
Oleh: Agus M Maksum
Di medan perang digital yang tak terlihat, setiap klik adalah senjata, dan setiap data adalah wilayah kekuasaan.Bagaimana Indonesia berjuang, melawan gelombang kolonialisme data dalam ‘invasi digital’?
Hidayatullah.com | ERA baru persaingan bisnis telah tiba, di mana dominasi digital tidak hanya sekadar memperebutkan pasar, melainkan menancapkan pengaruh secara geopolitik. TikTok, yang semula dianggap sebagai arena hiburan ringan, kini bermetamorfosis menjadi senjata masa depan yang bisa mengubah arah persaingan bisnis global.
Situasi ini mengingatkan kita pada peristiwa historis “Perang Opium”, di mana pihak yang menguasai perdagangan dapat mendikte kekuatan ekonomi. Sebagaimana dikatakan Dr Indrawan Nugroho dalam sebuah podcas belum lama ini.
TikTok yang lahir dari rahim ByteDance, bertransformasi menjadi sebuah fenomena yang tak hanya memengaruhi perilaku generasi muda tapi juga mengumpulkan data dalam jumlah yang tidak terbayangkan.
Sejak diluncurkannya Douyin dan kemudian TikTok, platform ini telah mengadaptasi kecerdasan buatan dan algoritma yang memungkinkan personalisasi konten dengan akurasi yang menakjubkan.
Memiliki efek adiktif yang mempengaruhi daya konsentrasi dan kesehatan mental, TikTok juga menghadapi kontroversi yang berkaitan dengan privasi dan keamanan data.
Namun, di balik kontroversi tersebut, kekuatan TikTok dalam persaingan bisnis tidak bisa dianggap enteng. Platform ini telah mengubah cara perusahaan berinteraksi dengan konsumen, mengumpulkan data, dan memahami perilaku pasar.
Kini, kita menyaksikan babak baru dari “Perang Opium” digital ini dengan akuisisi TikTok terhadap sebagian besar saham Tokopedia, salah satu decacorn Indonesia. Nilai transaksi yang mengalami penurunan dramatis menunjukkan volatilitas pasar dan ketidakpastian ekonomi yang dihadapi oleh GoTo Group.
Akuisisi ini bukan sekadar manuver finansial, melainkan sebuah gerakan strategis yang memiliki implikasi geopolitik mendalam.
Pengambilalihan Tokopedia oleh TikTok menimbulkan pertanyaan tentang kedaulatan data nasional dan ekonomi digital Indonesia. Perdebatan mengenai kemungkinan penggabungan layanan antara TikTok dan Tokopedia serta dampaknya terhadap pasar e-commerce lokal menjadi topik hangat yang diperbincangkan.
Kekhawatiran akan dominasi pasar oleh pengaruh asing dan potensi kehilangan kendali atas data pengguna menjadi isu sentral yang tidak bisa diabaikan.
Situasi ini menempatkan Indonesia di persimpangan jalan yang kritis. Pemerintah dan pemangku kepentingan harus bergerak cepat untuk menetapkan regulasi yang memadai, memastikan perlindungan data pribadi, dan mengawal kedaulatan ekonomi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Investasi asing memang dapat membawa angin segar bagi pertumbuhan ekonomi, namun harus diimbangi dengan kebijakan yang mencegah penguasaan data dan informasi oleh pihak asing.
Dengan semakin kompleksnya lanskap bisnis digital, kita tidak bisa hanya menjadi penonton. Kita harus menjadi pemain aktif yang siap beradaptasi dan berinovasi.
“Perang Opium” TikTok yang kini menghampiri kita bukan hanya akan menentukan masa depan industri e-commerce, tapi juga bagaimana Indonesia dapat mempertahankan kedaulatan di tengah gempuran arus globalisasi digital.
Ini adalah perang baru yang tidak melibatkan kapal perang atau meriam, tetapi data dan pengaruh digital. Siapkah kita menghadapinya?*
Praktisi IT Terkait Platform Digital Komunitas untuk Data Berdaulat
Sumber Klik disini