Tingkat depresi generasi milenial yang lahir antara tahun 1990 dan 2000 telah meningkat hingga hampir 15 persen, bangkat sampai menyakiti diri sendiri (mencapai 14 persen)
Hidayatullah.com | BERAPA persen generasi milenial yang memiliki masalah kesehatan mental? Mungkin ini bukan hal yang mengejutkan bagi siapa pun, tetapi ada tren peningkatan dalam insiden masalah kesehatan mental yang dilaporkan di dunia saat ini.
Sebuah studi pada Februari 2019 yang diterbitkan oleh International Journal of Epidemiology menunjukkan bahwa generasi milenial lebih rentan terhadap depresi dan perilaku menyakiti diri sendiri dibandingkan satu dekade lalu.
Hal ini terjadi bahkan setelah terus dilaporkan adanya penurunan tingkat penyalahgunaan zat terlarang dan tren perilaku antisosial.
Selama ini, remaja dan dewasa muda dianggap sebagai orang yang egois, tidak stabil secara emosional, dan tidak rasional. Biasanya oleh mereka yang lebih tua dari kelompok usia ini.
Orang dewasa dikenal suka mengeluh tentang bagaimana generasi milenial mudah marah dan tidak dapat “meninggalkan masalah mereka di luar rumah,” dan bahwa hal itu merupakan masalah bagi stabilitas tenaga kerja (dan karenanya, masyarakat) di masa mendatang.
Tingkat depresi di antara mereka yang lahir antara tahun 1990 dan 2000 telah meningkat hingga hampir 15 persen, dan tingkat menyakiti diri sendiri mencapai 14 persen di antara kelompok ini.
Ini bukan hanya masalah bagi individu itu sendiri, tetapi juga tantangan kesehatan masyarakat yang semakin meningkat.
Apa yang menyebabkan peningkatan ini? Alasannya tampaknya tidak begitu jelas. Karena beberapa penelitian melaporkan data yang dapat diamati, tidak semuanya dirancang untuk menganalisis latar belakang di balik data tersebut.
Langkah selanjutnya adalah mencari tahu “mengapa” di balik peningkatan tersebut.
Kegemukan
Studi ini menunjukkan bahwa tingkat obesitas di antara kelompok usia ini hampir dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir (Dari kurang dari 4 persen menjadi lebih dari 7 persen), dan bahwa peningkatan tingkat depresi ini mungkin terkait dengan pertambahan berat badan.
Perlu juga dicatat bahwa 29 persen lebih banyak dari mereka yang lahir sekitar pergantian abad menganggap mereka kelebihan berat badan jika dibandingkan dengan mereka yang lahir di awal tahun 1990-an.
Kekhawatiran akan kegemukan, ditambah dengan kebiasaan tidur dan makan yang buruk, serta citra tubuh yang negatif, dipandang sebagai salah satu sumber masalah.
Penafsiran data dan penyusunannya menjadi lebih rumit, terutama jika mempertimbangkan penurunan penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial di kalangan remaja, yang dapat dipahami sebagai hal yang baik.
Pemahaman yang lebih baik mengenai sifat dinamika ini dapat sangat berharga dalam menentukan faktor risiko penyakit mental, serta mengembangkan cara yang efektif untuk mendekati dan menangani masalah inti yang relevan.
Walaupun ada banyak kabar baik mengenai menurunnya penyalahgunaan zat terlarang dan tingkat perilaku antisosial, para peneliti melihat bahwa anak muda Amerika mengembangkan penyakit mental serius pada tingkat yang semakin meningkat.
Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (HHS) melaporkan bahwa sekitar tiga juta remaja (berusia 12-18 tahun) menunjukkan setidaknya satu episode depresi berat pada tahun 2015 saja, dan lebih dari dua juta orang dari kelompok yang sama melaporkan mengalami depresi hingga tingkat yang mengganggu aktivitas harian normal mereka.
Yang mungkin lebih meresahkan adalah bahwa jumlah ini kemungkinan akan terus meningkat. Menurut sebuah studi yang diterbitkan di majalah Time yang dirancang untuk melacak depresi di kalangan dewasa muda, jumlah gejala yang dilaporkan berupa rendahnya harga diri dan masalah dengan konsentrasi dan tidur meningkat sebesar 37 persen antara tahun 2015 dan 2016.
Kasus kecemasan juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
• Asosiasi Kecemasan dan Depresi Amerika (ADAA), melaporkan gangguan kecemasan sebagai penyakit mental paling umum di AS, yang memengaruhi lebih dari 18 persen remaja setiap tahunnya.
• Institut Kesehatan Mental Nasional (NIMH) menunjukkan bahwa lebih dari enam juta remaja Amerika memiliki beberapa jenis gangguan kecemasan.
Kecemasan telah melampaui depresi sebagai alasan paling umum mahasiswa mencari konsultasi kesehatan mental. Jumlah mahasiswa tingkat sarjana yang mengaku mengalami tingkat kecemasan yang “sangat tinggi” akibat pekerjaan sekolah dan kehidupan kampus meningkat dari 50 persen menjadi 62 persen antara tahun 2011 dan 2016.
Tampaknya tekanan yang lebih besar dari sebelumnya diberikan kepada anak-anak untuk tidak hanya berhasil, tetapi juga mengungguli orang lain.
Sejumlah besar ahli sepakat bahwa perubahan lingkungan dan masyarakat memiliki dampak yang lebih besar pada kesehatan mental remaja dan dewasa muda daripada genetika atau bakteri pencernaan.
Para peneliti juga menyalahkan teknologi dan media sosial. Semua orang terhubung dengan internet, dan sulit bagi kaum muda untuk tidak terus-menerus khawatir tentang citra digital mereka dan membandingkan diri mereka dengan teman sebaya.
Meski temuan ini telah berlangsung 4 tahun, namun data ini amatlah penting.*
Sumber Klik disini