DARI Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu yang berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketika aku telah menuntaskan seluruh urusan di Baitul Maqdis, aku melakukan mi’raj dan aku tidak pernah menyaksikan sebuah peristiwa yang lebih indah daripada peristiwa itu, yakni seperti seseorang yang melihat kematian saat sedang menjelang ajal. Lalu malaikat Jibril membawaku naik hingga tiba di salah satu gerbang langit. Gerbang langit tersebut bernama Gerbang Al-Hafazhah (Para Penjaga). Pintu Al-Hafazhah dijaga salah satu malaikat yang bernama Ismail yang ngomandoi dua belas ribu malaikat dan setiap satu dari mereka juga mengomandoi dua belas ribu malaikat.”
Ditengah-tengah Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menceritakan peristiwa mi’raj, beliau melafalkan firman Allah Ta’ala:
Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (QS. al-Mudatstsir: 31).
Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam melanjutkan lagi, “Ketika Jibril masuk bersamaku,”
Malaikat Ismail bertanya, “Siapa orang ini?”
Malaikat Jibril menjawab, “Dia Muhammad.”
Malaikat Ismail bertanya, “Apakah dia sudah diutus?”
Malaikat Jibril menjawab, “Ya. Sudah.” Malaikat Ismail lalu berdoa untukku.”
BACA JUGA: Ajakan Jibril untuk Memerangi Yahudi Bani Quraizah
Ibnu Ishaq berkata: Sebagian pakar bercerita kepadaku dari orang yang berbicara dengan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Para malaikat menyambut kedatanganku pada saat aku tiba di langit dunia. Semua dari para malaikat, tersenyum dan memberi kabar gembira kepadaku, ia tidak tertawa dan tidak tampak wajah gembira padanya sebagaimana yang terlihat pada malaikat-malaikat yang lain. Aku bertanya kepada Jibril, “Wahai jibril, siapakah malaikat ini?” Malaikat Jibril berkata kepadaku, “Dia adalah malaikat penjaga neraka.”
Aku bertanya kepada Jibril dan kedudukan Malaikat Jibril di sisi Allah seperti yang pernah dijelaskan Allah Ta’ala kepada kalian, Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (QS. At- Takwir: 21).
Dan bisakah dia memperlihatkan neraka kepadaku?”
Malaikat Jibril berkata, “Ya.”
Kemudian Malaikat Jibril berkata, “Wahai Malaikat perlihatkanlah neraka kepada Muhammad!”
Malaikat penjaga neraka pun membuka pintu neraka. Api neraka tersebut menyala-nyala hingga aku menduga bahwa ia pasti akan menghanguskan apa saja yang saya saksikan.
Aku berkata kepada Malaikat Jibril, “Wahai Jibril, perintahkan malaikat tersebut untuk menutup kembali pintu neraka ke seperti semula.”
Malaikat Jibril pun memerintahkan kepada malaikat penjaga neraka dengan berkata kepadanya, “Padamkanlah neraka itu.”
Kemudian neraka kembali seperti sedia kala.
Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan haditsnya dari Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, “Ketika aku tiba di langit dunia, aku melihat seseorang sedang duduk dan arwah-arwah diperlihatkan kepadanya. Jika arwah tersebut diperlihatkan kepadanya dalam keadaan baik dan ia senang dengannya, orang tersebut berkata, “Ini arwah yang baik yang keluar dari raga yang baik.”
Jika sebaliknya, ia akan berkata dengan wajah muram, “Ini arwah jelek yang keluar dari raga yang jahat.”
Aku bertanya kepada Malaikat Jibril, “Siapakah dia wahai Jibril?”
Jibril berkata, “Dia adalah nenek moyangmu, Adam. Semua arwah anak keturunannya diperlihatkan kepadanya. Jika arwah orang Mukmin dilewatkan padanya, ia sangat gembira dengannya, sambil berkata, “Ini arwah yang baik yang keluar dari raga yang baik. Jika arwah salah seorang kafir diperlihatkan kepadanya, ia mengatakan ‘ahh’ (uff) kepadanya, membencinya dan merasa terganggu dengannya, sambil berkata, “Ini arwah jelek yang keluar dari raga yang jelek.”
Kemudian aku melihat orang-orang yang bibirnya laksana bibir unta di tangannya ada bara api dari neraka sebesar batu segenggam tangan. Mereka memasukkan bara api tersebut ke dalam mulut mereka, lalu bara dari neraka tersebut keluar lagi dari dubur mereka.
Aku berkata, “Siapa mereka itu wahai Jibril?”
Jibril berkata, “Mereka pemakan harta anak yatim secara zalim.”
Kemudian aku melihat orang-orang dengan perut yang sangat aneh. Mereka duduk di jalan yang akan dilalui keluarga Fir’aun seperti unta yang kehausan. Ketika keluarga Fir’aun akan dibakar dengan api neraka, mereka menginjak orang-orang tersebut dan mereka tidak mampu pindah dari tempat mereka.
Aku berkata, “Siapa mereka, wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Mereka para pemakan harta riba.”
Lalu aku melihat orang-orang yang memegang daging yang empuk dan di sampingnya terdapat daging keras yang busuk. Mereka memakan daging yang busuk tersebut dan tidak mau memakan daging yang empuk tadi.
Aku bertanya kepada Jibril, “Siapakah mereka, wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Mereka orang-orang yang suka membicarakan orang lain.”
Kemudian aku melihat wanita-wanita yang digantung pada payudara mereka sendiri.
