fbpx
Senin, 16 September 2024

Tuai Kritik, Maroko Batalkan Rencana Menyeragamkan Khutbah Jumat

Share

Hidayatullah.com – Rencana Maroko untuk menyeragamkan khutbah Jumat, telah memicu kritik dari masyarakat luas. Hal tersebut bahkan sampai mendorong Dewan Ulama Tertinggi untuk mengeluarkan klarifikasi.

Dewan ulama telah mengkonfirmasi bahwa meskipun khutbah yang seragam akan tersedia, para imam tidak diwajibkan untuk menggunakannya.

Menurut laporan dari Yabiladi, dewan tersebut menyatakan bahwa rencananya materi khutbah akan dipublikasikan di situs web Kementerian Wakaf dan Urusan Islam setiap hari Rabu pada pukul 14.00, sehingga para imam memiliki pilihan untuk menggunakannya.

Kementerian Wakaf dan Urusan Islam memperkenalkan rencana “Memandu Komunikasi untuk Kehidupan yang Baik” untuk menyeragamkan khutbah Jumat, dengan tujuan untuk meningkatkan moralitas publik dan melibatkan para pemimpin agama dalam mempromosikan nilai-nilai positif. Namun, keputusan tersebut mendapat kritik dan kecaman.

Para pengkritik berpendapat bahwa penyeragaman khutbah akan mengurangi peran para penceramah, menjadikan mereka hanya sebagai pembaca teks yang telah ditulis sebelumnya dan menghambat kemampuan mereka untuk membahas isu-isu terkini.

“Akan ada khutbah standar, tetapi para imam tidak diwajibkan untuk menggunakannya; mereka memiliki pilihan untuk menyampaikan khotbah yang berbeda,” kata seorang sumber dari Dewan Ulama Tertinggi kepada Yabiladi.

Said Bihi, seorang presiden regional Dewan Ilmiah, menjelaskan kepada Al Jazeera bahwa inisiatif ini bertujuan untuk menangkal kedangkalan komunikasi keagamaan saat ini. “Upaya, waktu, dan sumber daya terbuang sia-sia,” katanya, menyoroti bahwa sekitar 9 juta orang menghadiri masjid setiap hari Jumat tanpa khutbah yang secara signifikan berdampak pada kehidupan mereka.

Delegasi kementerian di Tangier baru-baru ini memberhentikan Ahmed Agendouz, seorang penceramah di Masjid Agung Minbar, setelah ia mengkritik rencana penyeragaman khutbah tersebut.

Hal ini kemudian memicu perdebatan dan kontroversi, dengan banyak warga Maroko yang mengungkapkan keberatan mereka di media sosial dengan menggunakan tagar yang menentang keputusan pemerintah.

Menanggapi reaksi tersebut, kementerian telah menjelaskan bahwa standarisasi ini merupakan tindakan sementara, yang dimaksudkan untuk membangun kesadaran dan responsif terhadap proyek tersebut, dan bahwa para penceramah tetap memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menyampaikan khutbah.*

Sumber Klik disini

Tinggalkan Balasan

Table of contents

Read more

Berita lainnya