Diamnya penguasa muslim, ikut menopang kekuatan entitas Zionis dengan pasokan energinya ataupun pembiaran ekspor senjata
Oleh: Ali Mustofa Akbar
Hidayatullah.com | SERANGAN agresif ‘Israel’ terhadap rakyat Palestina terus berlanjut lebih dari setahun. Berbeda dengan prediksi sebagian besar analis politik yang biasanya membandingkan konflik saat ini dengan putaran konflik sebelumnya yang tidak berlangsung lama.
Kecuali saat penjajah ‘Israel’ ke Lebanon ketika tentara penjajah melaju hingga ke Beirut pada tahun 1982-1985, dan kemudian mundur dari sebagian besar wilayah Lebanon pada tahun 2000.
Tekanan dari PBB yang terkesan setengah-setengah dalam menekan, terbaru dari BRICS pada KTT di Kazan, Rusia, 22-24 Oktober tahun ini yang merekomendasikan solusi dua negara, serta dari berbagai organisasi internasional maupun regional lainnya, belum menjadikan ‘Israel’ mengentikan genosidanya.
Bertahannya Zionis
Bagaimana perang ini bisa berlangsung cukup lama? Untuk memahami kemungkinan jalur konflik saat ini, kita perlu memahami beberapa dimensi. Diantaranya:
Perang Eksistensi. Perlu dicatat bahwa entitas Zionis menganggap perang ini sebagai perang eksistensi bagi mereka, disinyalir karena kesadaran akan perubahan di panggung internasional dan regional yang membuat mereka khawatir tentang masa depan mereka.
Menyusul begitu banyaknya tekanan dari berbagai negara kepada “Israel”. Hal ini diakui sendiri oleh banyak pejabat dan komentator ‘Israel’. (middleeasteye.net)
Ancaman Perlawanan. Semakin menguatnya Hamas, Hizbullah, dan organisasi perlawanan lainnya dianggap menjadi ancaman tersendiri bagi ‘Israel’.
Terkait Hamas, setelah syahidnya para pemimpin mereka, belum ada tanda-tanda akan mengibarkan bendera putih.
Kekhawatiran ‘Israel’ atas semakin kuatnya kekuatan Hamas sangatlah signifikan. Mereka menjadikan pembongkaran kemampuan militer Hamas sebagai prioritas utama.
Terutama dengan fokus pada jaringan terowongan Hamas yang luas di Gaza, yang membentang ratusan mil dan digunakan untuk mengangkut personel, perbekalan, dan melancarkan serangan. Tampak jika untuk masalah ini, pusingnya “‘Israel’, seperti sedang mengurai benang “njundet”.
Tawanan dan Pemerintahan alternatif. Salah satu tujuan ‘Israel’ dari perang ini adalah membebaskan tawanan. Sementara ratusan tawanan masih berada dikubu perlawanan (bisa dibaca: para pahlawan).
Satu sisi, Netanyahu belum berhasil mendapatkan pemerintahan alternatif untuk Gaza yang akan berada dibawah kendalinya.
Netanyahu masih belum mengusulkan rencana spesifik untuk pemerintahan Gaza pasca-konflik. Meskipun ada desakan dari Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan tekanan internasional.
Netanyahu menekankan bahwa prioritasnya adalah menghancurkan Hamas. Dia juga menolak opsi yang memungkinkan Fatah atau Otoritas Palestina (PA) untuk mengelola Gaza, menyebut bahwa PA juga mempromosikan kebencian terhadap ‘Israel’. Netanyahu berpendapat bahwa diskusi soal administrasi sipil di Gaza baru akan relevan setelah kekalahan Hamas. (The Times Of ‘Israel’, 24/10)
Penyangga Kekuatan Zionis
Apakah ‘Israel’ kuat? Sejatinya tidak. Dunia menyaksikan bagaimana kerepotannya mereka melawan para pejuang Hamas dan organisasi perlawana lainnya yang dengan SDM dan persenjataan terbatas.
Sementara mereka dengan kekuatan penuh dan jumlah tentara yang jauh lebih banyak. Sistem perlindungan ‘Israel’, Iron Dome, beberapa kali mampu ditembus oleh roket para mujahid.
Sedangkan mereka hanya bisa membunuh dan melukai rakyat sipil. Proyek Zionis sejauh ini bertahan sejak awalnya didasarkan pada beberapa pilar utama, yakni;
Pilar pertama; adalah kebangkitan dominasi Barat di dunia sejak sekitar tiga abad lalu, di mana kekuatan kolonialnya memandang proyek Zionis sebagai ujung tombak dominasinya di wilayah Timur Tengah Arab.
Sejak awal sejarah, kawasan ini merupakan titik pertemuan jalur perdagangan dan transportasi internasional, karena menghubungkan tiga benua: Asia, Eropa, dan Afrika. Kawasan ini juga merupakan pusat sejarah manusia selama sepuluh ribu tahun terakhir hingga setidaknya abad keenam belas.
Pilar kedua; adalah kebangkitan kekuatan yang disebut Anglo-Saxon, terutama Inggris, dari pertengahan abad kedelapan belas hingga Perang Dunia II. Hegemoni ini diwarisi oleh Amerika Serikat sebagai kekuatan baru, yang memandang Uni Soviet selama Perang Dingin, serta Rusia, China, kebangkitan Kekhakifahan Islam sebagai kekuatan darat yang mengancam dominasinya di dunia.
Pilar ketiga; adalah kebangkitan kapitalisme finansial yang didominasi oleh keluarga-keluarga dari sebuah sekte Yahudi yang memandang Taurat bukan sebagai kitab suci agama, melainkan sebagai buku sejarah bangsa Yahudi yang imajinatif.
Pilar Keempat; adalah diamnya para penguasa muslim, bahkan secara langsung atau tidak, ikut menopang kekuatan Entitas Zionis dengan pasokan energinya ataupun pembiaran ekspor senjata ke Zionis melalui perairan laut negaranya.
Padahal berdasarkan hukum laut internasional, seperti yang diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), kapal yang membawa kargo (termasuk senjata) hanya boleh memiliki hak untuk melewati perairan teritorial negara-negara lain, asalkan perjalanan tersebut tidak membahayakan perdamaian, ketertiban, atau keamanan negara.
Pilar kelima; belenggu sistem. Sistem nation-state warisan Sykes-Picot benar-benar menjadikan Gaza maupun Palestina terpenjara. Benteng tebal yang menghalangi saudara-saudara muslimnya lainnya yang masih berhati nurani di berbagai belahan penjuru dunia untuk membantu Gaza dan Palestina.
Khatimah
Maka untuk itu seharusnya umat Islam berani mengambil jalan sendiri untuk menyelesaikan masalah Palestina yakni jalan Islam sebagaimana telah ditempuh ole pendahulu kita yakni ketika pembebasan di pimpin oleh Umar Bin Khatab dan Sholahuddin Al-Ayyubi.
Itulah Kepemimpinan Islam, yang merobek sekat-sekat nation-state, juga hadirnya pemimpin umat yang menghimpun potensi kekuatan mereka dan menyatukan hati-hati mereka dibawah bendera “Lailahailallah Muhammadurrasulullah”.
Mulai dengan merubah “tassawur” kita selama ini yang boleh jadi sedang dipengaruhi oleh tsaqafah-tsaqafah Barat. Karena kita tahu, saudara kita dijajah dengan senjata, sejatinya kita juga dijajah secara pemikiran. Wallahu A’lam.*
Dosen & Pemerhati Politik Internasional
Sumber Klik disini