fbpx
Senin, 2 Desember 2024

Wajib Halal Sudah Berlaku, Pemerintah Siapkan Pengawasan dan Sanksi Pelaku Usaha

Share

Hidayatullah.com—Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama memberlakukan kewajiban sertifikasi halal sejak hari Jumat (18/10/2024). Penetapan ini dilakukan usai melakukan tahapan pertama kewajiban sertifikasi halal yang berakhir pada 17 Oktober 2024.

“Terhitung mulai 18 Oktober 2024, kewajiban bersertifikat halal secara resmi diberlakukan bagi produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Jum’at (18/10/2024).

Untuk melaksanakan pengawasan JPH tersebut, BPJPH telah menyiapkan 1.032 personil Pengawas JPH yang telah memenuhi persyaratan untuk diangkat sebagai Pengawas JPH. Salah satunya, telah lulus Pelatihan Pengawas JPH.

“BPJPH telah siapkan tenaga Pengawas JPH. Karena sesuai regulasi, memang pengawasan terhadap kewajiban sertifikasi halal ini adalah kewenangan BPJPH.” kata Aqil menegaskan.

Adapun keterlibatan kementerian terkait, lembaga terkait, dan/atau pemerintah daerah dalam melaksanakan pengawasan JPH dapat dilakukan setelah berkoordinasi dan bekerjasama dengan BPJPH.

Hal ini sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang menggantikan Peraturan PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa melalui pelaksanaan pengawasan serentak yang dimulai 18 Oktober 2024, personil Pengawas JPH yang ditugaskan melakukan pendataan pelaku usaha yang diduga tidak melakukan kewajiban sertifikasi halal produknya.

Bersamaan dengan pendataan itu, personil Pengawas JPH juga memberikan himbauan kepada pelaku usaha untuk bersegera melaksanakan kewajiban sertifikasi halal.

Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh Pengawas JPH tersebut, BPJPH akan melakukan kajian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran. Untuk selanjutnya, akan ditentukan apakah pelaku usaha dapat dikenai sanksi sesuai regulasi.

“Perlu saya tegaskan bahwa sanksi yang dapat diberikan terhadap pelanggaran kewajiban sertifikasi halal ini hanya ada dua. Yakni sanksi administratif berupa peringatan tertulis, dan/atau penarikan produk dari peredaran.” tegas Aqil.

Kewajiban Tiga Kelompok

Aqil mengatakan, kewajiban sertifikasi halal mulai diberlakukan bagi tiga kelompok produk yang diproduksi pelaku usaha menengah dan besar. Pertama, produk makanan dan minuman.

Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

“Ketiga kelompok produk dari pelaku usaha menengah dan besar tersebut harus sudah bersertifikat halal mulai 18 Oktober 2024. Kalau belum bersertifikat halal dan beredar di masyarakat, maka akan ada sanksinya, berupa peringatan tertulis atau penarikan produk dari peredaran,” ujar Aqil.

Adapun bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang memproduksi ketiga jenis produk tersebut, masih diberikan perpanjangan waktu. Paling lambat sampai 17 Oktober 2026 untuk mengurus perizinan dan sertifikat halal.

Karenanya, BPJPH mengimbau pelaku UMK yang produknya wajib bersertifikat halal, agar segera melakukan pengajuan sertifikasi halal melalui ptsp.halal.go.id.

Informasi lebih lanjut terkait pengajuan sertifikat halal dapat diakses melalui website halal.go.id dan/atau akun resmi media sosial BPJPH.

Sementara untuk produk luar negeri berupa produk makanan, minuman, jasa penyembelihan dan hasil sembelihan, kewajiban bersertifikat halalnya akan ditetapkan Menteri Agama. Paling lambat tanggal 17 Oktober 2026, setelah menyelesaikan kerja sama pengakuan saling keberterimaan sertifikat halal.

Lebih lanjut Aqil menjelaskan, mulai 18 Oktober 2024 BPJPH melaksanakan pengawasan Jaminan Produk Halal (JPH) di seluruh Indonesia. Tujuannya, untuk memastikan bahwa ketiga kelompok produk yang dihasilkan dari usaha menengah dan besar tersebut telah bersetifikat halal atau belum.

“Sejalan dengan pengawasan ini, kami juga terus mengedukasi pelaku usaha agar adaptif terhadap tren kesadaran konsumen yang semakin tinggi untuk mengkonsumsi produk halal. Jadi jadikan sertifikat halal sebagai nilai tambah bagi produk untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sekaligus memperluas jangkauan market,” kata Aqil.*

Sumber Klik disini

Tinggalkan Balasan

Table of contents

Read more

Berita lainnya