Aku bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Mereka wanita-wanita yang suka berbuat mesum dengan laki-laki lain saat suami dan anaknya tidak ada di rumah.”
Ibnu Ishaq berkata: Ja’far bin Amr bercerita kepadaku dari Al-Qasim bin Muhammad bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Kemurkaan Allah sangat keras terhadap wanita yang memasukkan laki-laki yang bukan berasal dari keluarganya, kemudian laki-laki tersebut memakan harta mereka dan melihat auratnya.”
Abu Sa’id Al-Khudri bercerita bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Malaikat Jibril lalu membawaku terbang ke langit kedua. Di sana aku berjumpa Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit ketiga. Di sana aku berjumpa seorang laki-laki yang postur tubuhnya seperti bulan kala purnama.
Aku bertanya, “Siapakah dia, wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Ini saudaramu, Yusuf bin Yaqub.”
Kemudian Jibril membawaku terbang ke langit keempat. Di sana aku berjumpa seorang laki-laki.
Aku bertanya, “Siapakah dia wahai, wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Dia Idris.”
BACA JUGA: Malaikat Jibril Sering Menyerupai Sahabat Nabi Ini
Lalu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam membaca ayat, “Dan Kami mengangkatnya ke tempat yang tinggi”
Kemudian Malaikat Jibril membawaku terbang ke langit kelima. Di sana aku bertemu orang tua yang rambut dan jenggotnya memutih lebat dan aku tidak pernah melihat orang tua setampan dirinya.
Aku bertanya, “Siapakah dia wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Dia orang yang kharismatik di tengah kaumnya, dia Harun bin Imran.”
Malaikat Jibril membawaku terbang ke langit keenam. Di sana aku berjumpa orang yang kulitnya berwarna sawo matang, tinggi, berhidung mancung dan seperti orang dari kabilah Syanu’ah.
Aku bertanya, “Siapakah lelaki itu wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Dia Musa bin Imran.”
Kemudian Jibril membawaku terbang ke langit ketujuh. Di sana aku bertemu orang tua sedang duduk di atas kursi di pintu Baitul Makmur yang setiap hari didatangi tujuh puluh ribu malaikat yang tidak meninggalkannya hingga Hari Kiamat. Dia sangat mirip denganku.
Aku bertanya, “Siapa dia wahai Jibril?”
Malaikat Jibril menjawab, “Dia Ibrahim.”
Kemudian Jibril membawaku masuk ke dalam surga. Di sana, aku melihat seorang perempuan yang berkulit merah agak “hitam”.
Aku bertanya kepadanya, “Siapa engkau?”
Wanita tersebut berkata, “Aku milik Zaid bin Haritsah.”
Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam memberitahukan kabar gembira ini kepada Zaid bin Haritsah.
Ibnu Ishaq berkata: Dari riwayat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu —sebagaimana kabar yang sampai padaku— dari Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wasallam, bahwa setiap kali Malaikat Jibril membawa tentang Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam ke salah satu langit dan meminta izin masuk, maka para malaikat penjaganya berkata kepada Jibril, “Siapa dia wahai Jibri!?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Para Malaikat berkata, “Apakah dia sudah diutus?” Jibril menjawab, “Ya.” Para malaikat berkata, “Semoga Allah memberinya keselamatan.”
Demikianlah yang terjadi dengannya hingga sampai di langit ketujuh, lalu beliau menghadap kepada Tuhan-Nya dan Allah mewajibkan kepadanya lima puluh shalat wajib dalam sehari.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kemudian aku keluar dan berpapasan dengan Musa bin Imran. la bertanya kepadaku, “Berapa kali Allah mewajibkan shalat kepadamu?” Aku menjawab, “Lima puluh kali dalam sehari.” Nabi Musa berkata, “Sesungguhnya lima puluh kali itu berat dilaksanakan apalagi umatmu itu lemah. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah Dia memberi dispensasi shalat bagimu dan bagi umatmu.”
BACA JUGA: Shalat Dhuha Rasulullah, Seperti Apa dan Bagaimana?
Kemudian aku kembali kepada Tuhanku dan memintaNya memberi keringanan shalat bagiku dan bagi umatku, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku. Kemudian aku keluar dan kembali berpapasan dengan Musa. Musa mengatakan kepadaku seperti yang dia katakan sebelumnya. Kemudian aku kembali menghadap Tuhanku dan meminta-Nya memberi dispensasi bagiku dan bagi umatku, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku. Lalu aku keluar, kembali aku berpapasan dengan Musa dan ia kembali berkata sebagaimana sebelumnya.
Aku pun kembali menghadap Allah dan meminta pada-Nya dispensasi lagi, kemudian Allah mengurangi sepuluh shalat dariku. Lalu aku balik lagi dan kembali berpapasan dengan Musa yang tak pernah henti mengatakan seperti itu setiap kali aku pulang dari Allah, “Kembali dan mintalah keringanan!!” Kemudian aku kembali menghadap Tuhanku dan meminta-Nya memberi keringanan shalat bagiku dan bagi umatku, hingga akhirnya Allah menetapkan shalat lima waktu bagiku dalam sehari dan semalam. Kemudian aku menemui Nabi Musa, ia berkata sebagaimana sebelumnya. Aku berkata kepadanya, “Aku telah bolak-balik menghadap Tuhanku dan meminta-Nya hingga aku merasa malu kepada-Nya. Aku tidak akan melakukannya lagi.” Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat lima waktu dengan mengimaninya dan mengharap ridha Allah, ia mendapatkan pahala sebanyak lima puluh shalat (yang diwajibkan).” []
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media
Sumber Klik disini