Hidayatullah.com– Komandan pasukan pimpinan Kurdi di Suriah membantah terlibat dalam serangan mematikan di Turkish Aerospace Industries (TAI) di dekat Ankara pada 23 Oktober, yang di klaim oleh kelompok Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
Turki melakukan serangan udara terhadap target-target yang berkaitan dengan militan Kurdi di Iraq dan Suriah setelah penembakan dan serangan bunuh diri hari Rabu yang menewaskan lima orang di TAI, kawasan industri yang terletak sekitar 40 km dari Ankara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan para penyerang menyusup dari negara tetangga Suriah, dan dia bersumpah tidak akan ada jeda dalam pertempuran melawan milisi-milisi Kurdi.
“Kami sudah melakukan penyelidikan internal dan saya dapat memastikan bahwa tidak ada penyerang yang memasuki Turki dari wilayah Suriah,” kata Mazloum Abdi, pimpinan Syrian Democratic Forces (SDF) kepada AFP.
SDF adalah gabungan milisi-milisi yang didukung AS yang mengobarkan pertempuran melawan kelompok ISIS alias Daesh alias IS di bentengnya di Suriah. SDF didominasi oleh Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang dianggap oleh Ankara sebagai kepanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
“Kami tidak memiliki hubungan apa pun dengan serangan yang terjadi di Ankara,” kata Abdi Sabtu malam (27/10/2024) dari Hasakah, kota besar yang dikelola oleh pemerintahan semi-otonom Kurdi di bagian timur laut Suriah.
“Medan perang kami berada di dalam wilayah Suriah,” imbuhnya.
Serangan Turki terhadap wilayah Suriah yang dikuasai Kurdi sejak hari Rabu telah menewaskan 15 warga sipil dan dua petempur, menurut Abdi.
Syrian Observatory for Human Rights, sebuah kelompok pemantau peperangan di Suriah yang berbasis di Inggris, mengatakan Turki melancarkan lebih dari 100 serangan, kebanyakan menggunakan drone, sejak hari Rabu.
Dikatakannya infrastruktur-infrastruktur sipil termasuk toko roti, silo gandum dan pembangkit listrik terkena serangan Turki, bersama dengan fasilitas militer dan pos pemeriksaan yang digunakan oleh pasukan Kurdi.
“Tampaknya tujuan (Turki) bukan sekedar merespon peristiwa yang terjadi di Ankara, tetapi juga menargetkan institusi-institusi dan sumber-sumber penghidupan penduduk,” kata Abdi.
“Tujuan utamanya adalah untuk melemahkan dan menghilangkan pemerintahan (semi)otonom, memaksa penduduk untuk bermigrasi,” katanya.
Abdi mengatakan dia terbuka terhadap dialog untuk meredakan ketegangan, tetapi pihaknya menuntut diakhirinya serangan oleh Turki yang menurutnya “masih terus berlangsung” dan mengindikasikan kemungkinan Ankara akan melebarkan wilayah sasarannya.
“Kami siap menyelesaikan masalah dengan Turki melalui dialog, tetapi tidak di bawah tekanan serangan, jadi operasi ini harus dihentikan agar upaya-upaya dialog dapat berlanjut,” kata Abdi.
“Negara Turki memanfaatkan kejadian terkini di Timur Tengah, karena perhatian sedang terpusat ke Gaza, Libanon dan serangan Israel terhadap Iran” untuk melancarkan serangan baru terhadap Suriah, kata Abdi.
Abdi mengkritik sekutunya Amerika Serikat karena tidak melindungi pasukan Kurdi, dengan mengatakan posisi pasukan koalisi pimpinan AS “tampak lemah.”
Amerika Serikat memiliki sekitar 900 tentara di Suriah sebagai bagian dari koalisi yang memerangi kelompok-kelompok bersenjata Muslim.
Menurut Abdi, apabila Donald Trump terpilih kembali dalam pilpres 5 November, dukungan terhadap SDF kemungkinan melemah.
Pada tahun 2019, ketika Trump menjabat presiden AS, dia mengumumkan keputusan untuk menarik ribuan tentara AS dari wilayah Suriah yang dikuasai Kurdi, sehingga membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan invasi ke daerah itu pada tahun yang sama.
“Pada tahun 2019, kami memiliki pengalaman yang tidak baik dengan pemerintahan Presiden AS Trump,” kata komandan SDF itu.
“Tetapi kami berkeyakinan bahwa Amerika Serikat… membuat keputusannya berdasarkan” kepentingan strategis di kawasan ini.*
Sumber Klik disini