IBNU Katsir merasa dirinya banyak dipengaruhi pemikiran Ibnu Taymiyah melalui buku-bukunya, khususnya biografi. Dalam kitabnya “Al-Bidayah wa an-Nihayah” Ibnu Katsir menyebutkan dirinya banyak menimba ilmu dari pemikiran Ibnu Taymiyah. Saking dekatnya persahabatan mereka, Ibnu Katsir juga sering menghadapi cobaan dan ujian seperti yang dihadapi gurunya, khususnya serangan yang dilancarkan para ulama konservatif.
Bagi Ibnu Katsir, sikap fanatik akan menghalangi seseorang dalam belajar atau mengajarkan ilmu satu sama lain. Sikapnya yang toleran dan egaliter ditunjukkan kepada khalayak dengan keakrabannya dengan Ibnu Taymiyah, meskipun keduanya berbeda mazhab dan pandangan. Ibnu Katsir lebih mengacu pada mazhab Syafi’i, sedangkan Ibnu Taymiyah lebih cenderung pada mazhab Hanbali. Adapun mengenai ilmu-ilmu hadits, Ibnu Katsir banyak belajar dari pemikir dan ulama Jamaluddin al-Mizzi, yang kemudian berposisi selaku mertuanya. Ia mempersunting puteri al-Mizzi yang bernama Ammatu Rahim Zainab.
Ibnu Katsir juga banyak mendalami pemikiran adz-Dzahabi yang dinilainya sebagai ulama pamungkas yang banyak menghafal dan menguasai ilmu hadits.
Karya-karya Ibnu Katsir yang terkenal di antaranya Tafsir al-Qur’anul Adzim, Maulid a-Rasul, Ikhtishar Ulumul Hadits, Kitabul Ahkam, Syarh Shahih Bukhari, Kitabul Muqaddimat, Bidayah wa an-Nihayah, dan banyak lagi yang lainnya.
Di Indonesia, Tafsir al-Qur’anul Adzim sering disebut dengan Tafsir Ibnu Katsir. Selain tafsir, bidang-bidang keilmuan lainnya yang banyak digelutinya adalah ilmu hadits, fiqih, sejarah hingga filsafat.
BACA JUGA: Inilah Sosok Uzair Sebenarnya Menurut Tafsir Ibnu Katsir
Nama asli Ibnu Katsir adalah Abu Al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir. Ia memiliki gelar lengkap, Imad al-Din Abu Fida’ Islam’il ibn al-Khatib Syihab al-Din Abu Hafsah Umar ibn Katsiral Syafi’i al-Dimasyqi. Ibnu Katsir adalah anak dari Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar Ibn Katsir Ibn Dhaw Ibn Zara’ al- Quraisyi, yang merupakan seorang ulama besar penganut mazhab Syafi’i. Sejak masih kanak-kanak, ayahnya meninggal dunia, kemudian ia dirawat oleh seorang kakaknya, Kamaluddin Abdul Wahab. Sejak berusia 11 tahun, ia sudah mampu menghafal Alquran. Setelah diajak ke Damaskus (Syiria) oleh kakaknya itulah ia berjumpa dengan para ulama terkenal yang menguasai banyak bidang keilmuan. Hal itu pula yang sangat membantu Ibnu Katsir dalam mengembangkan pengetahuannya.
Selain belajar pada Ibnu Taymiyah, ia pun berguru pula pada Burhanuddin al-Fazari, yang kemudian menjadi mentor utamanya. Ia semakin mahir menguasai ilmu hadits setelah berguru pada Najmuddin ibn al- Asqalani dan Syhihabuddin al-Hajjar atau Ibnu al-Syahnah. Sedangkan di bidang sejarah, ia belajar langsung dari sejarawan Kota Syam, yang bernama al-Hafizh al-Birzali. Selama ia belajar, para ahli yang pernah menjadi gurunya memberikan gelar “al-Hafidz” atas kepiawaian Ibnu Katsir dalam menghafal Alquran serta mampu menghafal 10.000 hadits Nabi berikut periwayatannya. Penguasaannya di bidang sejarah membuat ia pun pernah dijuluki sebagai “al-Mu’arrikh”.
Ketika beranjak dewasa, Ibnu Katsir juga mendalami bidang keilmuan tentang birokrasi pemerintahan. asempat mengamalkan ilmunya di bidang birokrasi pemerintahan. Ia terlibat dalam pengesahan terkait undang-undang pemberantasan korupsi pada masa Dinasti Mamluk.
BACA JUGA: Menurut Ibnu Katsir, Inilah 5 Fakta Aisyah Istri Nabi
Tafsirnya yang fenomenal banyak mengacu langsung dari hadits-hadits Nabi, diselesaikan sebanyak 10 jilid buku tebal. Sampai saat ini, tafsir itu masih digunakan sebagai rujukan penting bagi para intelektual muslim sedunia. Di samping itu, ia pun menulis buku Fada’il Alquran (Keutamaan Alquran), yang berisi ringkasan-ringkasan sejarah Alquran.
Ibnu Katsir juga sangat tekun menulis karya-karya ilmiah, terutama mengenai ilmu fiqih dan ushulnya, hadits dan ushulnya, tafsir dan tarikh, hingga matanya mengalami rabun dan buta saat menulis kitab Jami’ul Masanid wa Sunan yang belum sempat diselesaikan hingga beliau wafat pada tahun 774 Hijriyah. Ibnu Katsir kemudian dimakamkan di samping makam gurunya, Yaitu Ibnu Taymiyah, di Damaskus, Suriah. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: [email protected], dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.
Sumber Klik disini