Tawuran kian hari makin meresahkan. Tawuran dikabarkan kasusnya terus naik, bahkan korban tewasnya pun terus bertambah. Mirisnya, tawuran diduga menjadi cara baru mencari cuan melalui live streaming.
Caranya, para pelaku melakukan promosi pada netizen melalui media sosial bahwa mereka akan tawuran, setelahnya tawuran akan ditayangkan secara live. Jumlah keuntungan dari konten tawuran dikabarkan cukup besar, karena banyak yang tertarik untuk menontonnya. Tawuran berulang yang terjadi di jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara Jatinegara, Jakarta Timur, adalah contohnya.
Para remaja yang ikut tawuran pun turut mengonsumsi minuman keras dan narkoba, tujuannya agar saat menjalani aksinya mereka jadi tidak memiliki rasa takut. Pelaku tawuran pun tak segan membawa senjata tajam seperti parang, celurit, belati hingga golok, seperti sudah siap untuk saling melukai satu sama lain.
Lantas mengapa tawuran kian marak? Apa yang menyebabkan anak-anak remaja semakin tidak takut melakukan kekerasan dan kejahatan? Dan bagaimana caranya agar para remaja ini bisa kembali menjadi generasi yang diharapkan bangsa?
Sekuler Liberal
Maraknya tawuran tidak terlepas dari akibat pemahaman sekuler liberal di dalam kehidupan umat. Paham sekuler telah sukses menjadikan umat tidak memahami agamanya, seluruh perbuatannya bersandar pada akal semata. Selain itu, asas manfaat juga menjadi tolok ukur perbuatan dan materi menjadi standar kebahagiaanya. Inilah yang menjadikan kehidupan umat semakin rusak.
Oleh sebab itu, konten tawuran dianggap sebagai hiburan penghasil cuan dalam sistem kehidupan sekuler. Para pelaku tidak peduli apapun isi kontennya selagi itu menghasilkan cuan. Apalagi di era kapitalis seperti saat ini justru yang viral adalah konten-konten tidak bermutu.
Para pengikut dan penontonnya alih-alih melaporkan pada pihak yang berwenang untuk mencegah, mereka malah menikmati adegan kekerasan tersebut. Lihatlah, sudah sedemikian rusaknya nurani para remaja hari ini.
Lebih lanjut, sekularisme melahirkan liberalisme. Paham ini menjadikan manusia bebas melakukan segala sesuatu asal mereka senang. Dengan begitu, mereka tidak merasa takut untuk memukul bahkan sampai menusuk musuh tawurannya. Mereka pun tidak takut untuk meminum minuman keras dan narkoba padahal telah jelas keharamannya.
Pendidikan Sekuler
Tawuran yang kian mengerikan dan meresahkan ini sejatinya satu gambaran kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam mencetak generasi berkualitas. Sistem pendidikan yang menjauhkan agama dari kurikulumnya menjadikan generasi muda tumbuh tanpa iman dan takwa.
Energi besar yang dimiliki remaja malah digunakan untuk aktivitas-aktivitas yang tidak berguna bahkan mengundang laknat Allah. Tawuran bukanlah satu-satunya kenakalan remaja yang lahir dari sistem pendidikan sekuler. Di luar sana marak juga pergaulan bebas, aborsi, geng motor, narkoba, dan masih banyak lagi kenakalan remaja yang sudah sangat diluar nalar.
Sistem pendidikan sekuler yang hanya berorientasi pada akademik, menyebabkan para peserta didik fokus pada dirinya sendiri. Dogma atas nilai yang bagus agar bisa bekerja di tempat bonafit sudah terlalu mengakar, tanpa peduli caranya halal atau haram. Semua itu mereka lakukan hanya demi capaian materi. Itulah gambaran kebahagiaan yang terus ditanamkan pada pelajar.
Lebih parahnya lagi, sistem pendidikan sekuler saat ini gagal menanamkan tujuan hidup pada pelajar. Akibatnya, para pelajar tidak memiliki tujuan jelas di balik fitrah penciptaan mereka. Kondisi ini menjadikan para pelajar mudah stres dan kebingungan dalam menghadapi persoalan hidup. Banyak pelajar yang juga terserang kesehatan mentalnya sehingga mereka mudah terbawa pada arus negatif, termasuk tawuran.
Sumber Klik disini