Menarget Minoritas Muslim, Negara Bagian di India Ini Larang Poligami

Share

Hidayatullah.com – Sebuah aturan sipil baru di India memicu berbagai kecaman dari umat Islam setempat yang menyatakan undang-undang tersebut melanggar kebebasan mereka untuk mempratikkan gaya hidup Islami, dengan melarang konsep-konsep Islam seperti poligami.

Negara bagian Uttarakhand di India utara menjadi wilayah pertama yang dikuasai Partai Bharatiya Janata (BJP) yang memberlakukan aturan yang disebut Uniform Civil Code (UCC), menggantikan hukum privat terkait pernikahan, perceraian dan warisan.

BJP, partai nasionalis Hindu, telah lama mengusung aturan yang mendapatkan penolakan keras dari minoritas Muslim India dan para akvitis hak-hak sipil yang disebut mengancam kebebasan beragama.

Mengumumkan pemberlakuan undang-undang tersebut pada konferensi pers pada 27 Januari, Ketua Menteri Uttarakhand Pushkar Singh Dhami, seorang pemimpin BJP dan sekutu dekat Perdana Menteri Narendra Modi, mengatakan bahwa UCC akan “membawa kesetaraan” dan menghapuskan segala bentuk “kejahatan sosial”.

Katanya: “Aturan ini tidak melawan sekte atau agama apa pun. Ini adalah sebuah langkah menuju keadilan dan keseragaman.”

Pengadopsian aturan UCC oleh Uttarakhand menyusul pengesahannya pada bulan Februari 2023, menjadikannya negara bagian kedua di India yang menerapkan kerangka kerja hukum tersebut.

BJP, sebuah partai nasionalis mayoritas Hindu, adalah partai berkuasa di India yang telah dikecam di masa lalu karena memajukan agenda supremasi Hindu atau ideologi Hindutva yang terkenal.

Agenda nasionalis Hindu

BJP telah mempromosikan aturan UCC secara nasional, dengan alasan bahwa hukum privat agama yang beragam di India harus diganti dengan hukum tunggal untuk memajukan integrasi nasional.

Di Uttarakhand, undang-undang baru ini mengamanatkan hukum waris yang seragam untuk semua agama, mengakhiri poligini di kalangan Muslim, dan memerintahkan pendaftaran wajib untuk hubungan hidup bersama dengan hukuman bagi yang tidak mematuhinya.

Poligami atau poligini (memiliki lebih dari satu istri) diperbolehkan dalam Islam dan merupakan tradisi yang dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Sementara para pemimpin BJP memuji langkah ini sebagai langkah menuju apa yang disebut keadilan gender, organisasi-organisasi Muslim, ahli hukum dan aktivis hak asasi berpendapat bahwa undang-undang ini bias, secara selektif menargetkan praktik-praktik Islam dan membiarkan hukum-hukum pribadi Hindu tidak tersentuh.

Jamiat Ulama-i-Hind, organisasi sosial-keagamaan Muslim terbesar di India, menyebut undang-undang ini sebagai “serangan terhadap kebebasan beragama” dan bersumpah untuk menentangnya di pengadilan.

“Undang-undang ini bukan tentang kesetaraan, ini tentang diskriminasi. Undang-undang ini dirancang untuk memaksakan hukum perdata Hindu kepada Muslim dan minoritas lainnya dengan kedok keseragaman hukum.”

Asma Zehra, presiden Asosiasi Wanita Muslim Seluruh India, mengatakan bahwa undang-undang ini mengikis hak-hak minoritas dan menciptakan konflik hukum yang tidak perlu bagi para wanita Muslim.

“Langkah ini merupakan serangan terhadap identitas kami. Hal ini memaksa perempuan Muslim untuk masuk ke dalam kerangka hukum yang mengabaikan keyakinan agama kami.”

Aktivis mahasiswa Safoora Zargar juga menyuarakan keprihatinan ini, menyebut UCC sebagai “pelanggaran” terhadap hak-hak fundamental.

“Sebagai seorang wanita Muslim, saya merasa kebebasan saya dirampas. Undang-undang ini merusak perlindungan konstitusional bagi kaum minoritas dan mengancam demokrasi India,” katanya.

Undang-undang baru ini juga mengkriminalisasi hubungan yang tidak terdaftar, mengharuskan pasangan untuk mendaftarkan status hubungan mereka secara resmi atau menghadapi hukuman penjara tiga bulan atau denda.

“Ini adalah serangan langsung terhadap wilayah privat,” kata advokat senior Geeta Luthra. “Pemerintah seharusnya tidak mengatur hubungan pribadi di sebuah negara demokratis.*

Sumber Klik disini

Read more

Local News