ALLAH SWT melarang kita melakukan perbuatan yang terkategori dzan dan tajassus (prasangka dan memata-matai) terhadap sesama orang beriman.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.” (QS. Al Hujurat: 12)
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya, Shafwatut Tafaasiir, mengatakan bahwa yang dimaksud, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan” adalah jauhilah jauhilah curiga, menuduh khianat dan berburuk sangka kepada keluarga dan orang lain.
Kata “kebanyakan”, lanjut Ash-Shabuni, adalah agar seseorang berhati-hati dalam setiap persangkaan dan tergesa-gesa dalam berprasangka. Sebaiknya dia berpikir dan menyelidiki. Sedangkan yang dimaksud dengan larangan tajassus, kata As-Shabuni, adalah janganlah kalian meneliti dan menyelediki cacat dan aib orang-orang Muslim.
Menurut Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi, tidak adanya kepercayan kepada orang lain akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan batin berupa su’uzhan (perasangka buruk) dan mendorong seorang melakukan tindakan tajassus (memata matai). Padahal Islam membangun masyarakatnya atas dasar kesucian lahir dan batin sekaligus. Oleh karena itu larangan tajassus ini dirangkai dengan larangan su’uzhan. Banyak sekali terjadi tajassus yang disebabkan oleh su’uzhan.
Sesungguhnya manusia mempunyai kehormatan yang tidak boleh dirusak dengan tajassus dan dicari-cari kesalahannya, hingga seandainya mereka melakukan dosa khusus terhadap diri mereka sendiri, selama mereka melakukanya dengan sembunyi-sembunyi, tidak terang-terangan.
Abdul Haitsam, sekertaris Uqbah bin Amir, salah seorang sahabat Nabi Saw bercerita, “Aku pernah berkata dengan Uqbah bin Amir demikian: Sesunggunya kami memilikii tetangga yang suka meminum khamer, dan saya memanggil polisi untuk menangkap mereka.’ Maka Uqbah bin Amir berkata jangan kamu lakukan itu, tetapi nasehati dan peringatkanlah mereka. Saya berkata lagi, ‘saya telah memeringatkan mereka tapi mereka tidak mau berhenti, oleh karena itu saya memanggil polisi untuk menangkap mereka.’ Uqbah berkata, “celaka engkau! Janganlah engkau melakukan itu, karena Rasulullah saw bersabda: ‘’Barangsiapa menutup cacat (seseorang), maka seolah-olah dia menghidupkan anak yang ditanam hidup-hidup dalam kuburnya,’’ (HR Abud, Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, lafal ini adalah lafalnya, dan Hakim)
Nabi Saw menganggap perbuatan mencari-cari cacat orang lain sebagai watak orang munafik yang mengatakan beriman dengan lidahnya tapi tidak beriman dengan hatinya. Kelak mereka akan dibebani dosa yang amat berat di sisi Allah Swt.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata,’’Rasulullah Saw pernah naik mimbar, lalu berpidato dengan suara keras:
‘’Wahai orang orang yang menyatakan Islam dengan mulutnya tapi imannya belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah engkau menyakiti orang orang Islam, dan jangan menyelidikai cacat-cacat mereka! Karena barang siapa yang mencari-cari cacat saudaranya sesama Muslim niscaya Allah akan mencari cacatnya, dan barang siapa yang diselidiki cacatnya oleh Allah, niscaya Allah akan menampakkannya meskipun di dalam kemahnya.’’ (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sumber Klik disini