Jokowi adalah pemimpin yang zalim. Banyak kebijakannya yang menyengsarakan rakyat, khususnya umat Islam.
Di masa Jokowi tiga ormas Islam dibubarkan. Tokoh dan aktivis aktivis Islam dikerangkeng tanpa kesalahan yang jelas. Tentu di sini Jokowi tidak sendiri. Ia bersekongkol di istana dengan orang-orang Islamofobia di sana.
Pertama, yang dibubarkan adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi yang anggotanya banyak kaum muda terpelajar ini dibubarkan tanpa alasan yang jelas. Beberapa waktu kemudian terungkap bahwa pemerintah khawatir khilafah akan berdiri di Indonesia.
Pembubaran yang mendadak HTI ini mendapat reaksi yang keras dari umat Islam. Tiga profesor yang juga tokoh umat membela keberadaan HTI di Indonesia. Prof Amien Rais, Prof Din Syamsuddin dan Prof Yusril Ihza Mahendra.
Amien protes keras kebijakan Jokowi yang semena-mena ini. Kebebasan organisasi dijamin UUD dan HTI tidak melakukan perbuatan kriminal. Din Syamsuddin juga mengecam keras. Din mengibaratkan HTI seperti organisasi Katolik di Indonesia. Katolik seperti diketahui punya ‘khalifah’ Paus Paulus di Vatikan. Seluruh organisasi Katolik dikendalikan dari Vatikan.
Yusril mengaku meski ada pemikirannya yang tidak sesuai dengan HTI, tapi ia membela keberadaan organisasi itu di Indonesia. Karena Indonesia adalah negara demokrasi yang memberi kebebasan kepada warganya untuk berorganisasi. Asal organisasi itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Di negara Timur Tengah yang otoriter memang Hizbut Tahrir dilarang. Tapi di Amerika dan Eropa yang demokratis Hizbut Tahrir dibebaskan.
Kedua, Jokowi membubarkan FPI, Front Pembela Islam. Organisasi yang didirikan Habib Rizieq Syihab dengan susah payah puluhan tahun ini, dengan enaknya dibubarkan Jokowi. FPI tidak melakukan kriminal dan sering melakukan aksi kemanusiaan di negeri ini.
Yang menarik, dalam dialog di TVOne saat itu, pengacara dari PDIP semangat sekali membela Jokowi dan setuju FPI dibubarkan. Pengacara itu beralasan dalam anggaran rumah tangga FPI disebutkan FPI ingin membentuk khilafah. Padahal khilafah ala FPI adalah gabungan dari negeri negeri Islam. Seperti organisasi internasional yang telah ada, OKI. Organisasi Konferensi Islam.
Pembubaran FPI ini ditentang Menteri Agama saat itu, yaitu Fakhrul Razi. Ia menentang keras pembubaran FPI ini sehingga akhirnya ia dilengserkan oleh Jokowi dari Menteri Agama. Menteri Agama ketika itu menyatakan bahwa kalau ada unsur radikal FPI mereka bisa dibina. Kalau organisasinya tidak formal maka lebih bahaya.
Ketiga, Jokowi membubarkan organisasi Islam ACT. Aksi Cepat Tanggap. Organisasi ini dianggap menyelewengkan dana dari masyarakat. Pimpinannya menumpuk kekayaan sendiri.
Para pembela ACT menyatakan bahwa pembubaran organisasi kemanusiaan ACT adalah semena-mena. Harusnya kalau ada pengurus yang menyelewengkan dana masyarakat, pengurus itulah yang dipidana, bukan organisasinya dibubarkan. Seperti diketahui ACT adalah organisasi kemanusiaan Islam yang termasuk besar di negeri ini.
Masyarakat mengetahui bahwa partai-partai di Indonesia banyak melakukan korupsi. Misalnya PDIP atau Golkar anggota anggotanya melakukan korupsi, maka yang dipenjara adalah anggota yang melakukan pidana, organisasinya tidak dibubarkan. Mengapa hal seperti ini tidak diterapkan pada organisasi organisasi Islam yang dibubarkan Jokowi. Disinilah kezaliman Jokowi.
Sumber Klik disini