagi?“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]Semoga bermanfaat dan menjadi pelajaran untuk kita bersama agar tidak menisbatkan nama suami dibelakang nama istri, Wallahu A’lam Bish-showab. []SUMNER: HIJAZ.ID.
Islampos.com
8 Penyebab Doa Tidak Terkabul
APA penyebab doa tidak terkabul?Berapa kali Anda berdoa setiap hari? Satu, dua, lima, atau berapa? Apakah karena seringnya Anda berdoa hingga tak terhitung jumlahnya, bagaikan buih di lautan. Pernahkah terbesit dalam hati Anda, mengapa doa yang dipanjatkan tak terkabul jua? Jika pernah apa yang terlontar dari lisan ini? Keluhankah? Atau syukurkah?Maaf, jika keluhan yang Anda uraikan dari lisan yang hina ini, berarti Anda salah besar. Sebab rencana Allah SWT akan lebih baik, jika disandingkan dengan rencana yang ada dipikiran Anda sekarang.Selamat, jika ucapan syukur yang terlantun merdu dari lisan Anda, semoga Allah SWT menggantikan doa-doa yang Anda panjatkan dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang Anda pinta.BACA JUGA: Pentingnya Tahu Waktu-Waktu Mustajab dalam BerdoaTeringat sebuah kisah pada zaman Sayidina Ali RA, perihal doa yang tak terkabul. Suatu hari Ali RA berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ketika beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang di tengah-tengah jamaah, ia pun berkata, “Ya Amirul Muminin, mengapa doa kami tidak diijabah? Padahal Allah berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu’,” ucapnya penuh amarah.Sayidina Ali RA menjawab dengan tenang, beliau pun berkata, ”Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan delapan hal.”Nah, jadi kita jangan sampai berkeluh kesah, apalagi protes dan menyalahkan Allah SWT atas doa-doa yang tidak terkabul. Tetapi, tengok dulu diri yang penuh dosa ini. Sudah pantaskah jika doa yang kita panjatkan diberikan kepada kita?Yuk, kita lihat apa kedelapan hal yang dimaksud oleh Ali RA.Pertama, apakah Anda beriman kepada Allah, mengetahui Allah? Tetapi Anda tidak melaksanakan kewajiban Anda sebagai seorang hamba yang hina kepada-Nya. Maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.Kedua, jika Anda mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi Anda menentang sunnahnya dan mematikan syariatnya. Maka, apakah itu yang dinamakan buah dari keimanan?Ketiga, Anda membaca Al Quran yang diturunkan melalui Rasul-Nya, tetapi tidak kau amalkan.Keempat, Anda berkata, ”Kami mendengar dan kami patuh,” tetapi Anda tentang ayat-ayatnya, dengan melakukan berbagai dosa yang hingga kini, mungkin masih melumuri diri Anda.Kelima, Anda menginginkan surga, tetapi setiap waktu melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari surga. Maka, mana bukti keinginanmu itu?Keenam, Setiap saat Anda merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap Anda tidak bersyukur kepada-Nya.Ketujuh, Allah memerintahkan Anda agar memusuhi syetan seraya berfirman, ”Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang nyala-nyala,” (QS. Al Faathir: 6).BACA JUGA: 6 Jenis Doa yang Terkandung dalam Al-Qur’anTetapi apa kenyataannya yang Anda lakukan? Musuhi syetan atau bersahabat dengannya?Kedelapan, Anda sering menjadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata sebagai bahan presentasi tatkala berkumpul dengan kawan karib Anda, tetapi Anda lupa, bahwa Anda sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada orang yang Anda cela.Itu dia, kedelapan kesalahan yang membuat doa kita terhalang, jadi tak usah salahkan Allah SWT dulu, jikalau doa Anda tidak dikabul. Lihat ke dalam diri, sudah baikkah Anda? Sudah pantaskan Anda mendapatkan hal tersebut? Seberapa bertaqwakah Anda? Dan pertanyaan yang lainnya.Jadi, introspeksi dulu deh, sebelum salahkan Allah SWT atau orang lain. Padahal kesalahan itu, nyatanya datang dari diri kita sendiri? []Referensi: E-book Kumpulan Tausyiah Aa Gym.
Islampos.com
Ini Hukum Intermitten Fasting dalam Islam
APA hukum intermitten fasting dalam Islam?Intermittent fasting (puasa berselang) merupakan pola makan yang melibatkan siklus antara periode makan dan puasa. Dalam Islam, puasa memiliki nilai ibadah, dan hukum melakukan sesuatu seperti intermittent fasting bergantung pada niat, tujuan, dan pelaksanaannya.Berikut adalah beberapa poin yang relevan terkait intermittent fasting dalam Islam:1. Hukum Intermittent Fasting dalam IslamBoleh (Mubah): Jika dilakukan untuk tujuan kesehatan, seperti menurunkan berat badan, menjaga metabolisme, atau meningkatkan kebugaran, selama tidak melanggar aturan syariat (misalnya, tidak mengabaikan kewajiban makan sahur dan berbuka puasa pada Ramadan).BACA JUGA: Cara agar Bisa Rutin Puasa Senin KamisDianjurkan (Mustahab): Jika intermittent fasting dilakukan sejalan dengan puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (13, 14, 15 bulan Hijriyah), atau puasa Daud.Makruh atau Haram: Jika niatnya hanya untuk meniru tren tanpa mempertimbangkan prinsip Islam, atau jika puasa tersebut membahayakan kesehatan secara serius.2. Niat dalam Intermittent FastingNiat sangat penting dalam Islam. Jika intermittent fasting dilakukan dengan niat ibadah kepada Allah, seperti meniru puasa sunnah, maka ia juga dapat bernilai ibadah. Namun, jika tujuannya hanya untuk kesehatan atau estetika, maka itu hanya dianggap sebagai aktivitas mubah (dibolehkan).3. Kesesuaian dengan SyariatTidak boleh melewatkan waktu makan sahur atau berbuka pada Ramadan karena mengikuti pola intermittent fasting.Tidak boleh menyebabkan kelemahan sehingga menghalangi ibadah wajib seperti salat.Menghindari praktik yang bertentangan dengan akidah atau prinsip Islam.4. Manfaat Kesehatan dalam IslamIslam menganjurkan menjaga kesehatan dan tubuh yang kuat. Rasulullah ﷺ bersabda:“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan.” (HR. Muslim)Intermittent fasting juga bisa dianggap sebagai salah satu cara menjaga kesehatan jika dilakukan dengan benar, karena puasa memiliki manfaat kesehatan yang diakui oleh banyak penelitian.BACA JUGA: Adakah Hadis Shahih Mengenai Puasa Sunnah di Bulan Rajab?5. Konsultasi dengan AhliJika seseorang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi sebelum memulai pola makan ini, agar tidak membahayakan diri.KesimpulanHukum intermittent fasting dalam Islam adalah boleh (mubah), bahkan bisa menjadi sunnah jika dikaitkan dengan puasa yang dianjurkan. Namun, tetap perlu menjaga niat, tujuan, dan pelaksanaannya agar sesuai dengan syariat Islam. []